Sabtu, 19 Januari 2013

Hidup Setengah Hayat






Lambat-lambat sinar mentari menerobos jendela tua kamar Andi, menyilaukan pandangan dan membangunkannya. Seakan tak ingin bangun, berkali-kali Andi mencoba mengangkat tubuhnya, namun terasa sangat berat. Kira-kira lima belas menit kemudian barulah ia terbangun.
"Pagi yang menyebalkan, masalah apa yang akan menghampiri ku hari ini?" ujarnya lirih masih dengan mata yang sedikit tertutup.
Kemudian ia beranjak ke kamar mandi dan bersiap-siap memulai aktivitas walaupun ia tak ingin melakukan apa-apa.

***
Dengan tersengal-sengal Andi sampai di sekolah setelah berlarian seperti angin topan yang kecepatannya mampu mengalahkan the flash, si jagoan dari Amerika temannya Superman.
"huft, hampir aja telat”  ucapnya seraya masuk kelas. Kemudain datanglah Bu Siti, guru matematika yang sangat ditakuti oleh murid-murid. Saat pelajaran Bu Siti, tak ada anak yang berani ribut, suasana kelas tenang dan hening.
Teng... teng... teng… , bel tanda istirahat berbunyi, anak-anak berhamburan dari kelas. Ada yang jajan di kantin, bermain, ke perpustakaan, dan lainnya. Sedangkan Andi biasanya selalu jajan di kantin sebagai sarapan pagi, karena di rumah tak sempat makan. Biasanya ia selalu ditemani Randi, satu-satunya teman baik yang ia punya. Walaupun sedikit nakal, tapi baginya Randi lebih baik dari yang lain. Hari ini dia tidak masuk lagi, sudah dua hari dia sakit. Selesai jajan tak sengaja Andi melihat Indra cs sedang mengganggu Nayri, teman sekelasnya. Ingin ia meninggalkan tempat itu, tapi niat itu ia urungkan karena kasihan melihat Nayri yang hampir menangis. Andi sangat ingin menolongnya, tapi di lain hal ia takut untuk barhadapan dengan Indra cs karena ia adalah anak kepala sekolah dan guru-guru tak ada yang berani menegurnya.
"Hei kalian! jangan ganggu dia" secara spontan kata-kata itu meluncur deras dari mulut Andi, tubuhnya bergetar dan berkeringat dingin karenanya.
"Apa katamu?" balas Indra yang tak senang aksinya di ganggu.
Dengan tergagap-gagap Andi menjawabnya "su su … sudahlah, jangan diganggu lagi, kasihan kan dia  hampir nangis tuh",
"kalau dia nangis emangnya kenapa? kamu nggak suka? atau jangan-jangan kamu suka sama dia hah!!!" Bentak Indra dengan pandangan menyerupai singa yang siap menerkam mangsanya.
"Eh ng eng enggak koq, kaliankan laki-laki masa ganggu anak perempuan", jawab andi mencoba membela diri",
"oh ,jadi kamu nantang kami?" kata Indra seraya mengepalkan tangannya.
"Hajar aja In” teriak salah seorang teman Indra,
"iya, hajar aja biar dia tau siapa kita" hasut temannya yang lain.
"Sial, dapat masalah lagi nih, ah sudahlah, inikan sudah sering ku alami, bukan sekali dua kali" pikirnya sambil menahan pukulan dari Indra cs.
"Ri, lari !!!" teriak Andi pada Nayri, Nayri pun lari dan jadilah hari itu ia dikeroyok Indra cs.

***
"Aduh,pelan-pelan bu" erang Andi sambil meringis saat ibu membersihkan luka-lukanya. "Kamu itu kenapa kok bisa babak belur kayak ini?" tanya ibu.
"Tadi ada teman ku yang diisengin, niatnya sih cuma mau nolong tapi ga' taunya jadi kayak gini" jawab Andi sambil tersenyum.
"Eh kok senyum-senyum kamu senang dipukuli?" kata ibu dengan jengkel.
“Enggak kok bu, akukan sudah biasa dapat masalah, biasa aja kok bu" sahutnya lagi.
Ibu hanya terdiam, nampak wajah ibu perlahan berubah jadi sedih.
"Bu, ibu tidak apa-apakan?" Tanya Andi dengan mimik serius.
