The People
Hutan Kota, Minggu, Pukul 5.30 WIB
Pagi yang tidak terlalu gelap itu,
Hutan Kota telah ramai oleh remaja-remaja tanggung yang hendak menyaksikan salah
satu duel terbaik tahun ini. Duel besar beda generasi, namun akan sangat
membara. Berduyun-duyun manusia datang satu per satu atau kelompok demi
kelompok. Tidak hanya anak SMA, anak SMP pun turut meramaikan duel itu. Duel
pergantian generasi ini juga dihadiri oleh orang-orang kuat baik yang akan
habis masa atau yang akan segera mengambil alih kedudukan suatu era, sangat
ramai hingga akan sangat mudah memicu tawuran antar geng. Namun demikian,
pertarungan semacam ini tak pernah berakhir dengan tawuran, “Di Kota Ini” telah
ada semacam perjanjian tak tertulis yang telah dipahami bersama bahwa setiap
ada duel maka jangan sampai ada keributan karena sanksi yang menimpa adalah
bagi kelompok yang menjadi pemicu akan dimusuhi oleh seluruh kota. Entahlah,
namun yang demikian pernah terjadi sehingga tak ada yang berani melanggarnya.
“Aku tidak menyangka, di pagi yang
indah untuk tidur ini kau memaksaku untuk keluar Ndra” gumam Adi yang tengah
mengikuti langkah cepat Andra. Andra memaksa untuk menginap di rumah Adi
kemarin. Andra ternyata penasaran dengan duel ARG dan Ryo Anggara, dan karena
rumah Adi hanya berjarak setengah jam perjalanan dengan berjalan kaki dari
Hutan Kota, maka jadilah rumah Adi tempat persinggahan Andra. Adi sendiri masih
tak tahu kemana tujuan mereka, ia hanya terpaksa mengikuti Andra yang katanya
ingin joging. Ketika akan sampai di Hutan Kota, Adi terhenti, dari kejauhan ia
lihat ramai-ramai anak-anak SMA. “Kau lihat kan Di? Itu tujuan kita”. Seraya
Andra menambah cepat langkahnya. “Oi pelan dikit napa!” seru Adi sambil berlari
mengejar Andra.
Sesampainya di Hutan Kota mereka telah
melihat puluhan remaja tanggung menatap ke satu tempat, tempat dimana ARG telah
duduk menanti Ryo Anggara yang belum hadir saat itu. “Di, ayo kita cari tempat
yang cukup tinggi biar bisa melihat semuanya dengan jelas”. “Tempat tinggi?”
tanya Adi. “Iya di”. “Pohon yang tinggi”. Mendengar jawaban itu dengan
mengerinyitkan dahi Andra menatap Adi “Hmmm ... Ide mu boleh juga”. Selang
beberapa saat mereka telah asik menatap sekeliling dari sebuah pohon yang cukup
tinggi. “Posisi yang bagus kan Di?”. “Lumayan, tapi ini ada apa?”. “Ada pertarungan
besar Di”. Seru Andra bersemangat. “Kau lihat orang yang tengah berdiri
ditengah-tengah itu?”. Adi menatap ke arah telunjuk Andra. “Dia itu Ari Rahman
Gunaryo, calon ketua baru dari geng motor terbesar “Kota Ini” akan bertarung
dengan Ryo Anggara, ketua-nya sendiri yang akan pensiun”. “Ryo Anggara?. “Iya,
Ryo Anggara, kenapa, kau kenal?”. “Ah tidak Ndra”. “Ramai sekali ya, jadi ingat
masa lalu” sahut Adi tanpa sadar. “Iya, eh kau ngomong apa barusan Di?”.
“Enggak, nggak ada. Eh ada yang datang Ndra!”. “Ryo datang!”.
Ryo Anggara datang. Ia melangkah
pasti menuju “panggung” tempat dia akan beraksi. Suasana hening, aura dan
wibawa seorang ketua meliputi suasana sekitarnya. “Kau datang, ketua”. Sahut
ARG. “Tidak usah basa basi Ri, kita langsung saja”. “Sebentar deh, kalian
jangan terlalu bernafsu” seseorang muncul dari tengah kerumunan. “Sebuah duel
harus ada wasitnya, dan wasit mesti dari pihak netral kan? Bagaimana menurut
kalian semua penonton?” seru orang itu. Semua orang berteriak mengiyakan.
“Boleh juga Ndan, bagaimana menurutmu Ri?. “Baiklah ketua, itu tidak masalah”.
“Bagus kalau begitu, aku Hamdan Dullah akan memimpin duel ini”. Hamdan mencoba
menjadi saksi dari era-nya yang akan berakhir. “Baiklah, siap, mulai!!!”. Batas
telah dilepaskan, duel telah dimulaikan. “Jangan menahan diri ketua”. “Kau juga
Ri”. Dan keduanya mulai saling serang satu sama lain. Pukulan demi pukulan
telah beberapa kali dilayangkan, silih berganti menyentuh sasaran dan tak
sedikit pula yang hanya menyentuh angin.
“Dari sekian banyak manusia di tempat
ini, ternyata ada dua ekor monyet yang ikut nonton ya?” sebuah suara yang tak
asing mengusik kesenangan Adi dan Andra. Dengan kesal Andra yang terbawa suasana
panas menghardik suara itu “Bacot oi!”. Dan seketika itu juga Andra justru
kaget bercampur takut ketika suara itu adalah suara Adri. “Eh, Adri, ha ha hai
Dri”. Andra melunak. “Oi Dri, naik yok, ada tempat kosong nih”. Tanpa menunggu
jawaban Adri telah naik dan ikut menikmati pertarungan dari ketinggian. Sebuah
pukulan keras mendarat di wajah ARG, pukulan yang amat keras. ARG roboh, ia
terlentang dengan nafas tersengal. Duel telah berjalan sekitar 10 menit, dan
ARG akhirnya terkena pukulan keras. Penonton riuh dan suasana bertambah panas,
ARG kembali berdiri, ia menyeka darah diwajahnya. Dan suara penonton bertambah
riuh lagi, dan lagi.
“Hei Dri, mumpung kau disini, aku
akan memberimu info soal orang-orang kuat yang akan memulai era baru, mereka
semua berkumpul disini lo”. Seperti biasa, Andra muncul dengan
informasi-informasi dunia hitamnya. “Heh, sepertinya menarik, tunjukkan Ndra”. Adi
hanya geleng-geleng kepala, cuma ini yang membuat dia bersemangat ternyata
gumam Adi. “Dengarkan dan ingat baik-baik Dri:
Saat itu hutan kota amat ramai, yang
datang tak sekedar orang-orang biasa. Banyak anak-anak yang tergolong kuat di
generasi mereka yang ikut menonton duel tersebut. Hampir semua sosok potensial
dari “Kota Ini” hadir menyaksikan duel, hampir semua dari sudut kota mereka
berdatangan. “Kota Ini” terdiri dari sembilan SMA Negeri, dua STM dan satu SMA
Swasta, artinya ada 12 kekuatan dan kekuasaan di “Kota Ini”, itu belum termasuk
dengan geng-geng yang dibentuk bukan karena latar belakang pendidikan seperti
Sevenars, Black City, dan banyak lagi geng yang tidak diketahui. Kali ini, aku
hanya akan menjelaskan orang-orang kuat yang aku kenal saja, susah untuk
menunjukkan siapa mereka karena mereka tidak memakai seragam sekolah. Oke, kita
mulai, pertama-tama dari Sevenars, ARG adalah ketua mereka setelah ini tidak
peduli kalah atau menang dia dalam duel ini.”