Sabtu, 26 Agustus 2017

Tanda

Benar, aku sedang mempersulit diri sendiri
Aku memperhatikanmu,
meski tiada sepatah kata
ataupun tanpa sebuah sapaan

Maaf,
Aku rindu, dan itu tak akan aku sembunyikan.
Aku akan merindu.
Itu adalah sebuah kepastian
Dan kau akan tahu

Aku akan rindu,
Lewat tanda terpasang
Kau akan mengenali
Karena ia, juga tentangmu
Nona



simbol

Minggu, 20 Agustus 2017

4.11

Counting Stars

Adri berlarian menuju bangku tempat ia duduk, menunduk dan bersembunyi. Ia tampak menghindari sesuatu. “Kalau ada yang nyari aku, bilang aku gak ada” pinta Adri. Adi yang heran cuek saja. Adi malah melangkahkan kakinya ke luar kelas, perutnya lapar dan harus segera di isi. “Bilang saja pada yang lain, aku mau keluar”. “Kau mau kemana? Mau ke tempat itu?” tanya Adri. “Nggak, mau ke warung, nggak ada janji ke sana hari ini”. “Yaaaah”. Adri ber”yah” panjang. Ia tetap menunduk dan bersembunyi entah dari apa dan siapa. “Hei Ketua Kelas, nanti kalau ada yang mencariku, bilang aku tak ada”. Adri masih melanjutkan permintaannya. Ketua Kelas X.I, Amran melirik Adri, sesaat kemudian ia melenguh panjang, “Iyaaaaa” jawabnya malas.

Dalam perjalanan menuju warung makan, Adi melewati kelas X.5. Saat tengah mengencangkan kecepatannya, terdengar suara perempuan memanggil, suara yang tak asing. “Hai Adi” suara lembut dari gadis manis berkacamata yang menyapanya tempo hari. Gadis itu berdiri tepat didepan pintu kelas X.5, ia tersenyum manis dan penuh kehangatan kepada Adi. Dan Adi, saat itu hampir mati berdiri jika saja gadis itu tak memalingkan wajahnya saat itu. Perasaan aneh dan debar-debar itu terasa lagi pada Adi. “Aya, kita ke perpus yuk” sahut suara perempuan yang muncul dari dalam kelas. Perempuan itu cukup manis, meski tak semanis gadis berkacamata yang menyapa Adi. “Ah iya, ayo Nina”. Balas gadis berkacamata itu. “Adi, aku duluan ya” ucap gadis berkacamata itu sambil berlalu dan meninggalkan senyumnya yang amat manis. Adi hanya membalas dengan senyuman, senyum yang kacau balau dan debar-debar yang tak beraturan. Senyum gadis itu masih tertinggal dipikiran Adi meski gadis itu telah tak lagi terlihat. “Manis sekali gadis itu kan?” tiba-tiba suara Andra muncul begitu saja, entah darimana?

Adi yang salah tingkah jadi kehilangan senyum indah itu oleh kehadiran Andra. “Hahaha, ketahuan kau Di, kau telah memulai sebuah perjalanan cinta yang panjang dengan gadis itu”. Tatap Andra tajam. “Sok tahu kau Ndra, tadi itu tak sengaja ketemu, lagipula aku masih tak tahu apa-apa tentangnya”. Mendengar itu Andra jadi ingat akan sesuatu yang hampir ia lupakan dalam beberapa minggu ini. “Oh iya Di, aku baru ingat, aku akan ceritakan padamu semua tentang gadis manis tadi”. “Oh”. Jawab Adi singkat dan penuh ketidaktertarikan, meski sebenarnya tidak begitu. “Aku serius lo, tapi traktir aku makan ya, hehhe” dan mereka terus berjalan menuju warung.

***

Di sebuah kedai yang cukup jauh dari sekolah, tampak dua orang siswa lawas bertemu, bertemu tanpa sengaja tepatnya. “Jauh juga tempat makanmu sekarang War” ucap suara itu yang melihat Anwar Faisal tengah melahap makanannya. “Ngapain orang yang sudah tidak bisa apa-apa lagi di sekolah kemari, sudah bosan sekolah?” sahut Anwar kesal. “Hahaha, selera humormu tetap saja buruk War”. “Aku dengar lo kabar soal kau dan Redstar kena hajar ulah anak kelas satu, hahhaha” balas Arainan. “Jangan rusak nafsu makanku deh, jangan habiskan jatah peringatanku hanya karena menghajarmu Nan”. “Hahaha, kau masih tetap emosional saja, aku hanya ingin duduk-duduk dan bercerita saja denganmu”. “Kalau tentang pacar-pacarmu, sebaiknya enyah saja kau Nan”. “Bukan, ini soal anak-anak baru yang menyebalkan”. “Hmmm??? Kau juga kena ya Nan? Ahaha, si kribo ini kena juga” dan pecahlah tawa Anwar dan Arainan waktu itu.

***

“Jadi namanya Cahya Rona dan ia siswa pindahan dari kota lain sewaktu kelas tiga SMP?”. Ucap Adi. “Iya Di, dia primadona SMP 3 sejak saat itu, tapi sampai saat ini ia masih tetap sendiri tanpa pasangan” jawab Andra. “Pasti info-mu Ndra?”. “Pastilah Di”. Adi mengangguk-angguk saja, yang menjadi pertanyaannya kenapa gadis itu kenal dengannya masih belum juga terjawab, bahkan oleh Andra. “Aku masih belum tahu Di kenapa dia bisa kenal denganmu, awalnya aku pikir kau se SMP dengannya, ternyata tidak”. Adi memang tak banyak bergaul saat SMP selain karena selama SMP sering pindah-pindah sekolah karena berbagai alasan, ia tak pernah sekolah di SMP 3. SMP terakhir tempatnya lulus adalah SMP 13 yang terletak di perbatasan kota serta batas provinsi dengan provinsi sebelah. SMA 4 sendiri terletak jauh dari perbatasan dengan jarak tempuh satu setengah jam perjalanan dengan mobil. Setidaknya saat ini Adi belum ada tanda akan pindah lagi setelah terakhir pindah ke daerah pertengahan ini setelah tamat SMP lalu. “Ini misteri yang harus aku pecahkan!” sahut Andra penuh percaya diri. “Udah ah, balik ke kelas yuk, nggak penting” ujar Adi sambil bergegas ke kelas setelah membayar makanannya. “Tunggu oi”. Andra bergegas menyusul. “Ngomong aja nggak penting, dalam hati senang tuh karena udah tahu siapa namanya” gerutu Andra sambil berlari menyusul Adi.

***

“Bagaimana Ran? Kau mau kan duel dengan ku sore ini?” Tantangan Baron waktu itu masih mengganggu pikiran Randi. Ia sudah lama tidak berkelahi, kelas dua SMP adalah terakhir kali Randi berkelahi, saat ia dan geng-nya dikalahkan. Randi masih mencari-cari cara untuk menghindari perkelahian itu. Waktu itu jam pulang sekolah tinggal setengah jam lagi, Baron menanti dengan was-was. Tantangan yang ia layangkan pada Randi masih belum beroleh kata pasti. “Aku tidak tertarik, lagi pula seharusnya Adri yang mestinya kau lawan, bukan aku”. Demikian jawaban Randi waktu ia menolak. Tapi Baron tetap ingin menantang Randi, soal Adri, ia tak ingin melangkahi Anwar yang sudah lebih dahulu ingin membalas dendam dengan Adri.  Tiga puluh menit yang terasa amat panjang untuk Baron dan terasa singkat bagi Randi.

Lain tempat. Arainan dan Anwar justru sedang memikirkan strategi untuk melampiaskan kekesalannya terhadap anak-anak kelas satu yang bandel. “Jadi War, target kau anak kelas satu yang bernama Adri itu? Kalau aku, bocah yang rambutnya runcing-runcing itu, dia sudah tidak sopan dengan seniornya, dia harus diajari sopan santun!” Arainan amat gemas saat itu, ia benar-benar tak lagi sanggup menahan diri. “Kau ini, kalau sekali lagi bikin masalah di sekolah, kau bisa dikeluarkan, sudah bosan sekolah?” balas Anwar. “Aku akan melakukannya di luar sekolah, cepat atau lambat!”. Anwar sepakat dengan Arainan saat itu. Tekad dalam hatinya untuk balas dendam telah memuncak, lagipula kondisinya kini telah benar-benar fit karena lebih satu bulan ia kesulitan mencari Adri yang seakan hilang. “Nan, kau bantu aku mencari bocah itu, dia selalu lolos dari mata ku!”. “Pasti!”. Dan kedua senior SMA 4 memulai pergerakannya.

***

Suasana pulang amat riuh, seperti pasar. Adi masih menanti angkutan umum. Ia ingin ke pasar, ke toko ibunya. Karena malas untuk pulang ke rumah, sepulang sekolah Adi memutuskan untuk langsung ke pasar. “Adi, kebetulan banget” Eri sangat senang saat itu, matanya berbinar-binar, senyumnya memancar. “Kenapa Ri?”. Dengan senyum penuh kejahilan, Eri mulai merayu-rayu Adi “Aku mau ke toko buku Di, tapi nggak ada yang nemenin, si Andra udah kabur, si Adri gak keliatan dari tadi, temenin ke toko buku yaaa” sambil dengan gaya memohon manja Eri memaksa Adi. Adi yang salah tingkah dan serba salah tak tahu bagaimana hendak menolak. Dan tak lama Adi telah naik angkutan umum bersama Eri menuju toko buku, dengan penuh keterpaksaan.

***

Baron dengan setia menanti Randi di gerbang sekolah. Setelah amat lama menanti, Randi berjalan keluar melewati gerbang, tidak sendirian, ia berjalan bersama dengan seorang gadis. Mereka terus saja berjalan tanpa peduli dengan sekelilingnya, termasuk Baron. Baron yang merasa diabaikan mengikuti dari belakang, sesekali ia berdehem, “Ehem ehem”, tapi Randi cuek saja. Cukup ampuh memang, Baron tak bisa berbuat banyak. Randi tahu jika Baron adalah seorang lelaki yang tidak suka mengganggu perempuan. Meski begitu, karena kesal, Baron yang sedari tadi mengikuti Randi menendang pantat Randi hingga Randi tersungkur. Bisa kau bayangkan bukan bagaimana rasanya tersungkur saat kau sedang berjalan berdua dengan wanita? Dan saat itu cukup ramai. Ini bukan soal rasa sakit, tapi lebih ke malu. Emosi Randi naik, ia menoleh ke belakang, dan Baron telah jauh berlari, sambil mengejek-ngejek Randi dari jauh. Ingin Randi mengejar Baron, tapi ia telah lebih dahulu di tahan oleh Lara, gadis yang bersamanya. Wajah Randi saat itu memerah, iya memerah karena masih terbayang olehnya saat jatuh tersungkur tadi, saat ia asyik bercerita dengan Lara, tiba-tiba ia tersungkur, di tengah keramaian. Randi jadi salah tingkah, tapi hatinya penuh amarah : ku hajar kau Baron!

***
4

Minggu, 06 Agustus 2017

Tentang Mengira-ngira


Sudah lumrah manusia mengira-ngira akan suatu hal, menerka-nerka apa yang akan terjadi. Dalam matematika pun kita belajar tentang peluang, tentang kemungkinan-kemungkinan yang bermuara dari memperkirakan tapi memiliki hitung-hitungan tersendiri. Ada banyak hal yang bisa dikira-kira oleh manusia entah itu perihal nasib, masa depan, maupun hasil suatu pertandingan. Bahasa kerennya adalah prediksi. Lalu bagaimana tentang mengira-ngira kepribadian atau perilaku seseorang? Entahlah, aku tak berani mengira-ngira atau merasa tahu tentang perilaku seseorang. Aku menyebutnya menilai perilaku orang lain.

Berbicara tentang mengira perilaku orang lain akan memunculkan dua pandangan tentang orang tersebut, pandangan positif atau negatif. Jika pandangan positif yang muncul, syukurlah, setidaknya itu turut menjaga nama baik orang tersebut. Namun, jika pandangan negatif yang muncul, bisa jadi kita sedang memfitnah orang lain, atau pastinya kita sedang menggunjingkan orang lain. Perkara tentang mengira-ngira perilaku orang ini, sebelum kita melakukannya, sudahkah kita mengenal baik orang itu? Sudahkah kita bergaul banyak dengannya? Sudahkah kita menghabiskan waktu barang sejam dua jam dengannya selama satu hari setiap harinya? Sudahkah kita melakukan perjalanan panjang dengannya? Sebenarnya masih banyak indikator lain untuk menilai dan menerka-nerka perilaku orang lain.

Jika kita bahkan sangat jarang bergaul dengannya, janganlah coba untuk menerka tentang sikapnya. Melakukan itu membuat kita menjadi orang yang sok tahu. Sedang kita sendiri pun tak suka dengan orang yang sok tahu. Semisal ini, kita kenal seseorang, orang itu kenal dengan kita, tapi pergaulan biasa saja dan tak terlalu intens. Pada suatu ketika dia mengira-ngira soal sikap kita seperti ini, seperti itu dan seterusnya yang banyak sekali tak sesuai. Penilaiannya tentang kita justru membuat kita heran sehingga kita berpikir “siapa dia? Akrab tidak, bergaul juga biasa-biasa saja, tapi seakan tahu apapun tentang ku, sok tahu”. Tentu kita tak senang dengan penilaian semacam itu apalagi dari orang yang tak terlalu akrab. Tapi periksa dulu, kamu tak senang karena yang dia katakan tentangmu memang tidak sesuai atau karena kamu tak terima padahal yang ia katakan benar tentangmu?

Jika pun yang ia katakan tentangmu benar, kamu pun belum tentu bisa menerimanya kan? Lalu bagaimana bisa kamu membicarakan kejelekan seseorang pada orang lain? Karenanya, jawablah yang baik-baik saja jika pertanyaan seputar perilaku seseorang jika itu bukan perkara besar. Apabila pertanyaan mengenai perilaku berkaitan tentang hal besar seumpama pernikahan, perniagaan, jawablah setahu mu. Misalkan seorang wanita bertanya kepadamu tentang bagaimana perilaku laki-laki yang hendak melamarnya karena laki-laki itu ialah temanmu, kenalanmu, sahabatmu, maka jawablah semampumu baik buruknya ia karena perkara nikah tak lah main-main. Jangan pula kamu memberi jawaban palsu karena ternyata kamu juga menyukai wanita yang sama. Jikalau kamu tak mampu memberikan jawaban yang memuaskan, rekomendasikanlah orang lain yang berkompeten.

Jangan menilai seseorang hanya dari apa yang mata lihat tanpa mencoba terlibat dengannya. Karena jika tak bergaul dengannya, tak akan bisa kamu memastikan bagaimana ia. Kadang ia tak seburuk yang kau duga. Jangan pula menilai seseorang hanya dari apa yang kamu dengar dari orang lain, karena yang kamu dengar kadang hanya ujaran kebencian atau pujian dari fanatisme. Kenalilah lebih dalam, maka kamu akan tahu, mungkin karena itu ada pepatah "Tak kenal maka tak sayang". 

Setahu apa kita terhadap perilaku orang lain, kita tak berhak menghakiminya karena sejatinya kita tak benar-benar tahu bagaimana seseorang itu. Karena tak semua orang menampilkan total dirinya pada orang lain. Kita tidak bisa menilai seberapa kuat seseorang, juga tak bisa mengatakan seberapa lemah dia. Manusia itu keterbatasan yang tak pernah bisa kita pahami batasnya. Jadi, janganlah merasa sangat tahu tentang teman-temanmu, kenalanmu maupun sahabatmu. Bisa jadi sikapmu yang seolah tahu itu dapat menyinggung orang-orang terdekatmu. Ucapkan saja yang baik-baik tentang kenalanmu, temanmu, sahabatmu. Jika kau benar-benar tak tahu, katakan saja tak tahu daripada menerka-nerka yang tak meiliki dasar.

Kata penutup, mengutip, lupa dari siapa dan kata-kata tepatnya, yang jelas maknanya demikian. Ketika kita bermasalah dengan satu orang, itu maklum dan wajar. Tapi jika kita bermasalah dengan hampir setiap orang, coba cek diri kita, sudah benarkah kita? Curigailah diri kita terlebih dahulu sebelum mencurigai orang lain. Kita jarang menyadari bahwa kadang pemikiran kita sendiri yang menjebak kita dalam menolak kebenaran dari luar. Intropeksi diri, kita tak selalu benar, jangan sampai ego membutakan diri.

Bahkan aku pun belum tentu suci dari dosa ketika menulis ini.




Negeri di Awan

Di bayang wajah mu Ku temukan kasih dan hidup Yang lama lelah aku cari Dimasa lalu Kau datang padaku Kau tawarkan Kasih hati yang tul...