Minggu, 24 Februari 2013

Surat Terakhir





Hai, kau rindu yang bersembunyi dalam pekatnya malam, bolehkah aku menatapmu, duduk dan bercerita ?
Banyak yang ingin kuceritakan, tentang rindu yang mulai hilang, perlahan … Tentang janji yang mulai teringkari.
Salahkah aku pergi bersama yang lain ketika dia tak lagi menatapku? Salahkah jika janji itu mulai teringkari ketika hanya aku yang menjaganya,
sendiri …
Dengarkanlah kisah tentang cinta masa lalu, membongkar kembali lembaran-lembaran terlupakan.
Dari manakah harus memulai ? akupun tak tau pasti kapan kisah ini di mulai
Melalui sebuah sapaan kecil di tahun kedua, menjalar pada pesan-pesan singkat yang tak rutin. Hebohnya perhelatan sepak bola asia, keakraban kita.
Aku tak pernah tahu kenapa aku menyukaimu. Akupun tak pernah mempertanyakannya, hanya membiarkannya mengalir dan menikmati setiap sensasi yang di timbulkannya. Mendebarkan …
Aku tak akan lupa malam itu, malam besar yang menyatukan kita, malam indah yang pernah kulalui.
Ingatkah hari-hari pertama kita bersama? Konyol, kita saling menghindar, diam satu sama lain, lucu. Tapi, menyenangkan.
Aku masih ingat saat pertama kita berjalan beriringan, saat setelah hari-hari melelahkan karena kediaman kita berlalu. Yah, hal seperti itu, mungkin kau telah melupakannya sekarang.
Maishkah kau ingat ? di suatu sore, kita berdua. Ketika kau menari di hadapanku, berputar seperti ballerina. Aku hanya diam, menatap penuh heran, tak peduli. Tapi, aku senang, hanya tak ingin menunjukannya.
Sabtu, 26 Februari 2011. Hari yang tak akan terlupakan, langkah awal untuk sebuah perpisahan. Aku seharusnya tahu, itu bukan awal perpisahan kita, tapi selang beberapa waktu, kita benar-benar berpisah.Semua karena kebodohanku, menuruti logika tanpa meminta persetujuan dari hati hingga akhirnya luka menyelimuti. Hanya gerimis yang menemaniku. Mungkin karena itulah aku jadi menyukai hujan, dengan hujan aku bisa mengenangmu.
Selasa, 26 April 2011. Hari bahagiamu, ku titipkan bukti cintaku pada seseorang untukmu. Aku sengaja tak datang hari itu, aku tak ingin menjadi pengganggu di hari istimewamu. Hanya akan menyakitkan bagiku berada di sana tanpa bisa bicara denganmu. Andai kau berada di posisiku saat itu, mungkin kau akan mengerti apa yang aku rasakan …
Waktu terus berlalu dan kita semakin menjauh. Hari-hari tanpamu sangat membosankan, monoton. Kita berada di bawah langit yang sama, tapi tidak dengan perasaan yang sama, untuk menegur pun tak mampu. Ironi, kau berada sangat dekat denganku, tapi sangat jauh.
“FOTO BASS”. Tuhan pernah mencoba menyatukan kita kembali. Kau kembali peduli, kembali bicara denganku, itu menyenangkan.Semua yang aku inginkan tentangmu mulai terjadi, tapi entah mengapa aku tak pernah ingin memilikimu lagi saat itu. Aku yang menginginkanmu, justru aku yang tak mempedulikanmu. Mungkin karena itulah akhirnya kau membenciku. Kau tahu, jauh setelah itu aku baru menyadari bahwa rasa cintaku padamu membuatku takut untuk memilikimu, takut akan melukaimu hingga akhirnya cinta ini tak berharap untuk memiliki, cukup untuk melihat kau tetap tersenyum.
Setelah itu, kita benar-benar tak lagi saling bicara. Aku berusaha untuk bersikap biasa, seolah tak ada apa-apa. Menyimpan getir itu sendiri, kadang aku berharap kau tahu apa yang aku rasakan. Tapi percuma, harapan tetaplah harapan, pada akhirnya sendiri membuatku merasa nyaman.
“SUCKSEED”. Terakhir kita saling bicara, terjadi tanpa rencana, mungkin kau masih ingat peristiwa itu. Saat kau tengah menonton film sendirian, entah kenapa aku tiba-tiba duduk di sampingmu, bertanya ini itu tak penting. Kau pasti terkejut saat itu, aku bisa melihatnya dari matamu, aku pergi, agar kau tak merasa risih …
Perpisahan …
Bahkan hingga saat itu kita tak lagi saling bicara, tak ada sepatah kata pun untuk sebuah perpisahan. Aku pergi dengan membawa cintaku, tetap saja, sendiri …
Hampir dua tahun sudah sejak kita berpisah. Aku mulai mengerti tentang cinta yang tak harus memiliki. Akupun mulai mengerti bahwa kau tak pernah mengharapkanku. Ada saatnya untuk melepaskan apa yang sangat kita sayangi melepaskan hal yang tak akan pernah kembali. Pada akhirnya waktulah yang akan menjawab semuanya, cepat atau lambat.
Mungkin sampai saat ini kau tetap tak akan peduli padaku, bagiku itu tak masalah. Aku tak akan pernah membencimu apapun yang telah terjadi di masa lalu. Aku berterimakasih padamu telah mengajarkan banyak hal. Aku mengerti tentang cinta yang tak harus memiliki, ketulusan di dalamnya, bukan hanya kata dalam kepasrahan, tapi wujud konkrit yang sesungguhnya, yah aku menikmatinya, menikmati setiap percikan rindu yang tak tersampaikan menyentuh langit-langit hatimu.
Aku hanya berharap suatu saat nanti kita bisa kembali saling bicara seperti dulu, seperti awal kita kenal. tertawa bersama, sahabat …

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, seperti itulah cintaku padamu ...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Negeri di Awan

Di bayang wajah mu Ku temukan kasih dan hidup Yang lama lelah aku cari Dimasa lalu Kau datang padaku Kau tawarkan Kasih hati yang tul...