Kata-katamu manis memikat hati,
terdengar syahdu ditelingaku.
Seperti nyanyian dipagi hari, menenangkan.
Kau
pandai merayu dengan kata-kata,
meniupkan angin segar membasuh lelahku,
menghibur hati dengan harapan-harapan.
Kau pandai bercerita, menghapus luka
lama,
menumbuhkan harapan baru ketika hatiku telah tersakiti oleh yang
sudah-sudah,
mengukir janji-janji emas bersama.
Ah,
romantisme masa lalu,
aku yang terlalu rajin mengingat atau kau yang terlalu
cepat melupakan?
Kini aku
kecewa, kau khianati hati ini.
Kau memang begitu rupanya.
Kau tebar ribuan
janji pada setiap hati, pada semua,
ah memang itulah dirimu.
Ah,,, tak tulus
dirimu, ada udang dibalik batu rupanya.
Aku
terluka lagi dan ribuan hati lainnya.
Ah janjimu palsu, sepalsu diskon pada
mall-mall.
Sepalsu umpan pada pancing-pancing nelayan,
sepalsu
sandiwara-sandiwara pada operet,
sepalsu kisah-kisah romantis dalam dongeng,
tapi mereka tetap lebih baik.
Ah, kini
udangmu sudah keluar, kekuasaan rupanya inginmu.
Manis dudukmu kini.
Oh, asyik
kau berjalan-jalan rupanya.
Asyik pula kau preteli satu persatu harta negara.
Aduh, aku tak tahan. Hebat benar tingkahmu, semakin menjadi-jadi rupanya.
Hei,
tidak lihat ya ribuan hati menangis di sana-sini,
kau tetap saja asyik dengan
proyekmu,
berfoya-foya pada harta negara.
Ah, kau memang pengkhianat,
memang
penjilat,
memang penjahat dengan topeng-topeng agama,
dengan topeng-topeng
iman,
dengan topeng-topeng kepolosan,
dengan topeng-topeng cinta kasih,
sungguh
kau aktor yang hebat, semua tertipu, semua terkecoh.
Kau memang hebat atau kami yang bodoh.
Ah,
kalau cuma aku yang kau kecewakan, tak apa, tapi kenapa mesti semua?
Ah,
memang begitulah dirimu,
kami ini hanya alat pemuas saja rupanya,
antara ada
dan tiada saja kami ini,
ada saat kau butuh, tiada saat inginmu telah tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar