...
Siang itu seperti biasa , Aku dan Andra
berjalan santai menuju surga rahasia kami. Kali inipun, kembali kami melihat
gadis kemarin, masih dengan posisi yang sama, duduk dengan menutup mukanya
sembari sesenggukan sesekali. Tak seperti kemarin, aku mulai penasaran, ku
hampiri gadis itu dan berdiri dihadapannya tepat seperti garis lurus namun dia
tetap diam tanpa suara. Aku hanya menatap ingin tahu tapi tak mencoba mencari
tahu melalui kata, dengan diam. Andra pun melakukan hal yang sama, ia mendekati
gadis itu, kemudian berjongkok, di tepuknya lembut bahu gadis itu “ hei, ada
yang butuh bantuan disini?” tatapnya prihatin.
Sosok itu tetap diam, mematung, isaknya pun
ikut hilang beserta lontaran pertanyaan Andra. “apa masalahmu? Ceritakan saja,
biasanya itu cara terbaik untuk menyelesaikan, walaupun cuma sedikit” Lagi,
andra mencoba membujuk gadis itu dan kali ini berhasil. Gadis itu mengangkat
wajahnya perlahan. Tampaklah wajah oval dengan hidung runcing, rambut panjang
yang sedikit berantakan namun berbaur pirang, bola mata kebiruan seperti salju
oleh pantulan aurora malam nan indah di kutub selatan dan pipi gemas yang kini
telah banjir oleh bulir-bulir bening, setidaknya masih ada kecantikan meski
dalam kondisi setragis itu, masih lebih baik dari Jakarta yang dilanda siklus
lima tahunnya yang selalu menyisakan luka fisik maupun batin, entahlah, apa
yang membuat orang-orang berbondong-bondong menuju Jakarta hingga mengurangi
lahan untuk air yang justru merugikan mereka sendiri, sungguh ironi
berkepanjangan.
Ia menatap
heran kedua remaja tanggung dihadapannya, yang satu dengan tampang polos ingin
tahu dan agak memaksa membuat humor suasana dan satu lagi dengan tatapan tajam
tanpa ekspresi yang tak henti menatapnya lekat. Ia merasa tertekan oleh tatapan
itu dan mengalihkan pandangannya ke sosok lainnya, Andra.
“ Siapa kalian
? kenapa bisa sampai ke tempat yang jarang ada orangnya ini?” Aku menatap heran padanya, ku jawab sekenanya
saja “ Seharusnya kami yang nanya kayak
gitu, kenapa kamu sampe ada di sini dan dengan keadaan separah ini pula, tempat ini adalah jalan menuju tempat rahasia
kami”
“ Tempat
rahasia ? inikan tempat umum, bukan milik siapa-siapa termasuk kalian” kembali
gadis itu bersuara menolak statement-ku.
Andra pun ikut bicara, tapi lebih berperasaan “ maaf, gue Andra dan dia yang
berdiri dengan pandangan menyebalkan itu namanya Adi, dia emang kayak itu
orangnya, gak bisa basa-basi dan agak gak berperasaan kalau ngomong, sebenarnya
apa yang terjadi denganmu ?” Sebuah proses negosiasi yang baik, Andra mulai
mengajak gadis itu berbincang, keadaan mulai membaik, tapi aku tetap diam dan
mendengar.
“ Loe di
putusin setelah tiga tahun pacaran???” Andra terkejut dan berusaha meyakinkan
pendengarannya, namun jawaban yang diperolehnya tetap sama. “ Iya, dia pergi
melupakan semuanya, melupan aku dan cintaku padanya”. ” Meskipun pindah, tidak
harus mengakhiri hbungan kan ???” bentaknya lirih. Suaranya seakan tak mau
keluar meski ia mencoba menjerit . Tertahan. “ Tenanglah, masih banyak yang
jauh lebih baik dari dia, trust me” hibur
Andra dengan kata-kata klise. “ Mau ikut ke tempat rahasia kami? Di sana kau
bisa sejenak melupakan maasalahmu”. Gadis itu menatap Andra, kemudian ia
berdiri “ boleh”. Kemudian kami
melangkah bersama.
“ Erycka
Leyvryn, wuih, namanya indah, gue gak pernah dengar sebelumnya” teriak Andra
takjub dengan nama asing nan indah yang baru ia dengar ketika mereka sampai di
surga kecil tersebut. “ Nama itu dari nenek, ia orang inggris yang menikah
dengan kakek yang asli Indonesia” tuturnya. “ hmm, ngomong-ngomong namamu Adi
kan? Kenapa dari tadi diam saja? “ tiba-tiba Erycka memindahkan pandangannya
padaku. Ia memang tak lagi mendengarku bersuara setelah kata pembuka tadi yang
ketika dipikir-pikir memang tidak berperasaan. “ eh … ehmm … aku ???”. Aku yang
sedari tadi hanya asyik dengan posisi tidur menatap langit sontak terkejut. Aku
seperti diserang dengan tombak yang tepat mengenai ulu hatiku.
“ Iya, kamu … “
ucapnya lagi dengan iringan tunjuk ke arahku. Andra hanya tertawa melihat
temannya yang hanya grogi setengah hancur ketika berhadapan dengan cewek. “
Namamu, tadi siapa? “ hanya itu kata yang terucap olehku sambil menggaruk-garuk
kepala yang sama sekali tidak gatal. “ Namaku Erycka, Erycka Leyvryn, kalian
bisa memanggilku ery” ucapnya memperjelas identitasnya. “ Lalu, kenapa harus
sampai menangis kayak gitu gara-gara diputusin “ tanyaku singkat. Dan lagi,
bagi Ery itu adalah pertanyaan yang tidak berperasaan dari ku “ Bisakah temanmu
itu bicara lebih sopan dan berperasaan “ tuntut Ery pada Andra.
“ Maaf, maaf
ry, tapi dia emang kayak gitu makanya ia lebih banyak diamnya, dia itu terlalu
berterus terang, itulah makanya dia masih jomblo sampe sekarang “. Andra
mencoba membelaku tapi tak pernah tanpa humor garing yang menjadi khasnya. “ wajar
sih, siapa juga yang betah sama mahluk cuek dan sadis kayak gitu “ Angguk Ery
disertai argumen ‘manis’ yang disodorkan bibir tipisnya. Aku menoleh padanya,
aku merasa terusik mendengar kata-kata ‘ manis’ barusan. “ Setidaknya aku nggak
buang-buang waktu dengan menangisi hal-hal yang gak penting “. Aku melawan
statemen Ery dengan santai dan jauh lebih ‘manis’ dari yang tadi ia hidangkan.
“ ugh, kau ini memang menyebalkan, dasar manusia gak berperasaan!!! “ bentaknya
sambil berlalu dengan langakah cepat yang tak sepersekian detik hilang dari
pandangan Andra yang hanya bengong dengan ekspresi super goblok tak berkedip.
Suasana menjadi
hening sesaat. “ loe bener-bener yah, gak bisa apa bicara lembut dikit sama tu
cewek, gue jadi kehilangan pemandangan indah yang ngebuat perfect ni tempat “ Andra memecah kesunyian dengan melempar semua
kekesalannya padaku yang tetap tidak peduli. “ Bosan oi, setiap kesini cuma
berdua, laki-laki pula keduanya, ntar gue di sangka homo lagi sama loe “ Andra
masih saja dengan uneg-uneg kesalnya. “ Siapa bilang cuma kita yang ada di sini
“ aku mulai angkat bicara. “ Maksud loe?” Andra menatap heran. “ Loe liat deh
pohon besar di pojok sana” aku menunjuk kesebuah pohon besar nan rindang itu.
Sekitarnya jadi teduh karena kehadiran pohon itu, benar-benar tempat yang
pantas untuk tidur. Andra memindahkan pandangannya kearah pohon rindang
tersebut, tampak sesosok laki-laki terlelap seperti tidur dikamar mewah dengan
suasana alam yang fantastis. Dan yang membuat Andra lebih terkejut ternyata
orang itu adalah Adri, teman sekelas mereka yang misterius dan beringas. “ kok
bisa tu orang sampe di sini, tidur di tempat yang masih menjadi bagian dari
komplek surga kami” pikir Andra. “ Udahlah, biarin aja dia tidur disana, kalau
dia tidur berarti gak bakal ada yang kena tonjok hari ini oleh dia”.
***
Bersambung …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar