Meet
Pagi
itu hujan amat lebat. Suasana sekolah yang mestinya ramai, menjadi amat sepi
dan hanya satu dua anak yang baru terlihat ketika jam telah menunjukkan pukul
07.30 WIB. Hujan telah mengguyur “kota ini” sejak subuh, sempat berhenti
beberapa saat, namun kembali lebat dan terus seperti itu hingga saat ini. Adi
yang rumahnya tidak terlalu jauh dari sekolah berhasil memanfaatkan momen jeda
hujan untuk berangkat ke sekolah dengan sepeda barunya, sepeda pemberian
ibunya. Hujan membuat sepeda baru Adi terlihat tak lagi baru.
Hujan
lebat yang terus mengguyur membuat kegiatan belajar mengajar menjadi tidak
seperti biasanya. Guru-guru pun belum banyak yang datang. Hujan yang lebat dan
suasana yang lengang membuat Adi lebih memilih untuk berdiri diluar kelas. Ia
menyandarkan punggungnya pada dinding kelas sambil memandangi hujan yang turun.
Tatapannya memandang kosong ke depan, menghanyutkan perasaannya hingga jauh.
“Pagi
Adi”
Lamunan
Adi tiba-tiba saja dikejutkan oleh kehadiran seseorang, seorang anak perempuan
manis dengan kaca mata yang membingkai matanya. Ia menyapa Adi, pandangan mata
dan senyum yang dilihat Adi membuatnya terdiam. Perempuan itu tetap berjalan
menuju kelasnya dengan senyum yang kian indah, dan Adi hanya melepasnya dengan
tatapan. Sementara mata tak kunjung usai memandangi anak perempuan itu, dilain
tempat, jantung Adi bergetar keras, seakan menggedor-gedor dinding kulitnya.
“Hei,
liatin apa kau?”
Kali
ini suara lain memecahkan tatapan terpana Adi yang belum lagi selesai, suara
yang tidak asing baginya. Adi menoleh, dan nyatalah bahwa itu adalah Andra dan
seorang perempuan disampingnya yang tak lain adalah Ery. Adi heran melihat
Andra dan Ery berjalan bersama, yang membuatnya lebih heran adalah mereka
sepayung berdua.
“Liatin
apa kau Di? Hmmm, aku liat looo”
“Bukan apa-apa, kenapa kalian bisa satu
payung berdua?”. “Ndra, itu payung Ery kan? Kau pasti memaksa Ery untuk nebeng,
iya kan?
“Jangan mengalihkan fokus Di, siapa
cewek tadi? Kelihatannya manis juga, ayo siapaaa?”
Ery
hanya tertawa melihat Adi dan Andra saling mengejek.
“Itu
payung Andra kok Di, aku yang nebeng, soalnya aku gak bawa payung”.
Ery
menjelaskan kebenarannya. Adi jadi terdiam, hanya “oh” yang terucap dari
bibirnya.
“Menang
banyak kau yaaa, Andra”.
“Hhahaha, kau belum jawab pertanyaanku
Adi Satryo, siapa cewek tadi? Jangan nge-les mulu”.
“Bukan siapa-siapa, aku juga tidak
tahu, tapi dia tadi masuk ke kelas X.4”. Adi menjawab sekenanya.
“Tapi
dia tahu namaku”.
“Mungkin
dia fans-mu Di”.
Kali ini Ery menimpali sambil tersenyum bersama Andra, senyum
mengejek maksudnya. Ery dan Adri tertawa melihat ekspresi bodoh Adri karena
ternyata mereka melihat semua peristiwa Adi disapa oleh anak perempuan siswa
X.4 itu.
“Permisi
nona manis, kau menghalangi jalan kakanda”
Tiba-tiba
saja suara seorang laki-laki memecah cerita kami. Seorang laki-laki dengan
rambut keriting yang elegan dan cocok dengan wajahnya. Dia memegang bunga
ditangannya, dan sapaannya ternyata ditujukan kepada Ery yang berdiri tepat
dijalan tempat laki-laki itu lewat. Senyum lebar terukir dari wajah cerianya.
“eeeeh,
maaf maaf”. Ery segera menyingkir dari posisi ia berdiri, menepi ke dinding.
“Santai saja nona, kakanda tak akan marah pada gadis cantik”.
Begitulah kata
terakhir yang lontarkannya pada Ery sambil ia terus berjalan sembari mengangkat
tangannya yang menggenggam bunga sebagai tanda salam perpisahan. Andra yang
melihat pria dengan rambut kriting elegan tersebut cukup terkejut, karena ia
tahu pasti siapa orang itu.
“Ngapain
bengong Ndra liatin laki-laki tadi?”. “Kau nggak jatuh cinta sama dia kan?”
Kali
ini Adi yang coba mengejek Andra. Dan Andra, dia justru menatap Adi, sambil
menghirup napas dan menenangkan diri atas keterkejutannya akan sosok tadi, dia
mengambil posisi jongkok sembari mengajak Adi dan Ery untuk juga duduk jongkok.
“Ngapain
kalian berdiri terus, capek oi, mending duduk”. “Aku akan ksih tahu soal
laki-laki tadi, jadi semuanya duduk ya”. Ujar Andra lagi. Aku dan Ery akhirnya
ikut saja.
“Siapa
orang tadi Ndra?”. Ery memulai pertanyaannya.
Ery yang merasa paling ingin tahu
dengan laki-laki tadi sebab selain masih terkejut, ia juga belum pernah dipuji
oleh laki-laki asing meskipun hanya sekedar bercanda.
“Ry,
Di, yang tadi itu senior kita, dia anak kelas dua IPS, namanya Adrian Arainan.
Dia itu terkenal sebagai si mesum yang suka mengoleksi film-film dewasa. Suka
mengejar-ngejar cewek, pacarnya banyak, disetiap sekolah ada minimal satu. Dia
itu, laki-laki yang tidak boleh dicontoh! Karena dia bisa mendapatkan banyak
cewek, sedangkan aku satupun tidak.” Andra menceritakan tentang Adrian dengan
berapi-api dan rasa iri yang terlihat jelas.
“Kau
iri ya Ndra?” celetuk Ery
Andra
menoleh ke arah Ery, “tidak!” “Aku tidak suka dengan orang seperti itu”
“Jangan
cari alasan, kau pasti iri padanya kan?” Adi menambahkan pernyataan Ery. Andra
melenguh kesal.
“Terserahlah”
Kemudian
Andra berdiri. Baru akan berdiri, Andra kembali duduk. Kali ini ia menundukkan
wajahnya. Adi merasa heran dengan hal tersebut dan mecoba berdiri. Tampak
olehnya seseorang baru saja datang, seseorang yang tak asing dengan jaket anti
hujannya yakni Adri.
“Hei,
Dri, datang juga kau ya”.
Adri
membalas dengan menatap, lalu ia tersenyum seperti biasa.
“Tentu,
hari ini sekolah kan?”
“Hehehe,
kau ingin pindah tempat tidur ke sekolah lagi ya?”
Adri
tidak menjawab, ia membuka jaket anti airnya dan melipatnya. Ery yang sedari
tadi duduk, telah berdiri. Ia penasaran dengan Adri yang ia lihat sering tidur
dibawah pohon didekat “surga kami”. Ery memandangi Adri, Adri yang asik
melipat-lipat jaketnya kaget ketika tahu ia dipandangi Ery, ia palingkan
wajahnya ketika itu juga. Tiba-tiba jantungnya berdebar, ini tak biasa buat
Adri.
“Hei,
kamu Adri kan? Aku Ery, temannya Adi dan Andra”. Ery memperkenalkan dirinya
sambil mengulurkan tangannya kearah Adri. Adri yang masih terkejut dan dada
yang berdebar, melihat kearah Ery dengan ragu-ragu. “Aku Adri”, sembari
memandang Ery Adri menjawab pertanyaan dan dengan cepat ia berlalu menuju kelas
tanpa membalas uluran tangan Ery. Ery merasa heran, tapi ia memastikan bahwa Adri
sangat gugup saat itu, bukannya merasa kesal, Ery justru tertawa-tawa sendiri
melihat ekspresi Adri tadi. Ya, Ery memperhatikan setiap detail ekpresi Adri
ketika ia mulai menyapanya hingaa saat Adri berlalu. Ery tersenyum-senyum
sendiri karenanya.
“Aku
tidak menyangka ia akan segugup itu”. Kali ini Adi yang menambahkan.
“Hahaha,
ia benar-benar gugup, bahkan lebih lucu daripada kamu ketika disapa oleh cewek
X.4 tadi Di”. Balas Ery sambil tertawa-tawa.
Adi hanya manyun ketika peristiwa
itu dibahas kembali. Andra yang kembali berdiri hanya heran melihat Ery
tertawa-tawa, sebab ia tak tahu akan peristiwa tadi.
“Di,
aku akan bantu kamu untuk cari tahu siapa nama anak X.4 itu, pasti!”
Adi
terkejut mendengar pernyataan Andra barusan. Meski begitu, ia tak peduli. Hujan
ternyata telah reda, dan guru yang mengajar hari ini juga sudah terlihat oleh
mata sedang menuju kekelas.
“Aku
masuk dulu Ndra, Ry, bu Puji sudah datang”.
“Oke
Ndra, kami juga akan masuk kelas”
Ery
dan Andra berlalu menuju kelas masing-masing.
...
Setelah
hujan lebat mengguyur, suasana cerah menghampiri “Kota Ini” hingga siang
menjelang. Adi, Andra dan Ery berencana akan ke pantai hari ini, mereka telah
merencanakannya sejak beberapa hari yang lalu. Karena hari itu Adi membawa
sepeda, maka Andra dan Ery terpaksa menunggu terlebih dahulu sampai Adi selesai
mengembalikan sepedanya. Mereka akan naik kendaraan umum, karena tidak ada yang
membawa kendaraan diantara mereka. Sedang asik menunggu, tiba-tiba Ery melihat
Adri menuju tempat parkir. Ery memanggil Adri, tanpa rasa sungkan, dan Andra
yang entah ada masalah apa, merasa heran ketika Ery mendatangi Adri diparkiran
motor.
“Adri,
kau sibuk hari ini?”
Masih
dengan gugup, Adri membalas kata demi kata dari Ery.
“Emmm,
iya, ada yang mesti aku lakukan setelah ini”.
“Hmmm,
sayang sekali, padahal aku ingin mengajakmu ke pantai lo, bareng Adi dan
Andra”.
“Lain
kali saja, aku benar-benar ada urusan saat ini”.
“Benar
ya, Adri, aku tagih janjimu looo”. Hehehe”
Seraya
berkata demikian Ery beranjak pergi, dan ia sempat menoleh kearah Adri sambil
tersenyum, senyum licik bahwa ia telah memegang janji Adri. Adri yang baru
tersadar akan kata-katanya barulah menyesal.
...
Kenapa
pula aku mesti mengatakan lain kali. Kenapa pula aku harus menjawab
pertanyaan-pertanyaannya, dan yang lebih mengherankan lagi, mengapa aku seperti
orang bodoh yang tidak bisa apa-apa
ketika dia menghampiriku. Pertanyaan-pertanyaan itu menghantui pikiran Adri
sepanjang jalan ia menuju rumah sakit. Adri hari ini akan menjenguk orang
sakit. Karenanya dijalan ia sempatkan membeli banyak sekali buah, seakan ia
akan melihat banyak orang. Sesampainya di rumah sakit, Adri langsung menuju
resepsionis. Setelah bincang-bincang sedikit, akhirnya Adri tahu kamar yang ia
tuju. Ia berjalan sendirian sambil menjinjing buah-buahan yang ia beli.
Si
sakit, yang tak lain adalah Anwar Faisal dan Choki Rahadian, anak-anak Red Star
terkejut ketika mereka dijenguk oleh Adri. Mereka masih memendam kesal kepada
Adri, tapi karena saat ini mereka tak bisa apa-apa selain terbaring, mereka
hanya bisa menunjukkannya dengan ekspresi yang tidak mengenakkan. Di ruangan
itu hanya ada Anwar dan Choki, sedangkan empat orang lainnya diruang sebelah.
“Apa
kabar senior”. Adri datang menyapa dengan senyum bahagia. Dia mengambil kursi
dan duduk di dekat ranjang Anwar.
“Mau
apa kau bocah!? Mau mengejek!?”
“Haha, sabar senior, meski aku yang
membuat kalian seperti ini, aku tetap akan menjenguk kalian kok”.
“Terserah
kau bocah, yang jelas aku akan tetap menantangmu setelah sembuh”.
“Akan
aku tunggu itu senior”.
Percakapan
diruang itu panas-panas hangat saja. Adri lebih banyak tertawa, tulus tentunya.
Dikamar
lain. Baron yang dirawat diruang tersendiri ternyata juga mendapatkan tamu.
Tamu yang juga merupakan siswa baru di SMA 04, siswa kelas X.6, Randi. Angin
apakah yang membawa Randi kesini?
“Apa aku tidak salah nih, yang
menjengukku adalah Randi, mantan anak Ten Squad dari SMP 2?”
“Kenapa?
Kecewa karena yang menjengukmu bukan seorang cewek, hmmm?”
“Haha,
Ada apa kau kesini Ran?”
“Banyak yang ingin aku tanyakan,
terutama keterlibatan anak baru bernama Adri itu”.
“Begitu
ya, baiklah-baiklah, nah ayo sini, aku ceritakan”.
...
Ketika
itu Adri sedang berjalan menuju ruang tempat baron dirawat. Di jalan, Ia
berpapasan dengan Randi. Karena diantara keduanya merasa tidak asing, sempat
mereka saling bertatapan dan berbicara sejenak.
“Jadi,
kau Adri?”
“Kau?
Siapa?”
“Heh,
sepertinya aku tidak se-terkenal kau ya. Randi, ingatlah nama itu!” setelah itu
Randi beranjak meninggalkan Adri.
“Randi?,
jadi dia salah satu anak kuat di sekolah yang dimaksud Andra, hehe, menarik”.
Dan
Adri melanjutkan acara menjenguknya sampai tuntas.
bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar