Senin, 26 September 2016

Sebelum Terlambat











Selamat! seminar hasilnya sukses ya,
Maaf tidak bisa datang karena harus
melakukan wawancara pagi ini. Cieee
Sarjana :) 

Pesan singkat dari mu, sahabatku siang ini adalah apa yang paling aku tunggu-tunggu sepanjang hari ini. Tanpa aku sadari, senyum bahagia telah mewarnai wajahku. Ada banyak pikiran-pikiran yang merasuki kepala-ku, aku akan diwisuda bulan depan. Aku akan kembali ke kampung, dan akan lama bisa bertemu denganmu lagi? Bagaimana jika aku mendapat pekerjaan di kota lain? Di provinsi lain? Pertanyaan-demi pertanyaan terus memasuki otak-ku, dan sepertinya aku mulai khawatir dengan fakta kelulusan ini, aku takut jauh darimu sahabatku, hatiku.

Terlalu memikirkan hal-hal yang tak pasti membuatku mengabaikan pesan darimu, Affran, sahabatku. Aku, Shatia Putri, telah lama mengenalnya, Affran Putra. Kami tak sekedar teman, setidaknya itu yang aku rasakan. Mengenalnya sejak awal kuliah, pada pembagian kelompok sebuah tugas mata kuliah, saat aku salah menuliskan namanya, jujur saja, karena aku agak malas karena namanya yang hanya dua suku kata yang sama dengan namaku, dan nama panjang yang ternyata sangat mirip membuat aku tanpa sadar telah menulis namanya menjadi “Affran Putri”. Dia yang kaget dengan perubahan namanya serta merta memprotes kepada teman-teman sekelompok karena memang dia tidak tahu siapa yang mencatat list nama-nama anggota kelompok.

“Itu Shatia yang buat, ngomong sana”. Saat itu Anggun yang memberitahunya.
Seandainya Anggun tidak memberitahu Affran, mungkin kisahku dan dia saat ini akan berbeda. Setelah tahu, dia dengan santainya berteriak memanggil namaku.
           “Shatia, mana orangnya?”
Aku menoleh kearah suara itu, dan yah, saat itulah dia yang berdiri cukup jauh mendatangiku. Setelah dekat, aku merasakan suatu yang berbeda. Saat dia telah berdiri mantap dihadapanku, saat kedua mataku tepat menatap matanya yang hitam kecoklatan, tepat saat itu duniaku seakan berhenti, bising kelas karena pembagian kelompok menjadi sunyi diotakku. Dan entah kenapa, dia juga diam selama itu, selama aku juga diam. Pada akhirnya, suara cemprengnya itu yang mengembalikan suasana bising dan memutar kembali roda kehidupan diotakku.

       “Shatia Putri, hem” sambil menghembuskan nafas ia menyebutkan namaku sembari melihat catatan nama-nama anggota kelompok.
        “ Namaku Affran Putra, bukan Affran Putri, Cuma namamu yang pakai kata putri, tolong dibenarkan   
          yaaaa”.
        “Eh, iya iya maaf, aku salah, maaf ya Affran, maaf”.
        “Ya, tidak masalah”

Dia tersenyum saat itu kepadaku, setelahnya hanya punggungnya yang bisa aku lihat ketika ia kembali ke tempat duduknya. Satu hal yang membuat aku heran, aku meminta maaf kepadanya, bukan sebuah kebiasaan buatku meminta maaf terhadap hal yang seperti itu, tapi hari aneh ini masih belum berakhir ternyata, setidaknya itu terjadi lagi usai kuliah bubar.

         “Affran, aku minta maaf soal yang dikelas tadi ya”.

Itu adalah permintaan maaf yang kedua dalam satu hari dari ku kepada orang yang sama. Tapi sungguh, aku sangat serius dalam hal ini. Dan dia, terlihat heran dengan sikapku, dengan mengerinyitkan dahi, dengan tersenyum dia meng-iya-kan maaf ku. Dan lagi, setelah itu yang aku lihat adalah punggungnya saja sampai akhirnya ia menghilang.

Terima kasih, kamu segera nyusul ya!
Jangan lama-lama, nanti aku di ambil
orang ;p.

Aku membalas pesannya, seperti biasa, hari-hari kami adalah hari-hari menyenangkan dengan penuh canda tawa. Aku tidak tahu pasti kapan, tapi sejak aku mengenalnya, sedikit demi sedikit kami mulai dekat. Perlahan, semester ke semester kami semakin dekat. Hanya sebatas itu, baik aku maupun dia, tidak sedikitpun pernah membahas tentang perasaan, tentang cinta. Dan entah kenapa, kami merasa begitu bahagia satu sama lain dengan keadaan ini, namun bukan berarti kami tak pernah ada masalah, itu tidak mungkin, apalagi untuk hubungan yang telah lebih dari setahun. Hubungan persahabatan.

Hei, besok sibuk?
Pergi yuk?

Kembali datang pesan darinya.

Pernah suatu ketika, aku marah kepadanya, marah tapi tidak bisa mengungkapkannya. Waktu itu aku tengah pergi belanja ke pasar. Sedang asik menikmati pemandangan dari angkot, tanpa sengaja aku melihat dia sedang makan bersama disebuah kafe dengan seseorang yang aku ketahui bernama Rati Intan Sofia. Rati Intan Sofia memang bukan nama asing bagiku, terlebih aku sering mendengar jika Affran sering diperolok-olok oleh teman-teman di kelas bahwa memiliki hubungan dengannya. Meskipun itu hanya bercanda, terkadang itu menyakitkan bagiku, meski begitu, aku mesti ikut tertawa juga bersama teman-teman kan? Soalnya akan terbaca sekali hatiku olehmu Affran jika aku terlihat tidak senang. Begitulah rasanya ketika menyukai seseorang, terlebih jika dia dekat denganmu, ketika kau merasa terluka, ketika ingin marah, bahkan kau tidak bisa, kau tak berhak karena kau bukan siapa-siapa selain teman.


Kemana? Memang besok
kamu kosong?

Aku yang sempat memutuskan kontak dan membatasi hubungan dengannya pada akhirnya menyesal juga. Tapi syukurlah ketika keadaan membaik, maksudku ketika Rati ternyata telah berpacaran dengan orang lain, bagiku itu kabar gembira. Setelah itu komunikasi kami kembali membaik, maaf ya Affran, aku egois sekali waktu itu, itu karena kamu sepertinya tidak merasakan perasaanku terhadapmu. Pada akhirnya aku tahu juga bahwa kau tidak memiliki perasaan apa-apa terhadap Rati. Meski begitu,selama ini Rati berhasil membuat aku cemburu. Untungnya kamu itu laki-laki yang mau memaafkan setiap kesalahanku. Aku pasti akan selalu tersenyum jika mengingat peristiwa-peristiwa dulu.

Keliling-keliling aja, toh
bulan depan kamu wisuda.
dan setelahnya, kamu belum
tentu akan tetap di kota ini

Sebenarnya, jika denganmu, aku mau pergi ke mana pun tanpa perlu berbagai alasan. Sungguh! Soal cemburu, aku sempat cemburu dengan sahabatku sendiri karena mu. Kau memang terlihat mudah untuk dekat dengan perempuan ya, aku sendiri heran. Kadang menjengkelkan sekali melihat mu sangat akrab dengan Arin, teman akrabku, tapi syukurlah ternyata saat aku mendengar bahwa Arin telah berpacaran, itu bukan denganmu. Yang lebih membuat bahagia adalah bahwa Arin mendukung sekali aku denganmu, entahlah, aku tidak tahu apa yang telah kamu dan Arin bicarakan tentangku, tapi aku senang ketika Arin mendoakan aku dan kamu.

Oke, besok jam 2 ya Tia

Pesan darimu datang lagi, kau memutuskan sendiri rupanya, pasti kau merindukan aku kan? Hehe

Oke, jam 2 Ran :)
...

Selasa, 20 September 2016

Ini September

Ini September, dan sekarang adalah minggu. Hujan yang sedari subuh telah memulai pestanya tak membuatku bertahan diperaduan. Tugas terlalu menumpuk, membuat minggu santai seakan senin. Sejak rintik hujan pertama memulai harmoni melodi segelap tadi, sejak itu pula aku berkutat di depan komputer ku, memangkas jarak dari tugas satu ke tugas lainnya.

Ini September yang sibuk. Setidaknya dengan jaringan internet, kesibukan ini memiliki jeda. Tidak hanya aku, siapapun akan melakukan hal yang sama, ada internet artinya bisa menghibur diri lewat jejaring media sosial yang bervariasi jenis dan kegunaannya. Ini mungkin rahasia kecil, tapi rasanya ini lebih baik menjadi rahasia bersama, aku akan lebih lama menghibur diri di dunia maya ketimbang mengerjakan tugas-tugasku.

Meja kerja dikamarku telah sejak tadi menjadi peraduanku. Meski jam telah menunjuk pukul 09:00 WIB, efek harmoni hujan membuat suasana seakan pukul 06:00 WIB. Aku sibuk mengacak-acak dunia maya. Sebentar-sebentar terhibur akan kekonyolan yang di-posting oleh orang-orang, kadang juga menjadi serius dengan berbagai pemberitaan, kadang juga heran dengan tindakan-tindakan remaja masa kini di dunia maya. Membuka dunia maya sama saja dengan membuka buku seribu satu kisah, mulai dari yang kamu sukai sampai sesuatu yang tidak penting untukmu.

Iseng-iseng itu terhenti pada sebuah foto, pada sebuah nama. Nama yang tidak asing, meskipun saat ini, jika bertatap mata, bertemu secara nyata, nyatalah akan asing terasa. Saat itu, melihat nama dan foto-nya tersenyum di layar komputer, membuat aku tersenyum, seakan membalas senyumnya, sejujurnya sama sekali tidak. Melihat nama itu akan melayangkan ku jauh pada ingatan silam, ingatan masa-masa remaja yang kebanyakan orang bilang adalah masa-masa menyenangkan dalam hidup, mungkin saja.

Mungkin sudah lima atau enam tahun berlalu sejak saat itu, sejak saat terakhir aku melihatnya. Sudah lama sekali ternyata. Seingatku, ini bulan-nya. Melihat tanggal hari ini, sepertinya beberapa hari lagi adalah hari-nya. Aku hanya tersenyum-senyum sendiri memikirkannya. Bukan apa-apa, setelah lima atau enam tahun, baru hari ini aku mengingat kembali hari dan bulan nya.

Aku merasa sangat jahat kepada dirinya, dia memang bukan satu-satunya, tetapi, dia itu yang pertama kan?

Apa ada hal yang membuat aku tak begitu ingin mengingatnya? Entahlah, jika dengan pemikiran saat ini, aku merasa apa yang terjadi dahulu bersamanya, tidak ada masalah yang benar-benar besar, hanya pemikiran pada masa itu yang belum mampu mencerna setiap masalah yang datang. Kita, pada saat itu sama-sama keras kepala dan tidak mau mengalah, sama-sama tidak mau mendengarkan satu sama lain. Kita terlalu muda untuk menanggung sebuah beban kehidupan bersama.

Pada akhirnya, kita berpisah, kan? Iya!

Aku tak mengingat banyak setelah itu. Selain karena setelahnya kita jadi jarang berbicara lagi, sekedar bersapa tegur saja telah sulit pula jadinya. Apa selalu begitu fenomena mereka yang telah berpisah? Mungkin iya, bisa juga tidak. Kata orang, itu tergantung masing-masing orang dalam berpikir. Jika sama-sama mampu berpikir dewasa, mungkin hubungan setelah berpisah akan tetap terjalin dengan baik, namun jika tidak, ya begitulah.

Kita jadi jarang bicara lagi, apa karena setelahnya kau menjalin hubungan dengan teman ku?

Terakhir kali aku bisa melihatnya, terakhir kali aku bisa berbicara dengannya, aku pikir itu yang pertama aku bisa berbicara lagi dengannya setelah berpisah. Itu hanya perkiraanku. Ternyata tidak, karena setelahnya, kau pergi tanpa bisa aku mengantar.

Ini September, dan hujan masih memainkan seriosa pagi ini. Karena ini September, jadi ...

Selamat ulang tahun, kawan ..... ........





Rabu, 14 September 2016

Bali III


Sangeh; The Land of Monkeys



          Destinasi jelajah Bali yang selanjutnya penulis datangi adalah Obyek Wisata Sangeh, sebuah kawasan hutan dengan pepohonan besar yang mendominasi dengan dihiasi oleh beberapa bangunan pura.  Sangeh tak sekadar hutan saja, ia merupakan kawasan tempat tinggal kera, yang menjadi hiburan tersendiri dari Obyek Wisata Sangeh.


                Sambutan awal akan Obyek Wisata Sangeh adalah keasrian serta kebersihan lokasinya. Sejauh mata memandang, tak ada sampah yang terlihat, benar-benar terkelola dengan amat baik. Seandainya setiap destinasi wisata di Indonesia terjaga dan terawat seperti Sangeh, alangkah indahnya. Dari segi pelayanan pun, penulis tidak merasakan ada kendala apapun, benar-benar nyaman untuk menikmati pemandangan di sini.

           Memasuki Sangeh, artinya memasuki kawasan kediaman para kera, sudah barang tentu sambutan hangat dari para penghuni akan terjadi.


               Ini yang saya maksud, sambutan hangat. Mereka terlalu akrab dengan para tamu, seperti sudah lama kenal. Mereka aman selama tidak menggigitmu, atau selama kamu tidak menggigitnya.

Perhatikanlah ekspresi kakak yang berada di sisi ujung sebelah kanan itu, dia tampak amat bahagia

         Kera-kera disini, menurut bapak-bapak yang berprofesi sebagai tukang foto disini, tidak akan menggigit. Hanya saja, dia boleh memegangmu, tapi kamu tidak boleh memegangnya, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Ini tidak adil, si kera menang banyak.


Negeri di Awan

Di bayang wajah mu Ku temukan kasih dan hidup Yang lama lelah aku cari Dimasa lalu Kau datang padaku Kau tawarkan Kasih hati yang tul...