Rabu, 30 Januari 2013

4. part 3


...

Siang itu seperti biasa , Aku dan Andra berjalan santai menuju surga rahasia kami. Kali inipun, kembali kami melihat gadis kemarin, masih dengan posisi yang sama, duduk dengan menutup mukanya sembari sesenggukan sesekali. Tak seperti kemarin, aku mulai penasaran, ku hampiri gadis itu dan berdiri dihadapannya tepat seperti garis lurus namun dia tetap diam tanpa suara. Aku hanya menatap ingin tahu tapi tak mencoba mencari tahu melalui kata, dengan diam. Andra pun melakukan hal yang sama, ia mendekati gadis itu, kemudian berjongkok, di tepuknya lembut bahu gadis itu “ hei, ada yang butuh bantuan disini?” tatapnya prihatin.
          Sosok itu tetap diam, mematung, isaknya pun ikut hilang beserta lontaran pertanyaan Andra. “apa masalahmu? Ceritakan saja, biasanya itu cara terbaik untuk menyelesaikan, walaupun cuma sedikit” Lagi, andra mencoba membujuk gadis itu dan kali ini berhasil. Gadis itu mengangkat wajahnya perlahan. Tampaklah wajah oval dengan hidung runcing, rambut panjang yang sedikit berantakan namun berbaur pirang, bola mata kebiruan seperti salju oleh pantulan aurora malam nan indah di kutub selatan dan pipi gemas yang kini telah banjir oleh bulir-bulir bening, setidaknya masih ada kecantikan meski dalam kondisi setragis itu, masih lebih baik dari Jakarta yang dilanda siklus lima tahunnya yang selalu menyisakan luka fisik maupun batin, entahlah, apa yang membuat orang-orang berbondong-bondong menuju Jakarta hingga mengurangi lahan untuk air yang justru merugikan mereka sendiri, sungguh ironi berkepanjangan.
            Ia menatap heran kedua remaja tanggung dihadapannya, yang satu dengan tampang polos ingin tahu dan agak memaksa membuat humor suasana dan satu lagi dengan tatapan tajam tanpa ekspresi yang tak henti menatapnya lekat. Ia merasa tertekan oleh tatapan itu dan mengalihkan pandangannya ke sosok lainnya, Andra.
            “ Siapa kalian ? kenapa bisa sampai ke tempat yang jarang ada orangnya ini?”  Aku menatap heran padanya, ku jawab sekenanya saja  “ Seharusnya kami yang nanya kayak gitu, kenapa kamu sampe ada di sini dan dengan keadaan separah ini pula,  tempat ini adalah jalan menuju tempat rahasia kami”
            “ Tempat rahasia ? inikan tempat umum, bukan milik siapa-siapa termasuk kalian” kembali gadis itu bersuara menolak statement-ku. Andra pun ikut bicara, tapi lebih berperasaan “ maaf, gue Andra dan dia yang berdiri dengan pandangan menyebalkan itu namanya Adi, dia emang kayak itu orangnya, gak bisa basa-basi dan agak gak berperasaan kalau ngomong, sebenarnya apa yang terjadi denganmu ?” Sebuah proses negosiasi yang baik, Andra mulai mengajak gadis itu berbincang, keadaan mulai membaik, tapi aku tetap diam dan mendengar.
            “ Loe di putusin setelah tiga tahun pacaran???” Andra terkejut dan berusaha meyakinkan pendengarannya, namun jawaban yang diperolehnya tetap sama. “ Iya, dia pergi melupakan semuanya, melupan aku dan cintaku padanya”. ” Meskipun pindah, tidak harus mengakhiri hbungan kan ???” bentaknya lirih. Suaranya seakan tak mau keluar meski ia mencoba menjerit . Tertahan. “ Tenanglah, masih banyak yang jauh lebih baik dari dia, trust me” hibur Andra dengan kata-kata klise. “ Mau ikut ke tempat rahasia kami? Di sana kau bisa sejenak melupakan maasalahmu”. Gadis itu menatap Andra, kemudian ia berdiri    “ boleh”. Kemudian kami melangkah bersama.
            “ Erycka Leyvryn, wuih, namanya indah, gue gak pernah dengar sebelumnya” teriak Andra takjub dengan nama asing nan indah yang baru ia dengar ketika mereka sampai di surga kecil tersebut. “ Nama itu dari nenek, ia orang inggris yang menikah dengan kakek yang asli Indonesia” tuturnya. “ hmm, ngomong-ngomong namamu Adi kan? Kenapa dari tadi diam saja? “ tiba-tiba Erycka memindahkan pandangannya padaku. Ia memang tak lagi mendengarku bersuara setelah kata pembuka tadi yang ketika dipikir-pikir memang tidak berperasaan. “ eh … ehmm … aku ???”. Aku yang sedari tadi hanya asyik dengan posisi tidur menatap langit sontak terkejut. Aku seperti diserang dengan tombak yang tepat mengenai ulu hatiku.
            “ Iya, kamu … “ ucapnya lagi dengan iringan tunjuk ke arahku. Andra hanya tertawa melihat temannya yang hanya grogi setengah hancur ketika berhadapan dengan cewek. “ Namamu, tadi siapa? “ hanya itu kata yang terucap olehku sambil menggaruk-garuk kepala yang sama sekali tidak gatal. “ Namaku Erycka, Erycka Leyvryn, kalian bisa memanggilku ery” ucapnya memperjelas identitasnya. “ Lalu, kenapa harus sampai menangis kayak gitu gara-gara diputusin “ tanyaku singkat. Dan lagi, bagi Ery itu adalah pertanyaan yang tidak berperasaan dari ku “ Bisakah temanmu itu bicara lebih sopan dan berperasaan “ tuntut Ery pada Andra.
            “ Maaf, maaf ry, tapi dia emang kayak gitu makanya ia lebih banyak diamnya, dia itu terlalu berterus terang, itulah makanya dia masih jomblo sampe sekarang “. Andra mencoba membelaku tapi tak pernah tanpa humor garing yang menjadi khasnya. “ wajar sih, siapa juga yang betah sama mahluk cuek dan sadis kayak gitu “ Angguk Ery disertai argumen ‘manis’ yang disodorkan bibir tipisnya. Aku menoleh padanya, aku merasa terusik mendengar kata-kata ‘ manis’ barusan. “ Setidaknya aku nggak buang-buang waktu dengan menangisi hal-hal yang gak penting “. Aku melawan statemen Ery dengan santai dan jauh lebih ‘manis’ dari yang tadi ia hidangkan. “ ugh, kau ini memang menyebalkan, dasar manusia gak berperasaan!!! “ bentaknya sambil berlalu dengan langakah cepat yang tak sepersekian detik hilang dari pandangan Andra yang hanya bengong dengan ekspresi super goblok tak berkedip.
            Suasana menjadi hening sesaat. “ loe bener-bener yah, gak bisa apa bicara lembut dikit sama tu cewek, gue jadi kehilangan pemandangan indah yang ngebuat perfect ni tempat “ Andra memecah kesunyian dengan melempar semua kekesalannya padaku yang tetap tidak peduli. “ Bosan oi, setiap kesini cuma berdua, laki-laki pula keduanya, ntar gue di sangka homo lagi sama loe “ Andra masih saja dengan uneg-uneg kesalnya. “ Siapa bilang cuma kita yang ada di sini “ aku mulai angkat bicara. “ Maksud loe?” Andra menatap heran. “ Loe liat deh pohon besar di pojok sana” aku menunjuk kesebuah pohon besar nan rindang itu. Sekitarnya jadi teduh karena kehadiran pohon itu, benar-benar tempat yang pantas untuk tidur. Andra memindahkan pandangannya kearah pohon rindang tersebut, tampak sesosok laki-laki terlelap seperti tidur dikamar mewah dengan suasana alam yang fantastis. Dan yang membuat Andra lebih terkejut ternyata orang itu adalah Adri, teman sekelas mereka yang misterius dan beringas. “ kok bisa tu orang sampe di sini, tidur di tempat yang masih menjadi bagian dari komplek surga kami” pikir Andra. “ Udahlah, biarin aja dia tidur disana, kalau dia tidur berarti gak bakal ada yang kena tonjok hari ini oleh dia”.
***
Bersambung …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Negeri di Awan

Di bayang wajah mu Ku temukan kasih dan hidup Yang lama lelah aku cari Dimasa lalu Kau datang padaku Kau tawarkan Kasih hati yang tul...