Rabu, 04 Mei 2016

4.5


Pencarian

Istirahat siang itu. Aku dan Andra menuju tempat biasa kami berteduh, “surga kami”, begitulah kira-kira.
“Di, lu mau ambil ekskul apa nih? Tadi di kelas gue ketua kelas udah mulai pendataan tuh, sekalian yang mau gabung OSIS juga.”
Bagi siswa-siswa baru, hari ini sosialisasi tentang kegiatan ekskul memang baru saja dilakukan dan artinya sebentar lagi akan mulai hari-hari sibuk sepulang sekolah. Meski begitu, kegiatan ekstra kurikuler bukanlah kegiatan wajib, hanya bagi yang punya minat dan mau menyalurkannya saja, mungkin.
“Belum tau, loe ambil apa?”
“Gue ambil PMR aja, soalnya denger-denger si Ery ikut PMR juga”.
“Ery???”
“Iya, Ery, hmmm ... cewek yang kemaren itu looh, yang ...”
“ohhhh, dia”. “Lah terus?
Aku menatap sinis Andra. Ada sesuatu yang sepertinya menjadi rencana busuk dari keinginannya untuk masuk PMR.
“Kau punya rencana busuk rupanya yaaaaa, haaaah”
“Hehehe, loe jangan ngomong gitu lah, siapa tahu bisa berkenalan lebih jauh”
Andra terlihat begitu bahagia. Sepanjang jalan senyum tak lepas dari wajahnya, sambil sesekali senandung terlantun dari bibirnya.
“Heei, jangan bilang kalau kau suka sama cewek itu, Ndra”
“Sttttttt”
Andra menempelkan tangannya ke mulut ku, persis seperti adegan romantis, tapi ini versi jijiknya.
“Apaan sih”
Aku memberontak melepaskan tangan Andra jauh-jauh.
“Pucuk di cinta, liat tuh”
Andra menunjuk ke depan, tepat di tempat biasa kami nongkrong. Telah ada Ery di sana, sendirian.
“Tuhan membantuku Di”
Andra mempercepat langkahnya. Aku hanya menatap heran.
“Bocah kasmaran” umpat ku pelan
“Hai, Ery”.
Andra dengan senyum termanis yang ia punya menyapa Ery. Gayung bersambut, sapa berbalas datang dari Ery.
“Hai juga, Ndra, hai Adi”. “Ternyata benar dugaan ku, kalian pasti bakal kemari juga”
Hari itu, entah kenapa suasananya sangat berbeda. Hari itu, Ery terlihat tidak seperti hari-hari yang lalu. Ia lebih banyak tersenyum dan bercanda bersama Andra dan sesekali aku ikut nimbrung. Meski tidak lama, hari itu aku mulai sedikit mengenal sisi manis dari Ery. Begitupun dengan perasaan Andra pada Ery, terlihat sekali jika ia mulai menyukai Ery. Di hari yang cerah itu, di hari yang hanya beberapa menit saja, terlihat bahwa akan ada teman baru untuk ku dan Andra.
“Besok-besok ke sini lagi yaaaa”
Ucapan terakhir Ery hari itu sebelum ia masuk kekelasnya, kelas X.2. Hal yang akan sangat di-amin-kan oleh Andra.

***

Siang itu, seusai sekolah. Di salah satu sudut kota, tempat bekas bangunan perumahan gagal selesai berkumpullah beberapa remaja SMA. Mereka tengah asik menikmati permainan kartu dengan ditemani sebotol minuman keras dan pelengkap rasa beberapa bungkus kretek. Keasikan mereka sedikit terusik dengan deru mesin ninja yang menuju ke arah mereka. Adri Ramdhan turun dari sepeda motornya, melangkah pasti menuju target yang telah beberapa hari ini ia intai keberadaannya, Red Stars. Adri berdiri tepat dihadapan anak-anak Red Stars.
“Ada keperluan apa bocah?”
Seseorang diantara mereka menyahut.
“Tau kenapa anak-anak SMA 7 kemaren nyerang sekolah?”
Jawaban langsung dan tajam dari Adri. Red Stars menghentikan kegiatannya, satu persatu mulai menatap ke arah Adri.
“Itu bukan urusan mu kan, bocah”.
Pria tadi kembali menjawab. Ia kemudian berdiri dan menghampiri Adri.
“Apapun bisa terjadi kan, kenapa anak-anak SMA 7 nyerang kita? Bisa saja karena ada yang mengganggu mereka, dan itu bisa siapa saja”. “Setiap orang dari sekolah kita punya kesempatan yang sama untuk mengganggu anak-anak SMA 7.”
“Benar itu, kau siswa baru kan? Bicaralah yang sopan dengan senior mu!”
Anggota Red Stars yang lain menimpali.
“Seingatku Red Stars itu berlima kan? Kenapa sekarang ada enam?”
Ada enam orang ditempat itu, info yang berbeda dari apa yang dikatakan Andra kemarin. Hanya saja siswa yang satu lagi adalah siswa baru.
“Ohh, dia calon anggota baru, sedang dalam masa orientasi”.
Jawab pria yang berdiri tadi.
“Aku tidak peduli itu, mau lima atau enam”.”Kalian pasti ingat dengan anak SMA 7 yang kalian palak beberapa hari yang lalu kan?”
“Dia itu salah satu petinggi di SMA 7, meski begitu dia bukanlah berandalan”. “Kalian sadar kalau kalian sudah memulai perselisihan dengan geng terkuat di SMA 7?”
Anak-anak Red Star menatap Adri dengan mengerinyitkan dahi. Lalu mereka tertawa, kecuali anak baru calon anggota mereka. Adri sadar ia akan diabaikan oleh Red Stars.
“Pulanglah bocah, kami tidak pernah peduli siapa yang akan kami palak”.
“Aku, Anwar Faisal, yang dijadikan ketua geng ini, kami selalu bertindak seperti ini dan kami tidak peduli siapapun korban kami, bahkan itu jika siswa sekolah sendiri, kau mengerti!!!”
Anwar Faisal menatap tajam ke arah Adri. Adri tak bergeming, ia membalas tatapan tajam itu.
“Baiklah, aku hanya sekedar meminta kalian untuk menyadari kesalahan kalian dan meminta maaf ke anak kemaren itu, tapi sepertinya kalian lebih suka dihajar dari pada minta maaf”.
“Aku menantang kalian semua!”. “Jika kalian berani”?
Anwar Faisal mendelik. “Kau sadar apa yang kau ucapkan itu bocah!?”. Kau membuatku kesal”.
“Kalian jauh membuatku lebih kesal lagi, Red Star, kalian memalukan nama SMA 4, jadi biarlah aku yang akan membereskan kalian”.
Braakkkk, suara gebrakan meja
“Apa-apaan kau, haaaaaaaaah”
Anak-anak Red Stars meradang. Semuanya mulai berdiri, memasang wajah murka ke arah Adri. Anwar menahan anggotanya.
“Besok, di gudang bekas pabrik tahu, aku tunggu kalian sepulang sekolah, Red Stars!”
Kemudian Adri berbalik, meninggalkan Red Stars yang menahan amarah. Tepatnya anggota yang emosinya tertahan oleh ketuanya.
“War, kita harus kasih sesuatu yang berharga bocah itu”.
“Iya War, dia seakan tak memandang siapa kita”.
Anwar Faisal hanya diam. Ia masih terus berpikir. Baginya berkelahi dengan junior sendiri bukanlah kebiasaannya. Ia akan berkelahi dengan junior sendiri jika terpaksa. Namun hari itu, ada harga diri yang sudah ditantang, ia harus datang dan menunjukkan siapa Red Star.
“Bersiaplah kawan-kawan, besok kita akan menunjukkan Red Stars yang sebenarnya”.

***


“Kelas hari ini membosankaaan, mendengarkan ceramah dari pagi sampai siang”.
Gerutu Andra sepanjang jalan. Sedangkan aku yang ada di kelas X.1 sibuk dengan Matematika dan Fisika pagi ini. Pagi yang buruk jika matematika dan fisika yang harus kau temui, kegantenganmu akan berkurang setengah bahkan seluruhnya jika siang menjelang.
“Di, aku sedikit heran dengan kau dan Adri”.
“Heran kenapa?”. “Aku merasa tidak ada yang aneh”.
“Aku heran kenapa kau dan Adri bisa masuk kelas X.1, itu kan kelas untuk anak-anak yang otaknya diatas rata-rata di sekolah kita”.
“Maksudmu apaa? Hah? Ngeremehin nih.
“Kalau kau, mungkin aku akan sedikit masih terima meski kayaknya kau masuk X.1 berbau keberuntungan, tapi Adri? Bocah berandalan itu kok bisa?”
Aku sedikit terdiam. Benar yang dikatakan Andra, X.1 adalah kelas unggul di SMA 4 yang mana dipilih berdasarkan nilai rapor semasa SMP, artinya mereka yang masuk X.1 adalah siswa-siswa terbaik di SMP-nya. Aku, meski bukanlah siswa terbaik semasa SMP, setidaknya selalu masuk 5 besar, dan bagaimana dengan Adri? Entahlah, ia cukup jago dalam pelajaran matematika saat dikelas selama yang ku lihat. Tugas fisikanya juga selalu mendapat pujian, meski baru satu kali.
“Entahlah Ndra, tapi nilai matematika dan fisikanya lumayan bagus loh di kelas”.
“ Haah, masa?”
“Iya”.
“Sudahlah lupakan si Adri itu, Ery sudah duluan sampai di “surga kita” rupanya, hahhah”.
Dan tanpa menunggu aba-aba, dia berlari menuju tempat nongkrong itu.
“Aku pikir Cuma kita yang bisa menikmati rerumputan sambil duduk-duduk atau tiduran dibawah pepohonan rindang ini, tapi ternyata tidak ya”.
Ujar Ery sambil menunjuk ke pohon lain diman ada seseorang yang tertidur dibawahnya.
“Itu si Adri kan Di?”.
“Iya Ndra”.
“Kalian mengenalnya?”. “Sudah beberapa kali aku melihatnya tidur di sana saat ke sini sendirian”.
Ery yang tak mengenal Adri tentu sedikit penasaran.
“Tidak mencoba mengajaknya berkenalan ry?” ucapku
“Hei Di, jangan sembarangan, dia itu berbahaya!” potong Andra
“Hahaha, dia siwa SMA sama seperti kita Ndra, tidak berbahaya asal tidak cari masalah dengannya”.
“Apa yang kalian bicarakan?”. “Siapa dia?”.
Ery masih tetap dengan pertanyaan yang sama, dengan rasa penasaran yang lebih lagi.
“Dia itu anak nakal Ry, suka berkelahi, pokoknya berbahaya!”. Andra selalu dengan sentimen dan penilaiannya tanpa mengenali terlebih dahulu, Andra memang seperti itu.
“Bukan Ry, dia Adri Ramdhan, kelas X.1, sedikit emosian sih, tapi sepertinya dia anak yang baik”. Aku mencoba menghilangkan penilaian sentimen dan negatif tentang Adri. Bagi ku, tak pantas menilai seseorang sedemikian rupa jika tak mengenal dan berteman dengan orang tersebut.
“Hmmm ..., begitu, mungkin suatu saat punya kesempatan mengenalnya, kan Di?”
“Iya, semoga saja, Ry”.
“Terserah deh”. Ujar Andra.
“Hahaha”
Aku dan Ery tertawa dengan tingkah Andra. Perlahan dan perlahan, kami bertiga mulai dekat, tidak hanya sebatas disekolah, diluar sekolah jika ada kesempatan kami pun terkadang kumpul-kumpul, tidak terlalu sering, hanya sebatas kapasitas yang dimiliki anak SMA untuk bisa berkumpul dengan teman-temannya, hanya seperti itu.


Bersambung ...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Negeri di Awan

Di bayang wajah mu Ku temukan kasih dan hidup Yang lama lelah aku cari Dimasa lalu Kau datang padaku Kau tawarkan Kasih hati yang tul...