Minggu, 06 Agustus 2017

Tentang Mengira-ngira


Sudah lumrah manusia mengira-ngira akan suatu hal, menerka-nerka apa yang akan terjadi. Dalam matematika pun kita belajar tentang peluang, tentang kemungkinan-kemungkinan yang bermuara dari memperkirakan tapi memiliki hitung-hitungan tersendiri. Ada banyak hal yang bisa dikira-kira oleh manusia entah itu perihal nasib, masa depan, maupun hasil suatu pertandingan. Bahasa kerennya adalah prediksi. Lalu bagaimana tentang mengira-ngira kepribadian atau perilaku seseorang? Entahlah, aku tak berani mengira-ngira atau merasa tahu tentang perilaku seseorang. Aku menyebutnya menilai perilaku orang lain.

Berbicara tentang mengira perilaku orang lain akan memunculkan dua pandangan tentang orang tersebut, pandangan positif atau negatif. Jika pandangan positif yang muncul, syukurlah, setidaknya itu turut menjaga nama baik orang tersebut. Namun, jika pandangan negatif yang muncul, bisa jadi kita sedang memfitnah orang lain, atau pastinya kita sedang menggunjingkan orang lain. Perkara tentang mengira-ngira perilaku orang ini, sebelum kita melakukannya, sudahkah kita mengenal baik orang itu? Sudahkah kita bergaul banyak dengannya? Sudahkah kita menghabiskan waktu barang sejam dua jam dengannya selama satu hari setiap harinya? Sudahkah kita melakukan perjalanan panjang dengannya? Sebenarnya masih banyak indikator lain untuk menilai dan menerka-nerka perilaku orang lain.

Jika kita bahkan sangat jarang bergaul dengannya, janganlah coba untuk menerka tentang sikapnya. Melakukan itu membuat kita menjadi orang yang sok tahu. Sedang kita sendiri pun tak suka dengan orang yang sok tahu. Semisal ini, kita kenal seseorang, orang itu kenal dengan kita, tapi pergaulan biasa saja dan tak terlalu intens. Pada suatu ketika dia mengira-ngira soal sikap kita seperti ini, seperti itu dan seterusnya yang banyak sekali tak sesuai. Penilaiannya tentang kita justru membuat kita heran sehingga kita berpikir “siapa dia? Akrab tidak, bergaul juga biasa-biasa saja, tapi seakan tahu apapun tentang ku, sok tahu”. Tentu kita tak senang dengan penilaian semacam itu apalagi dari orang yang tak terlalu akrab. Tapi periksa dulu, kamu tak senang karena yang dia katakan tentangmu memang tidak sesuai atau karena kamu tak terima padahal yang ia katakan benar tentangmu?

Jika pun yang ia katakan tentangmu benar, kamu pun belum tentu bisa menerimanya kan? Lalu bagaimana bisa kamu membicarakan kejelekan seseorang pada orang lain? Karenanya, jawablah yang baik-baik saja jika pertanyaan seputar perilaku seseorang jika itu bukan perkara besar. Apabila pertanyaan mengenai perilaku berkaitan tentang hal besar seumpama pernikahan, perniagaan, jawablah setahu mu. Misalkan seorang wanita bertanya kepadamu tentang bagaimana perilaku laki-laki yang hendak melamarnya karena laki-laki itu ialah temanmu, kenalanmu, sahabatmu, maka jawablah semampumu baik buruknya ia karena perkara nikah tak lah main-main. Jangan pula kamu memberi jawaban palsu karena ternyata kamu juga menyukai wanita yang sama. Jikalau kamu tak mampu memberikan jawaban yang memuaskan, rekomendasikanlah orang lain yang berkompeten.

Jangan menilai seseorang hanya dari apa yang mata lihat tanpa mencoba terlibat dengannya. Karena jika tak bergaul dengannya, tak akan bisa kamu memastikan bagaimana ia. Kadang ia tak seburuk yang kau duga. Jangan pula menilai seseorang hanya dari apa yang kamu dengar dari orang lain, karena yang kamu dengar kadang hanya ujaran kebencian atau pujian dari fanatisme. Kenalilah lebih dalam, maka kamu akan tahu, mungkin karena itu ada pepatah "Tak kenal maka tak sayang". 

Setahu apa kita terhadap perilaku orang lain, kita tak berhak menghakiminya karena sejatinya kita tak benar-benar tahu bagaimana seseorang itu. Karena tak semua orang menampilkan total dirinya pada orang lain. Kita tidak bisa menilai seberapa kuat seseorang, juga tak bisa mengatakan seberapa lemah dia. Manusia itu keterbatasan yang tak pernah bisa kita pahami batasnya. Jadi, janganlah merasa sangat tahu tentang teman-temanmu, kenalanmu maupun sahabatmu. Bisa jadi sikapmu yang seolah tahu itu dapat menyinggung orang-orang terdekatmu. Ucapkan saja yang baik-baik tentang kenalanmu, temanmu, sahabatmu. Jika kau benar-benar tak tahu, katakan saja tak tahu daripada menerka-nerka yang tak meiliki dasar.

Kata penutup, mengutip, lupa dari siapa dan kata-kata tepatnya, yang jelas maknanya demikian. Ketika kita bermasalah dengan satu orang, itu maklum dan wajar. Tapi jika kita bermasalah dengan hampir setiap orang, coba cek diri kita, sudah benarkah kita? Curigailah diri kita terlebih dahulu sebelum mencurigai orang lain. Kita jarang menyadari bahwa kadang pemikiran kita sendiri yang menjebak kita dalam menolak kebenaran dari luar. Intropeksi diri, kita tak selalu benar, jangan sampai ego membutakan diri.

Bahkan aku pun belum tentu suci dari dosa ketika menulis ini.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Negeri di Awan

Di bayang wajah mu Ku temukan kasih dan hidup Yang lama lelah aku cari Dimasa lalu Kau datang padaku Kau tawarkan Kasih hati yang tul...