"Tidak, ibu tidak apa-apa, setelah ini kamu antarkan kue-kue ke tempat Pak Ujang" jawab ibu sambil berlalu meninggalkan Andi yang masih duduk di tempatnya.
***
Setelah mengantar kue, Andi selalu ke lapangan, di sana banyak anak-anak yang bermain, tapi ia lebih suka menyendiri di sebuah tempat yang banyak di tumbuhi rerumputan dan bunga-bunga yang indah, sebuah sungai pun hadir di dekat lapangan tersebut dengan air bening yang dapat memantulkan keindahan langit serta nyanyian aliran air yang dapat menyejukan hati. Di sanalah ia di duduk dan tidur-tiduran sambil menatap langit.
"Andai aku awan yang terbang bebas di langit, apa aku akan selalu dapat masalah seperti ini?" pertanyaan yang selalu muncul dibenaknya. Di tempat ini pula ia melepaskan semua kesedihan, tempat yang membuatnya merasa berada didekat ayah yang sudah pergi meningggalkan mereka semua. Dulu ayah sering mengajak ia dan adiknya bermain di sini, memancing di sungai itu. Kadang ia hanya diam dan termenung sambil menatap langit. "Ayah, andai kau masih bersama kami, tentu kami tak akan susah seperti ini"
***
"Ndi, sebentar lagi kamu akan masuk SMA dan adikmu masuk SMP pula, ibu tidak punya uang yang cukup untuk kalian berdua, jadi ibu harap kamu bisa berhemat dulu untuk saat ini" kata ibu.
                "Tidak apa-apa bu, tabungan ku cukup kok, jadi tinggal mencari uang untuk Rio"
Ibu hanya diam, ada rasa bangga bercampur sedih dihatinya terhadap putra sulungnya yang mau bersusah payah untuk tetap sekolah demi memperoleh pendidikan yang layak.
"Bu, aku tidur ya" lalu Andi melangkah menuju kamarnya.
"kasihan kamu nak, sudah harus merasakan pahitnya dunia sebelum waktunya, semoga kalian tegar anak-anakku" ucap ibu, air mata jatuh dari wajah tuanya.
***
Di suatu hari yang cerah, Randi datang ke rumah Andi dengan wajah ceria karena sakitnya telah berakhir.
“wah, sudah sembuh nih, udah bisa jalan sejauh ini ke rumahku” ucap Andi menyambut kedatangan Randi dengan suka cita,
"Iya donk, nggak liat nih udah bisa senyum dan ketawa lagi”
“hahaha … “ keduanya tertawa seperti biasa yang mereka lakukan.
“ mmm, Ndi, sebenarnya ada sesuatu yang mau aku omongin sama kamu” tampak wajah Randi berubah serius.
"Pindah! pindah kemana?" dengan sedikit terkejut Andi mencoba meneruskan pembicaraan, tapi suasana yang tadi ceria kini berubah hening, kaku.
"aku pindah ke Jakarta, ayahku pindah tugas ke sana" Randi menjawab dengan santai, sedikit berusaha mencairkan suasana yang kaku tersebut. Andi terdiam, kini yang terbayang adalah kehilangan, kehilangan teman baik yang entah akan ada lagi atau tidak, hal yang tak akan dapat dibeli dengan uang sekalipun.
"Ya udahlah, kamu hati-hati di sana ,jangan lupakan tempat ini” balas Andi datar.
"Iya, ini Ndi ada sesuatu dari orang tuaku untukmu" sambil memberikan sesuatu pada Andi.
Dengan ragu ia terima pemberian itu. “Tapi Ran, tak ada yang bisa aku berikan padamu”.
"Tak apa, kamu sudah mau menerima pemberianku saja itu sudah menjadi pemberian yang terbaik bagiku” ucapnya polos dengan senyum membahana yang tak hilang dari wajahnya. Itulah Randi, orang yang bisa membuat suasana jadi lebih baik.
"Selamat jalan kawan, semoga kau sukses di tanah orang".
“hmmm, kau jangan merindukanku ya, nanti kau bakal susah tidur”
Ha ha ha... lalu kami tertawa lagi. Itulah pertemuan terakhir mereka berdua, dua sahabat yang tak akan lekang oleh waktu yang tak berperasaan.
***
"Sial, kenapa harus dikejar anjing sih”, keluh Andi sambil berlari dengan anjing yang terus memburunya. Tak berapa jauh, Bruk! Andi menabrak sesuatu dan tersungkur menindih apa yang ia tabrak tersebut. Wajahnya memerah saat ia sadar apa yang ia tindih, seorang gadis cantik, sontak Andi langsung melompat dari gadis tersebut.
"Ma, maaf, a a aku nggak sengaja" Andi berusaha membantu gadis itu berdiri.
"Kamu nggak apa- apa kan?”
"Iya nggak apa-apa, tongkatku, mana tongkatku?” ujar gadis tersebut seperti orang kebingungan mencoba mencari sesuatu dengan meraba-raba sekitarnya.
"Tongkat? astaga, ternyata dia buta" pekik Andi dalam hati sambil mengambilkan tongkatnya.
"Kamu pulang kemana, boleh ku antar?" Andi menawarkan bantuan sekaligus menebus rasa bersalahnya pada gadis tersebut.
"Hm... boleh ,tapi kata ibu rumahku itu rumah yang paling besar di sini, rumah Pak Hasan" jawabnya.
Akhirnya Andi mengantarkan gadis itu pulang kerumahnya, tapi anjing yang tadi mengejarnya hilang entah kemana.
Riani, nama anak perempuan itu. Dia anak yang baik dan ramah. Orangtunya pun sangat baik pada Andi, Riani adalah anak satu-satunya dan dia sudah buta sejak lahir.
"Dia anak yang baik, kaya juga cantik. Tapi, dia buta, memang tidak ada yang sempurna di dunia ini" Ucap Andi pelan sambil merenungi hidupnya.
"Kenapa selama ini aku selalu menyesali hidupku? padahal di luar sana masih banyak orang yang lebih susah dan menderita dariku" Aku memang tidak pernah bersyukur pada-Mu Tuhan, mulai sekarang aku akan menatap masa depan dengan lebih baik, aku tidak akan hidup dimasa lalu lagi" Itulah awal kembalinya semangat Andi yang membuatnya mau menatap masa depan dengan lebih pasti.
Andi memulai hari dengan semangat baru, rasa kecewa dan malas yang selama ini selalu menggantung telah ia tanggalkan dari hidupnya. Kini yang ada adalah Andi yang penuh semangat dan haus akan hal-hal baru. Kelulusan pun makin dekat, Andipun belajar dengan rajin agar bisa lulus dengan baik dan membuat ibu senang. Ia ingin masuk SMA unggulan setelah ini dan jadi orang sukses. Sukses menjadi kata-kata pedoman baginya saat ini. Selama persiapan UN Andi tak bisa bermain ke rumah Riani dan ia pun sudah tau hal itu.
***
Setelah UN selesai Andi menemani Riani jalan-jalan ke lapangan biasa ia bermain,
"enak ya Ndi kamu bisa melihat semua keindahan yang ada didunia ini, burung-burung yang terbang, langit biru, rerumputan, sungai yang mengalir " kata Riani membuka pembicaraan.
"Iya, aku juga ingin kamu bisa melihat semua ini Ri".
“Sebentar lagi aku juga bisa melihat koq" kata Riani lagi.
"Eh, serius Ri?".
"Iya, aku akan operasi mata dan jika berhasil, aku juga bisa melihat apa yang kamu lihat, semua keindahan ini pun bisa ku lihat Ndi". Terlihat kegembiraan terpancar diwajahnya.
"Semoga operasi kamu berhasil ya Ri" Andi menyemangati Riani sembari memberinya sebuah cincin.
"Apa ini Dit?" tanya Riani bingung.
"Ini cincin pemberian ayahku, aku ingin kamu yang memakai cincin ini sekarang".
"Tapi ...
belum sempat ia berbicara Andi sudah memakaikan cincin itu di jarinya.
"Terima kasih ya Ndi",
"Ri, besok pengumuman UN dan jika lulus aku akan sekolah di tempat lain yang jauh. Di sana sekolahnya sangat bagus. Setelah tamat dari sana aku bisa jadi orang sukses dan membuat ibu bangga padaku. Mungkin kita tidak akan bisa bertemu lagi selama aku di sana".
"Jadi kita tidak akan bertemu lagi Ndi" tanya Riani dengan lembut.
"Entahlah, tapi aku akan pulang dan bertemu denganmu sesekali  Ri".
"Tapi aku masih bisa melihatmu selesai operasikan, kita masih bisa ketemu setelah aku selesai operasi nanti kan?" kata Riani dengan suara tertahan dan airmata yang jatuh di wajah lembutnya.
"Bisa Ri, aku janji!" Andi berusaha meyakinkannya dan kemudian mengajaknya
pulang.
***
"Dit, bangun! shalat dulu sana! sekalian ajak adikmu, setelah itu sarapan bersama ya" kata ibu membangunkan Andi. Segera ia membangunkan Rio dan diajak shalat subuh berjama'ah dan dilanjutkan dengan sarapan. Kemudian Andi dan Ibunya pergi ke sekolah untuk melihat pengumuman kelulusan. Saat pengumuman para orang tua dan wali yang mengambil hasilnya, Andi dan teman-temannya yang lain menunggu di luar dengan berdebar-debar. Tidak berapa lama para orang tua keluar dan dihampiri oleh anaknya masing-masing begitupun Andi.
"Bagaimana bu?".
"Ini Dit kamu lulus dengan nilai terbaik nak, kamu lihat sendiri ya. Ibu mau pulang, perut ibu sakit dan sekalian nanti kamu ambilkan juga punya adikmu" kata ibu seraya berlalu dari hadapanku sambil memegangi perutnya.
Dengan perasaan gembira bercampur haru Andi menuju sekolah Rio, tampak Rio  sedang sendirian menunggu kedatangan Ibunya.
"Sudah mulai belum" Tanya Andi medekati adiknya tersebut
"bentar lagi, tapi kok kakak yang datang bukan ibu" jawab Rio dengan sedikit kaget melihat kedatangan kakaknya.
"Ibu sedang ada urusan" balas Andi singkat. Cukup lama Andi menunggu pengumuman hasil kelulusan tersebut. Tibalah waktu pembagiannya, Rio lulus dengan nilai yang cukup memuaskan. Andi langsung memberitahunya
"pintar kamu ya" Andi memuji Rio sambil mengacak-acak rambut  Rio.
"Iyalah" katanya dengan sedikit sombong.
Kemudian mereka menunggu kendaraan untuk pulang. Tiba-tiba Andi melihat anak kecil menyeberang dan tidak jauh darinya ada mobil avanza dengan kecepatan tinggi, tak ada tanda-tanda avanza tersebut mengurangi kecepatannya.
"Awaaas!!! Andi berlari menuju anak tersebut tanpa peduli dengan keadaan.
Brak!!! seiring dengan bunyi yang sangat keras itu, Andi terkapar di jalan. Pandangannya mulai kabur.
”Kak, kakak tidak apa-apakan?” jerit Rio sambil menangis.
”Badan, uhk huk… badan ku tidak bisa bergerak, Rio, kakak tidak bisa…” mulut Andi bungkam, tak bisa berkata-kata lagi.
”Tuhan, apa kau akan memanggilku sekarang? Ibu, maaf aku tidak bisa membahagiakanmu. Riani, maaf juga karena aku tidak bisa  melihatmu sembuh. Rio, maaf ya, kakak tidak bisa memberimu apa-apa. Ayah, aku akan menuju tempat mu sekarang…”
Di dalam hati Andi terus berbicara tiada henti, orang-orang mulai mengelilinginya. Lalu, gelap, semuanya jadi gelap.
***
Terlihat beberapa orang berada di pemakaman umum. Di sana ada Riani dan keluarganya serta Rio dan ibunya.
”Ndi, kamu terlalu cepat pergi tanpa sempat aku melihatmu” kata Riani terisak.
”Aku sembuh Ndi, aku bisa melihat keindahan dunia yang dulu kamu lihat tapi, aku ingin melihat semua keindahan ini bersamamu. Terima kasih Ndi, karena kamu aku jadi punya semangat untuk hidupku, terima kasih” kata Riani yang tak lagi mampu menahan airmata yang mengalir lembut diwajahnya.
”Ndi, jika ini memang takdir yang harus terjadi, ibu relakan kamu nak” ibu menangis sambil memeluk Rio. Setelah berdo’a mereka pergi dari sana. Andi memang telah meninggal, namun dia akan tetap hidup bagi orang-orang terdekatnya, termasuk Riani. Andi telah meninggalkan kesan yang mendalam bagi perempuan nan jelita itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Negeri di Awan

Di bayang wajah mu Ku temukan kasih dan hidup Yang lama lelah aku cari Dimasa lalu Kau datang padaku Kau tawarkan Kasih hati yang tul...