Lambat-lambat sinar mentari menerobos jendela tua
kamar Andi, menyilaukan pandangan dan membangunkannya. Seakan tak ingin bangun,
berkali-kali Andi mencoba mengangkat tubuhnya, namun terasa sangat berat. Kira-kira
lima belas menit kemudian barulah ia terbangun.
"Pagi yang menyebalkan, masalah apa yang
akan menghampiri ku hari ini?" ujarnya lirih masih dengan mata yang
sedikit tertutup.
Kemudian ia beranjak ke kamar mandi dan bersiap-siap
memulai aktivitas walaupun ia tak ingin melakukan apa-apa.
***
Dengan tersengal-sengal Andi sampai di sekolah
setelah berlarian seperti angin topan yang kecepatannya mampu mengalahkan the flash, si jagoan dari Amerika temannya
Superman.
"huft, hampir aja telat” ucapnya seraya masuk kelas. Kemudain datanglah
Bu Siti, guru matematika yang sangat ditakuti oleh murid-murid. Saat pelajaran
Bu Siti, tak ada anak yang berani ribut, suasana kelas tenang dan hening.
Teng... teng... teng… , bel tanda istirahat
berbunyi, anak-anak berhamburan dari kelas. Ada yang jajan di kantin, bermain, ke
perpustakaan, dan lainnya. Sedangkan Andi biasanya selalu jajan di kantin
sebagai sarapan pagi, karena di rumah tak sempat makan. Biasanya ia selalu
ditemani Randi, satu-satunya teman baik yang ia punya. Walaupun sedikit nakal, tapi
baginya Randi lebih baik dari yang lain. Hari ini dia tidak masuk lagi, sudah
dua hari dia sakit. Selesai jajan tak sengaja Andi melihat Indra cs sedang
mengganggu Nayri, teman sekelasnya. Ingin ia meninggalkan tempat itu, tapi niat
itu ia urungkan karena kasihan melihat Nayri yang hampir menangis. Andi sangat ingin
menolongnya, tapi di lain hal ia takut untuk barhadapan dengan Indra cs karena
ia adalah anak kepala sekolah dan guru-guru tak ada yang berani menegurnya.
"Hei kalian! jangan ganggu dia" secara
spontan kata-kata itu meluncur deras dari mulut Andi, tubuhnya bergetar dan
berkeringat dingin karenanya.
"Apa katamu?" balas Indra yang tak
senang aksinya di ganggu.
Dengan tergagap-gagap Andi menjawabnya "su su
… sudahlah, jangan diganggu lagi, kasihan kan dia hampir nangis tuh",
"kalau dia nangis emangnya kenapa? kamu
nggak suka? atau jangan-jangan kamu suka sama dia hah!!!" Bentak Indra
dengan pandangan menyerupai singa yang siap menerkam mangsanya.
"Eh ng eng enggak koq, kaliankan laki-laki masa
ganggu anak perempuan", jawab andi mencoba membela diri",
"oh ,jadi kamu nantang kami?" kata
Indra seraya mengepalkan tangannya.
"Hajar aja In” teriak salah seorang teman
Indra,
"iya, hajar aja biar dia tau siapa
kita" hasut temannya yang lain.
"Sial, dapat masalah lagi nih, ah sudahlah, inikan
sudah sering ku alami, bukan sekali dua kali" pikirnya sambil menahan
pukulan dari Indra cs.
"Ri, lari !!!" teriak Andi pada Nayri,
Nayri pun lari dan jadilah hari itu ia dikeroyok Indra cs.
***
"Aduh,pelan-pelan bu" erang Andi sambil
meringis saat ibu membersihkan luka-lukanya. "Kamu itu kenapa kok bisa
babak belur kayak ini?" tanya ibu.
"Tadi ada teman ku yang diisengin, niatnya
sih cuma mau nolong tapi ga' taunya jadi kayak gini" jawab Andi sambil
tersenyum.
"Eh kok senyum-senyum kamu senang dipukuli?"
kata ibu dengan jengkel.
“Enggak kok bu, akukan sudah biasa dapat masalah,
biasa aja kok bu" sahutnya lagi.
Ibu hanya terdiam, nampak wajah ibu perlahan
berubah jadi sedih.
"Bu, ibu tidak apa-apakan?" Tanya Andi
dengan mimik serius.
"Tidak, ibu tidak apa-apa, setelah ini kamu
antarkan kue-kue ke tempat Pak Ujang" jawab ibu sambil berlalu
meninggalkan Andi yang masih duduk di tempatnya.
***
Setelah mengantar kue, Andi selalu ke lapangan, di
sana banyak anak-anak yang bermain, tapi ia lebih suka menyendiri di sebuah
tempat yang banyak di tumbuhi rerumputan dan bunga-bunga yang indah, sebuah
sungai pun hadir di dekat lapangan tersebut dengan air bening yang dapat
memantulkan keindahan langit serta nyanyian aliran air yang dapat menyejukan
hati. Di sanalah ia di duduk dan tidur-tiduran sambil menatap langit.
"Andai aku awan yang terbang bebas di langit,
apa aku akan selalu dapat masalah seperti ini?" pertanyaan yang selalu
muncul dibenaknya. Di tempat ini pula ia melepaskan semua kesedihan, tempat
yang membuatnya merasa berada didekat ayah yang sudah pergi meningggalkan
mereka semua. Dulu ayah sering mengajak ia dan adiknya bermain di sini, memancing
di sungai itu. Kadang ia hanya diam dan termenung sambil menatap langit. "Ayah,
andai kau masih bersama kami, tentu kami tak akan susah seperti ini"
***
"Ndi, sebentar lagi kamu akan masuk SMA dan
adikmu masuk SMP pula, ibu tidak punya uang yang cukup untuk kalian berdua,
jadi ibu harap kamu bisa berhemat dulu untuk saat ini" kata ibu.
"Tidak apa-apa bu, tabungan ku cukup kok, jadi
tinggal mencari uang untuk Rio"
Ibu hanya diam, ada rasa bangga bercampur sedih
dihatinya terhadap putra sulungnya yang mau bersusah payah untuk tetap sekolah
demi memperoleh pendidikan yang layak.
"Bu, aku tidur ya" lalu Andi melangkah
menuju kamarnya.
"kasihan kamu nak, sudah harus merasakan
pahitnya dunia sebelum waktunya, semoga kalian tegar anak-anakku" ucap ibu,
air mata jatuh dari wajah tuanya.
***
Di suatu hari yang cerah, Randi datang ke rumah
Andi dengan wajah ceria karena sakitnya telah berakhir.
“wah, sudah sembuh nih, udah bisa jalan sejauh
ini ke rumahku” ucap Andi menyambut kedatangan Randi dengan suka cita,
"Iya donk, nggak liat nih udah bisa senyum
dan ketawa lagi”
“hahaha … “ keduanya tertawa seperti biasa yang
mereka lakukan.
“ mmm, Ndi, sebenarnya ada sesuatu yang mau aku
omongin sama kamu” tampak wajah Randi berubah serius.
"Pindah! pindah kemana?" dengan sedikit
terkejut Andi mencoba meneruskan pembicaraan, tapi suasana yang tadi ceria kini
berubah hening, kaku.
"aku pindah ke Jakarta, ayahku pindah tugas
ke sana" Randi menjawab dengan santai, sedikit berusaha mencairkan suasana
yang kaku tersebut. Andi terdiam, kini yang terbayang adalah kehilangan,
kehilangan teman baik yang entah akan ada lagi atau tidak, hal yang tak akan
dapat dibeli dengan uang sekalipun.
"Ya udahlah, kamu hati-hati di sana ,jangan
lupakan tempat ini” balas Andi datar.
"Iya, ini Ndi ada sesuatu dari orang tuaku
untukmu" sambil memberikan sesuatu pada Andi.
Dengan ragu ia terima pemberian itu. “Tapi Ran,
tak ada yang bisa aku berikan padamu”.
"Tak apa, kamu sudah mau menerima
pemberianku saja itu sudah menjadi pemberian yang terbaik bagiku” ucapnya polos
dengan senyum membahana yang tak hilang dari wajahnya. Itulah Randi, orang yang
bisa membuat suasana jadi lebih baik.
"Selamat jalan kawan, semoga kau sukses di
tanah orang".
“hmmm, kau jangan merindukanku ya, nanti kau
bakal susah tidur”
Ha ha ha... lalu kami tertawa lagi. Itulah
pertemuan terakhir mereka berdua, dua sahabat yang tak akan lekang oleh waktu
yang tak berperasaan.
***
"Sial, kenapa harus dikejar anjing sih”,
keluh Andi sambil berlari dengan anjing yang terus memburunya. Tak berapa jauh,
Bruk! Andi menabrak sesuatu dan tersungkur menindih apa yang ia tabrak
tersebut. Wajahnya memerah saat ia sadar apa yang ia tindih, seorang gadis
cantik, sontak Andi langsung melompat dari gadis tersebut.
"Ma, maaf, a a aku nggak sengaja" Andi
berusaha membantu gadis itu berdiri.
"Kamu nggak apa- apa kan?”
"Iya nggak apa-apa, tongkatku, mana
tongkatku?” ujar gadis tersebut seperti orang kebingungan mencoba mencari
sesuatu dengan meraba-raba sekitarnya.
"Tongkat? astaga, ternyata dia buta" pekik
Andi dalam hati sambil mengambilkan tongkatnya.
"Kamu pulang kemana, boleh ku antar?" Andi
menawarkan bantuan sekaligus menebus rasa bersalahnya pada gadis tersebut.
"Hm... boleh ,tapi kata ibu rumahku itu
rumah yang paling besar di sini, rumah Pak Hasan" jawabnya.
Akhirnya Andi mengantarkan gadis itu pulang
kerumahnya, tapi anjing yang tadi mengejarnya hilang entah kemana.
Riani, nama anak perempuan itu. Dia anak yang
baik dan ramah. Orangtunya pun sangat baik pada Andi, Riani adalah anak
satu-satunya dan dia sudah buta sejak lahir.
"Dia anak yang baik, kaya juga cantik. Tapi,
dia buta, memang tidak ada yang sempurna di dunia ini" Ucap Andi pelan
sambil merenungi hidupnya.
"Kenapa selama ini aku selalu menyesali
hidupku? padahal di luar sana masih banyak orang yang lebih susah dan menderita
dariku" Aku memang tidak pernah bersyukur pada-Mu Tuhan, mulai sekarang
aku akan menatap masa depan dengan lebih baik, aku tidak akan hidup dimasa lalu
lagi" Itulah awal kembalinya semangat Andi yang membuatnya mau menatap
masa depan dengan lebih pasti.
Andi memulai hari dengan semangat baru, rasa
kecewa dan malas yang selama ini selalu menggantung telah ia tanggalkan dari
hidupnya. Kini yang ada adalah Andi yang penuh semangat dan haus akan hal-hal
baru. Kelulusan pun makin dekat, Andipun belajar dengan rajin agar bisa lulus
dengan baik dan membuat ibu senang. Ia ingin masuk SMA unggulan setelah ini dan
jadi orang sukses. Sukses menjadi kata-kata pedoman baginya saat ini. Selama
persiapan UN Andi tak bisa bermain ke rumah Riani dan ia pun sudah tau hal itu.
***
Setelah UN selesai Andi menemani Riani
jalan-jalan ke lapangan biasa ia bermain,
"enak ya Ndi kamu bisa melihat semua
keindahan yang ada didunia ini, burung-burung yang terbang, langit biru,
rerumputan, sungai yang mengalir " kata Riani membuka pembicaraan.
"Iya, aku juga ingin kamu bisa melihat semua
ini Ri".
“Sebentar lagi aku juga bisa melihat koq" kata
Riani lagi.
"Eh, serius Ri?".
"Iya, aku akan operasi mata dan jika
berhasil, aku juga bisa melihat apa yang kamu lihat, semua keindahan ini pun
bisa ku lihat Ndi". Terlihat kegembiraan terpancar diwajahnya.
"Semoga operasi kamu berhasil ya Ri" Andi
menyemangati Riani sembari memberinya sebuah cincin.
"Apa ini Dit?" tanya Riani bingung.
"Ini cincin pemberian ayahku, aku ingin kamu
yang memakai cincin ini sekarang".
"Tapi ...
belum sempat ia berbicara Andi sudah memakaikan
cincin itu di jarinya.
"Terima kasih ya Ndi",
"Ri, besok pengumuman UN dan jika lulus aku
akan sekolah di tempat lain yang jauh. Di sana sekolahnya sangat bagus. Setelah
tamat dari sana aku bisa jadi orang sukses dan membuat ibu bangga padaku. Mungkin
kita tidak akan bisa bertemu lagi selama aku di sana".
"Jadi kita tidak akan bertemu lagi Ndi"
tanya Riani dengan lembut.
"Entahlah, tapi aku akan pulang dan bertemu
denganmu sesekali Ri".
