Hai, kau rindu yang bersembunyi dalam
pekatnya malam, bolehkah aku menatapmu, duduk dan bercerita ?
Banyak yang ingin kuceritakan, tentang
rindu yang mulai hilang, perlahan … Tentang janji yang mulai teringkari.
Salahkah aku pergi bersama yang lain ketika
dia tak lagi menatapku? Salahkah jika janji itu mulai teringkari ketika hanya
aku yang menjaganya,
sendiri …
Dengarkanlah kisah tentang cinta masa lalu,
membongkar kembali lembaran-lembaran terlupakan.
Dari manakah harus memulai ? akupun tak tau
pasti kapan kisah ini di mulai
Melalui sebuah sapaan kecil di tahun kedua,
menjalar pada pesan-pesan singkat yang tak rutin. Hebohnya perhelatan sepak
bola asia, keakraban kita.
Aku tak pernah tahu kenapa aku menyukaimu.
Akupun tak pernah mempertanyakannya, hanya membiarkannya mengalir dan menikmati
setiap sensasi yang di timbulkannya. Mendebarkan …
Aku tak akan lupa malam itu, malam besar
yang menyatukan kita, malam indah yang pernah kulalui.
Ingatkah hari-hari pertama kita bersama?
Konyol, kita saling menghindar, diam satu sama lain, lucu. Tapi, menyenangkan.
Aku masih ingat saat pertama kita berjalan
beriringan, saat setelah hari-hari melelahkan karena kediaman kita berlalu.
Yah, hal seperti itu, mungkin kau telah melupakannya sekarang.
Maishkah kau ingat ? di suatu sore, kita
berdua. Ketika kau menari di hadapanku, berputar seperti ballerina. Aku hanya
diam, menatap penuh heran, tak peduli. Tapi, aku senang, hanya tak ingin
menunjukannya.
Sabtu, 26 Februari 2011. Hari yang tak akan
terlupakan, langkah awal untuk sebuah perpisahan. Aku seharusnya tahu, itu
bukan awal perpisahan kita, tapi selang beberapa waktu, kita benar-benar
berpisah.Semua karena kebodohanku, menuruti logika tanpa meminta persetujuan
dari hati hingga akhirnya luka menyelimuti. Hanya gerimis yang menemaniku. Mungkin
karena itulah aku jadi menyukai hujan, dengan hujan aku bisa mengenangmu.
Selasa, 26 April 2011. Hari bahagiamu, ku
titipkan bukti cintaku pada seseorang untukmu. Aku sengaja tak datang hari itu,
aku tak ingin menjadi pengganggu di hari istimewamu. Hanya akan menyakitkan
bagiku berada di sana tanpa bisa bicara denganmu. Andai kau berada di posisiku
saat itu, mungkin kau akan mengerti apa yang aku rasakan …
Waktu terus berlalu dan kita semakin
menjauh. Hari-hari tanpamu sangat membosankan, monoton. Kita berada di bawah
langit yang sama, tapi tidak dengan perasaan yang sama, untuk menegur pun tak mampu.
Ironi, kau berada sangat dekat denganku, tapi sangat jauh.
“FOTO BASS”. Tuhan pernah mencoba
menyatukan kita kembali. Kau kembali peduli, kembali bicara denganku, itu
menyenangkan.Semua yang aku inginkan tentangmu mulai terjadi, tapi entah
mengapa aku tak pernah ingin memilikimu lagi saat itu. Aku yang menginginkanmu,
justru aku yang tak mempedulikanmu. Mungkin karena itulah akhirnya kau
membenciku. Kau tahu, jauh setelah itu aku baru menyadari bahwa rasa cintaku
padamu membuatku takut untuk memilikimu, takut akan melukaimu hingga akhirnya
cinta ini tak berharap untuk memiliki, cukup untuk melihat kau tetap tersenyum.
Setelah itu, kita benar-benar tak lagi
saling bicara. Aku berusaha untuk bersikap biasa, seolah tak ada apa-apa.
Menyimpan getir itu sendiri, kadang aku berharap kau tahu apa yang aku rasakan.
Tapi percuma, harapan tetaplah harapan, pada akhirnya sendiri membuatku merasa
nyaman.
“SUCKSEED”. Terakhir kita saling bicara,
terjadi tanpa rencana, mungkin kau masih ingat peristiwa itu. Saat kau tengah
menonton film sendirian, entah kenapa aku tiba-tiba duduk di sampingmu,
bertanya ini itu tak penting. Kau pasti terkejut saat itu, aku bisa melihatnya
dari matamu, aku pergi, agar kau tak merasa risih …
Perpisahan …
Bahkan hingga saat itu kita tak lagi saling
bicara, tak ada sepatah kata pun untuk sebuah perpisahan. Aku pergi dengan
membawa cintaku, tetap saja, sendiri …
Hampir dua tahun sudah sejak kita berpisah.
Aku mulai mengerti tentang cinta yang tak harus memiliki. Akupun mulai mengerti
bahwa kau tak pernah mengharapkanku. Ada saatnya untuk melepaskan apa yang
sangat kita sayangi melepaskan hal yang tak akan pernah kembali. Pada akhirnya
waktulah yang akan menjawab semuanya, cepat atau lambat.
Mungkin sampai saat ini kau tetap tak akan
peduli padaku, bagiku itu tak masalah. Aku tak akan pernah membencimu apapun
yang telah terjadi di masa lalu. Aku berterimakasih padamu telah mengajarkan
banyak hal. Aku mengerti tentang cinta yang tak harus memiliki, ketulusan di
dalamnya, bukan hanya kata dalam kepasrahan, tapi wujud konkrit yang
sesungguhnya, yah aku menikmatinya, menikmati setiap percikan rindu yang tak
tersampaikan menyentuh langit-langit hatimu.
Aku hanya berharap suatu saat nanti kita
bisa kembali saling bicara seperti dulu, seperti awal kita kenal. tertawa
bersama, sahabat …
Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, seperti itulah cintaku padamu ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar