Process
“Kita putus!”
Kata putus keempat dalam kurun empat
bulan yang dilayangkan Adri kepada empat wanita berbeda sejak memulai masa
SMA-nya. Dan seperti biasa, kata putus yang terucap selalu diiringi dengan
kepergian tanpa penjelasan terhadap yang ditinggalkan. Dan gadis manis asal SMA
09 itu hanya bisa shock seakan tak
percaya dengan apa yang telah terjadi, ditambah dengan langkah kilat Adri, ia
tak sedikitpun mendapatkan kata penjelas yang sekadar memuaskan hasrat
penasarannya, sedikit pun tidak. Bagi Adri, cinta tak demikian pentingnya, amat
mudah baginya untuk mendapatkan sekedar gadis cantik, iya, wajahnya mendukung
untuk menjadi seorang pangeran gagah idaman wanita. Di tambah sikap cool dan misterius yang alami membuatnya
secara spontan menarik perhatian wanita dengan cepat. Dia adalah incaran
senior-senior perempuan yang suka darah muda, tapi Adri tak pernah
menghiraukan, hanya yang tertentu yang akan ia jadikan pacar, dan akhirnya
ditinggalkan.
Adri
memacu kuda besi miliknya dengan kencang menuju sebuah tempat, tempat duel
dirinya dengan Red Stars, gedung tua bekas pabrik tahu. Sesampainya di lokasi,
Adri memarkir motornya di tempat aman. Gedung bekas pabrik tahu merupakan
bangunan lama yang telah ditinggalkan oleh pemiliknya akibat telah sukses di
Provinsi lain. Pabrik dengan lahan yang cukup luas itu berada di lokasi yang
cukup jauh dari pemukiman, di tambah dengan banyaknya semak yang cukup tinggi,
ini jadi tempat yang cocok untuk berkelahi bagi anak-anak nakal. Adri
menanti kedatangan Red Stars, dengan sangat yakin.
Tak lama kemudian, terdengar deru mesin
motor mengarah ke tempat Adri berada. Red Stars telah datang dan full team, termasuk anggota baru yang
sedang dalam masa orientasi. Red Stars dengan langkah gontai menuju ke dalam
gedung
“Hei Baron, sebagai anggota baru, kau
hanya boleh melihat saja, biar kau liat kami menyelesaikan ini” sahut Anwar
Faisal kepada Baron, si anggota baru.
“Siap komandan!” jawaban Baron lantang
berkumandang.
“Semangat sekali Ron” sahut Choki.
“Harus begitu, Chok, biar kita semakin kuat”
respon anggota Red Stars lainnya. Sebuah tim yang kompak nampaknya.
Akhirnya kini Adri telah
berhadap-hadapan dengan Red Stars. Adri menyambut para seniornya dengan senyum
seringai yang menjadi khas-nya. Adri berjalan menuju Anwar dengan langkah pasti.
“Red Stars, hebat”. Adri bertepuk
tangan.
“Aku tidak tahu kalian itu hebat atau
polos, atau ... bodoh!” Dengan lantang sambil berucap demikian Adri tetap
menatap tajam ke arah Anwar Faisal.
Anwar mengerinyitkan dahinya, Ia ingin
marah, ingin sekali menyarangkan tinjunya ke wajah Adri, tapi ia merasa ada
sesuatu yang ganjil.
“Jangan basa basi murid baru! Jika
ingin duel ayo pilihlah siapa yang ingin kau lawan duluan atau kau ingin kami
semua langsung maju, hah?” Hardik Joko.
“Hahaha, bukan aku yang akan jadi lawan
kalian, tapi mereka”.
Perlahan-lahan orang-orang muncul dari
berbagai penjuru ruangan gedung itu. Mereka muncul dan seakan membuat lingkaran
kemudian mengelilingi Red Stars. Anwar terkejut, semua anggota Red Stars panik.
“Oi bocah, apa-apaan ini! Kau menjebak
kami ya?” Hardik Joko kepada Adri. Anwar
Faisal masih tetap diam, tapi ekspresinya amat tenang, namun itu tidak bisa
menutupi amarahnya. Ia menatap tajam Adri.
“Aku hanya mengantarkan kalian ke lawan
kalian yang sebenarnya, itu semua anak-anak SMA 07 loh”.
“Terima kasih kawan lama, sudah
mengantarkan tamu kami”. Seseorang muncul tiba-tiba dengan sebatang rokok
ditangannya.
“Bukan apa-apa, aku hanya membayarkan
hutang sekolah ku, dan setelah ini jangan mengganggu SMA 04 lagi, Hamdan!”
Orang yang muncul tersebut ialah
Hamdan, Leader SMA 07. Kedatangannya diikuit oleh beberapa petinggi geng lain
di SMA 07, salah satunya Yazid. Hanya saja Doni, korban pemukulan dan pemerasan
masih belum bisa sekolah, hingga ia tidak datang untuk bertemu kembali dengan
Red Star.
“Heh, kau masih saja seperti itu kawan
lama”. “Tidak masalah, sekarang ini urusan kami”.
“Baiklah Ndan, aku cabut”. Adri pun
berlalu.
“Tunggu bocah!”. Suara Anwar menggema
berwibawa.
“Terima Kasih telah menyiapkan hidangan
yang menyenangkan”. “Setelah selesai dari sini, kau lah hidangan utamanya”.
Anwar dengan percaya diri melontarkan tantangan kepada Adri. Adri yang semula
meremehkan Anwar mendadak berubah pikiran.
“Baiklah senior, aku menunggu mu kapan
saja, hahahah”. Kemudian Adri berlalu meninggalkan kerumunan itu.
...
Sore
itu Andra sibuk membereskan kamarnya yang telah lama tidak ia bersihkan. Ia
membongkar setiap sisi kamarnya, memilah-milah barang-barang yang masih bisa ia
pakai dan sisanya akan ia jual ke tukang loak. Ketika asyik memilah
barang-barang, selembar kertas tiba-tiba terjatuh ke kaki Andra. Ia mengambil
kertas yang ternyata adalah sebuah foto. Foto yang telah berdebu itu perlahan
ia bersihkan dan tampaklah dua sosok manusia didalam foto tersebut. Melihat
sosok tersebut, suasana hati Andra tiba-tiba berubah muram, matanya yang
terbiasa ceria menjelma sayu, semangatnya yang membara sejak tadi perlahan
meleleh. Ia terus mengamati sesosok wanita yang berdiri disampingnya di dalam
foto tersebut. Andra akhirnya menyimpan foto tersebut didalam bukunya dan
dengan semangat yang telah jauh berkurang Andra memaksa dirinya menyelesaikan
ritual bersih kamarnya. Penemuan foto lama itu telah membuat suasana sore Andra
gelap lebih awal.