"Tapi aku masih bisa melihatmu selesai
operasikan, kita masih bisa ketemu setelah aku selesai operasi nanti kan?"
kata Riani dengan suara tertahan dan airmata yang jatuh di wajah lembutnya.
"Bisa Ri, aku janji!" Andi berusaha
meyakinkannya dan kemudian mengajaknya
pulang.
***
"Dit, bangun! shalat dulu sana! sekalian
ajak adikmu, setelah itu sarapan bersama ya" kata ibu membangunkan Andi. Segera
ia membangunkan Rio dan diajak shalat subuh berjama'ah dan dilanjutkan dengan
sarapan. Kemudian Andi dan Ibunya pergi ke sekolah untuk melihat pengumuman
kelulusan. Saat pengumuman para orang tua dan wali yang mengambil hasilnya,
Andi dan teman-temannya yang lain menunggu di luar dengan berdebar-debar. Tidak
berapa lama para orang tua keluar dan dihampiri oleh anaknya masing-masing begitupun
Andi.
"Bagaimana bu?".
"Ini Dit kamu lulus dengan nilai terbaik
nak, kamu lihat sendiri ya. Ibu mau pulang, perut ibu sakit dan sekalian nanti
kamu ambilkan juga punya adikmu" kata ibu seraya berlalu dari hadapanku
sambil memegangi perutnya.
Dengan perasaan gembira bercampur haru Andi
menuju sekolah Rio, tampak Rio sedang
sendirian menunggu kedatangan Ibunya.
"Sudah mulai belum" Tanya Andi medekati
adiknya tersebut
"bentar lagi, tapi kok kakak yang datang bukan
ibu" jawab Rio dengan sedikit kaget melihat kedatangan kakaknya.
"Ibu sedang ada urusan" balas Andi
singkat. Cukup lama Andi menunggu pengumuman hasil kelulusan tersebut. Tibalah
waktu pembagiannya, Rio lulus dengan nilai yang cukup memuaskan. Andi langsung
memberitahunya
"pintar kamu ya" Andi memuji Rio sambil
mengacak-acak rambut Rio.
"Iyalah" katanya dengan sedikit
sombong.
Kemudian mereka menunggu kendaraan untuk pulang.
Tiba-tiba Andi melihat anak kecil menyeberang dan tidak jauh darinya ada mobil
avanza dengan kecepatan tinggi, tak ada tanda-tanda avanza tersebut mengurangi
kecepatannya.
"Awaaas!!! Andi berlari menuju anak tersebut
tanpa peduli dengan keadaan.
Brak!!! seiring dengan bunyi yang sangat keras
itu, Andi terkapar di jalan. Pandangannya mulai kabur.
”Kak, kakak tidak apa-apakan?” jerit Rio sambil
menangis.
”Badan, uhk huk… badan ku tidak bisa bergerak, Rio,
kakak tidak bisa…” mulut Andi bungkam, tak bisa berkata-kata lagi.
”Tuhan, apa kau akan memanggilku sekarang? Ibu, maaf
aku tidak bisa membahagiakanmu. Riani, maaf juga karena aku tidak bisa melihatmu sembuh. Rio, maaf ya, kakak tidak
bisa memberimu apa-apa. Ayah, aku akan menuju tempat mu sekarang…”
Di dalam hati Andi terus berbicara tiada henti,
orang-orang mulai mengelilinginya. Lalu, gelap, semuanya jadi gelap.
***
Terlihat beberapa orang berada di pemakaman umum.
Di sana ada Riani dan keluarganya serta Rio dan ibunya.
”Ndi, kamu terlalu cepat pergi tanpa sempat aku
melihatmu” kata Riani terisak.
”Aku sembuh Ndi, aku bisa melihat keindahan dunia
yang dulu kamu lihat tapi, aku ingin melihat semua keindahan ini bersamamu. Terima
kasih Ndi, karena kamu aku jadi punya semangat untuk hidupku, terima kasih” kata
Riani yang tak lagi mampu menahan airmata yang mengalir lembut diwajahnya.
”Ndi, jika ini memang takdir yang harus terjadi, ibu
relakan kamu nak” ibu menangis sambil memeluk Rio. Setelah berdo’a mereka pergi
dari sana. Andi memang telah meninggal, namun dia akan tetap hidup bagi orang-orang
terdekatnya, termasuk Riani. Andi telah meninggalkan kesan yang mendalam bagi
perempuan nan jelita itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar