Kemunculan
Sekolah ku, SMA 4 adalah salah satu
sekolah besar di Kota ini. Aku hanya akan menyebutkan kota ini dengan “Kota Ini”,
itu saja. Aku menyebutnya ‘kota ini’ karena sebenarnya tempat ini bukanlah
kota, hanya sebuah kabupaten dengan wilayah yang luas dan sedang dalam tahap
berkembang. Sekolah ku ini berada di salah satu kecamatannya, namun kisah ini
terjadi lebih di satu kecamatan.
SMA 4, bukan sekolah favorit tapi
banyak yang ingin masuk ke sini. Sekolah yang memiliki keseimbangan antara akademik,
non akademik, dan kenakalannya. Sekolah yang saat ini aku, Andra dan Adri masuki.
Kenakalan remaja, merupakan salah satu hal yang biasa di kota ini, perkelahian,
mabuk-mabukan,merokok, minggat dari sekolah, itu hanya segelintir dari kisah
gelap kota ini. Bagi mereka yang berada atau terlibat dalam kenakalan ini, inilah
sisi lain kota ini, mereka menyebut diri mereka orang-orang dunia hitam kota,
padahal mereka hanya anak-anak nakal yang suka berkelahi.
***
Sedari pagi hiruk-pikuk tentang akan
adanya penyerangan dari SMA 7 ke sekolah kami santer terdengar. Alhasil, yang
cinta damai dan anti kekerasan banyak yang tidak sekolah. Pihak sekolah? Mereka
tidak mempedulikannya, sekolah tetap jalan dan aktivitas belajar mengajar tetap
dilakukan. Murid-murid belajar dengan perasaan yang campur aduk, termasuk aku
dan Andra. Hanya Adri yang nampak tenang, namun tatapan tajamnya sesekali
memperhatikan jendela. Aku tak tahu apa yang ia pikirkan, namun aku merasa dia
cukup senang dengan ini. Berkelahi kan hobinya.
Soal kabar penyerangan, sejatinya
bukan tak ada api pemicunya. Kemarin, sepulang sekolah, salah satu geng sekolah
ini berkelahi dengan seorang pentolan geng besar SMA 7. Anggota geng dari SMA 7
yang bernama Doni Baghdad itu merupakan anggota inti, bisa di bilang semacam
petinggi. Dan kemarin, dia dikeroyok oleh geng anak-anak kelas dua, Geng Red
Star. Dendam jadi pemicu, tapi itu masih kemungkinan.
Dan sekolah masih aman hingga siang
***
Prang,
Kaca kelas ku pecah oleh lemparan
batu saat pelajaran siang. Lemparan-lemparan batu lainnya menyusul. Kelas
panik, semua siswa dan guru yang mengajar merunduk, berlindung. Ketika semua
panik, Adri sambil merunduk berjalan keluar kelas. Aku mencoba mengikuti,
penasaran.
Diluar, pihak sekolah segera
mengunci gerbang sekolah, depan dan belakang. Hanya pagar roboh yang belum
direnovasi tempat aku dan Andra sering keluar saja yang terbuka, namun
posisinya cukup jauh, tak akan terjangkau oleh anak-anak emosi itu. Kepala
sekolah telah menghubungi aparat keamanan, sisanya menginstruksikan kepada
siswa untuk tetap ke dalam kelas. Bisa dibilang, para penyerang itu terhenti di
pintu gerbang dan tembok tinggi sekolah. Satpam? Percayalah, lemparan batu dari
siswa-siswa SMA 7 jauh lebih menakutkan dari mortar saat ini. Satpam menghilang,
menyelamatkan diri, sedangkan lemparan batu masih menyerang silih berganti.
Adri yang menyusup keluar, mengamati
anak-anak dari SMA 7 tersebut. Perlahan ia melangkah, menuju seseorang dan
memanggilnya dengan kode untuk menjauh. Sampai pada sebuah tembok, mereka mulai
berdialog satu sama lain.
“Aku tidak menduga, ternyata seorang
Adri Ramdhan bersekolah di sini”
Suara di balik tembok memulai
pembicaraan.
“Diamlah! Jangan bahas hal yang
tidak penting”
“Kau masih suka emosian ternyata,
kawan lama”
“Kenapa kalian harus menyerang
sekolah? Seingatku, kau tak pernah seperti ini sebelumnya, Dan?. Kau juga
petinggi geng SMA 7 kan?
“Aku juga tak suka cara ini Dri,
tapi orang yang tempo hari di hajar itu adalah teman baik ku”. “Benar dia ikut
geng, tapi dia bukan anak nakal seperti anak-anak Red Star!”.
Hamdan menceritakan kejadian hari
itu. Doni Baghdad yang hari itu pulang dari tempat penitipan barang dagangannya
di hadang oleh anak-anak Red Star, ia di pukuli, dan di palak. Kemudian
ditinggal begitu saja.
Mendengar itu, Adri diam.
“Bawa pulang pasukan mu Dan, urusan
Doni, biar aku yang urus!”
“Wah wah, kalau kau sudah bilang
begitu, aku harus bagaimana lagi?”. “Tapi ingat Dri, yang aku inginkan bukanlah
kau mengahajar mereka dan meninggalkan mereka, bukan!”. Kau mengerti maksudku
kan?”
Sejenak Adri terdiam, memahami
permintaan Hamdan.
“Oke, itu gampang”. “Sekarang
kembalilah, sebelum polisi datang”
“Polisi? Hmmm...
“Baiklah, terima kasih informasinya,
kawan lama”
Hamdan berlalu, meninggalkan Adri.
Sesaat kemudian rombongan anak-anak SMA 7 menghilang. Lima menit berikutnya,
polisi datang, yah mereka memang selalu seperti itu. Keadaan sekolah tidak
rusak parah, hanya beberapa kaca pecah dan beberapa siswa luka karena lemparan
batu maupun percikan kaca. Namun tidak parah, UKS dan PMR sekolah sanggup
menangani para korban.
Aku yang sedari tadi mengamati Adri,
perlahan kembali ke kelas. Ketahuan oleh Adri mengikuti aku rasa bukanlah hal
yang baik.
Sekembalinya ke kelas. Adri nampak
diam saat duduk di bangku, dia tampak sedang memikirkan sesuatu.
“Di, temanmu yang cerewet itu punya
banyak kenalankan?”
Tiba-tiba ia menanyaiku tentang
seseorang yang aku sendiri tak paham maksudnya.
“Teman? Teman yang mana?”
“Anak X.3 itu?”
“Andra?”
“Iya, siapalah namanya?”
“Kenapa?”
“Ada yang ingin aku tanyakan”
“Ya sudah, tanya aja”
“Oke”
Kemudian Adri langsung keluar,
mencari Andra. Karena penasaran, aku mengikutinya, kali ini dengan
terang-terangan.
“Ikut oiii” ...
***
“Ndra, si Adri ada keperluan tuh
sama kamu”
Andra masih sedikit ngeri dengan
Adri dan reputasinya. Andra bukan tanpa alasan merasa ngeri dengan Adri. Andra
yang punya teman diberbagai sekolah sejak SMP telah mengenal banyak cerita
tentang Adri, berandalan jago berkelahi dengan temperamen yang buruk.
“Ap ... apaan?”
Dengan grogi Andra menjawab
pertanyaan-pertanyaan Adri.
“Kau banyak tahu tentang geng-geng
sekolah ini kan, Dra?”
“Hemmm”
Andra mengerinyitkan dahi mendengar
pertanyaan Adri. Tapi bagi Andra itu bukanlah pertanyaan yang sulit. Andra
dengan banyak link yang ia punya, ia mengetahui hampir semua sisi gelap kota
ini, kenakalan remajanya. Hampir semua, namun ada satu yang hilang dari
pengamatannya. Tentang seorang bocah yang sempat mengalahkan pemimpin-pemimpin
anak-anak nakal dari berbagai sekolah saat di SMP dahulu. Sampai hari ini,bocah
itu masih misteri baginya. Jadi, pertanyaan Adri tadi adalah pertanyaan yang
sangat mudah baginya.
“Oke, akan aku ceritakan soal dunia
hitam sekolah ini pada mu, Adri Ramdhan, jadi dengarkan saja! Jika ingin
bertanya, lakukan setelah aku selesai cerita”
Adri mengangguk tanda setuju.
Dan Mulailah Andra bercerita.
SMA N 4, sekolah besar di kota ini.
Banyak peminat, tidak saja dari kalangan anak berprestasi, anak-anak yang ingin
berprestasi di bidang lain juga ingin sekolah disini. Bidang olah raga
misalnya, SMA 4 termasuk sebagai sekolah yang berprestasi setidaknya tingkat
provinsi untuk sepak bola dan basket. Untuk voli dan yang lain, setidaknya
pernah merasakan final tingkat kabupaten. Selain dua bidang tersebut, ada satu
lagi prestasi lain yang cukup menonjol, yaitu dunia hitam kota ini. SMA 4
memiliki anak-anak nakal yang jika berkelahi, bisa di bilang best ten se-kota. Satu atau dua nama
masuk dalam daftar best ten orang
terkuat se-kota ini. Sebut saja dari generasi yang sekarang sudah kelas 3,
Diandra Denis dan Tomi Andika, di generasi mereka, mereka adalah nama yang
bakal bikin anak-anak nakal lainnya keder.
Meski di generasi itu masuk best ten, sekarang sudah generasi lain,
dua orang yang dibicarakan tersebut telah sibuk untuk persiapan Ujian Nasional.
Dari generasi kelas dua, saat ini yang ada cuma sampah, tukang main keroyokan
dan menyerang orang-orang yang tak berdaya. Sama sekali tak menyimpan identitas
keren. Itu bisa terlihat dari apa yang
dilakukan Red Star, mungkin Red Star bukan geng terkuat, tapi mereka merupakan
representasi dari SMA 4 di era yang sekarang. Generasi yang benar-benar buruk,
tak ada berandal keren yang masuk SMA ini di generasi anak kelas dua.
Dan di generasi ini, generasi anak
kelas satu, terbesit harapan kalau generasi ini akan menjadi seperti generasi
Diandra Denis dan Tomi Andika. Bicara kekuatan SMA ini. Kelas tiga di kuasai
oleh Diandra Denis dan Tomi Andika. Kelas dua, Red Star dan satu orang lagi
yang jarang kelihatan. Orang ini selalu beda pandangan dengan Red Star. Sisanya
geng-geng keroco yang merusak identitas elegan SMA 4 di dunia hitam. Kelas
satu, karena baru masuk, geng yang terpantau baru Join to Kill Study (JtoKis).
Geng anak-anak malas dan suka minggat lewat pagar belakang yang bocor itu.
Selebihnya masih individu, seperti loe, Adri Ramdhan dan satu nama lagi. Salah
satu anak kuat dari SMP 2, Randi, nama yang cukup terkenal untuk anak-anak
dunia hitam jaman SMP dulu. Sisanya, masih baru mencari nama atau baru bikin
kelompok masing-masing. Tidak terlalu banyak, toh ini bukan sekolah yang khusus
anak berandalan, ini sekolah umum, jadi pasti memiliki anak-anak nakalnya juga.
Ibarat pohon apel, meski tidak semua, pasti ada buah yang berulat.
“Oke, itu info yang aku tahu soal
anak-anak nakal di sekolah ini, ada lagi yang ingin kau tanyakan?”
“Secara umum, aku mulai paham”.
“Lebih detail, Red Star itu bagaimana?”
“Red Star?”.
Kembali Andra Menjelaskan. Red Star,
geng anak kelas dua yang terdiri dari lima orang yang merupakan kawan-kawan
sejak SMP. Ketuanya Anwar Faisal, yang lain ada Riko “Udin” Jati, Rudi
Aminudin, Choki Rahadian dan Joko Kamal. Mereka hanya berlima dan tidak pernah
berniat menambah anggota. Hobinya me-malak anak-anak sekolah sendiri maupun
sekolah lain. Khusus untuk anak sekolah sendiri, mereka hanya memalak anak-anak
yang menyebalkan menurut mereka. Sering berkelahi dengan anak-anak sekolah
lain, kadang one on one, kadang one lawan banyak, keroyokan.
“Hmmm, hanya berlima, tapi berani
mengganggu anak SMA 7 yang geng-geng-nya sudah terorganisir dan berada dalam
satu komando?”. “Bodoh sekali mereka”.
Gumam Adri sendirian. Ia masih terus
memikirkan perkataan Hamdan saat penyerangan tadi.
“Oke, infonya sudah cukup”. “aku
pergi dulu, thanks Ndra”
“eh,,, iya, sama-sama”
Adri bergegas pergi meninggalkan
kami. Efek dari serangan tadi siang, kelas bubar dan sekolah memulangkan siswa
lebih cepat.
Bersambung
...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar