Minggu, 24 September 2017

4.12.

 Introduce of Me

Pada sebuah tempat yang penuh dengan intrik. Redstars sedang berkumpul bersama Arainan. “Aku tak bisa memaksanya, dan bukan prinsipku untuk menyerang dari belakang” ucap Arainan. “Si mesum ini juga punya harga diri rupanya” balas Anwar. Arainan nampak kesal mendengarnya.
“Begini saja, kau ikuti strategi ku, strategi ini cocok dengan jiwa mesummu itu”.
“Sial, tapi kalau cocok boleh deh, apa ide mu?
Dan tak lama setelah itu, dua pertarungan besar akan meramaikan SMA 4 yang damai ini.
***

Malam itu Adi sangat sibuk dengan game Playstation 1 nya. “Di, makan dulu nak, kamu belum makan sejak sore tadi” seru ibu yang sampai mendatangi kamar Adi. Adi masih asyik saja dengan permainannya, suara alunan radio menjadi hiburannya malam itu. alunan lagu sendu membuat suasana bermain Adi jadi kusyuk. Tiba-tiba suasana jadi hening, alunan lagu dari radio hilang. “Di, makan dulu, kamu masih belum makan sejak tadi sore!” kali ini Ibu masuk kamar Adi dan langsung mematikan radio. “Eh Ibu, iya bu, nanggung dikit lagi” seru Adi sambil tetap melanjutkan pekerjaan. “Sekarang, Adi!!!” bentak Ibu. Kali ini tanpa ba bi bu Adi langsung meloncat dari arena bermainnya. “Iya bu”. Adi tak berani melawan kalau Ibu sudah membentak seperti itu. “Dasar anak jaman sekarang harus di bentak dulu baru jalan” keluh ibu.
Ibu menghampiri Adi di meja makan.
“Di, kapan rapor semester satu ini dibagikan?.
“Sabtu depan bu, sekarang sekolah lagi classmeeeting, ibu bisa datang kan?”
“Hmmm, tentu, ibu akan datang tapi mungkin ibu mesti ke toko sebelum itu, tidak apa-apa kan?”
“Iya bu, lagipula bagi rapornya paling cepat jam 09.00”
“Iya Di” jawab ibu sambil tersenyum. Sebagai orang tua tunggal, ibu hanya malam hari saja bertemu dengan Adi di rumah, karena sejak pagi hingga sore ibu harus ke toko di pasar. Pagi-pagi sekali ibu sudah mesti bangun untuk memasak. Untungnya Adi sudah terbiasa mandiri sejak ayah dan ibunya bercerai sejak ia di Sekolah Dasar. Bagi ibu, menyediakan sedikit waktu untuk putranya adalah sebuah kebahagiaan.
“Libur nanti, Aji ingin kesini katanya Di” ucap ibu lagi. Adi tertahan sejenak. Kebahagiaan terpancar dari wajahnya.
“Ayah juga bu?” tanya Adi. Ibu menggeleng, raut wajahnya menampakkan kesedihan. Adi yang menyadari itu menyesali pertanyaannya. Tanpa sengaja ia telah melukai perasaan ibunya.
“Maaf bu, Adi tidak bermasud menyakiti hati Ibu”. Ibu menggeleng, ibu mencoba tersenyum.
“Tak apa nak, ibu senang karena Aji akan kesini, mungkin ibu akan mengajak kalian bertamasya saat Aji kesini”.
“Iya bu?”
“Iya nak”
“Yess! Makasih bu”
“Iya, habiskan makananmu dulu”

Ibu tersenyum melihat kebahagiaan putranya itu, meski terselip duka dari mata ibu. Ibu masih harus menahan hati, ia sadar, Adi tentu rindu ayahnya. Namun ibu masih belum bisa memaafkan kesalahan mantan suaminya. Sakit masih menaungi hati Ibu. Perselingkuhan ayah dengan sekretarisnya waktu itu benar-benar membuat ibu terpukul. Ibu tak punya pilihan selain jalan berpisah, perpisahan yang juga memisahkannya dengan satu putranya lagi yang ikut dengan ayahnya. Ayah menikah dengan sekretarisnya meski tak lama ayah bercerai lagi dengan sekretaris tersebut. saat ini ayah pun sama seperti ibu, hanya berdua dengan Aji, adik Adi.
***

Adri menikmati makan malam bersama dengan Bu Darmi, pembantu sekaligus orang yang telah menjaga Adri sedari kecil. Bu Darmi selalu menemani makan malam Adri jika Adri sedang makan malam di rumah, karena biasanya Adri selalu makan malam di luar. Meski begitu, Adri selalu membawakan Bu Darmi makanan. Tapi kali ini Adri telah meminta Bu Darmi untuk memasak makanan kesukaannya. Adri melahap makanan yang ada semuanya. Ia sengaja tak jajan hari ini.
“Ayah dan Ibu, kapan katanya akan pulang Mbok?”
Bu Darmi terdiam, ia tak ingin merusak suasana makan Adri dengan jawabannya.
“Makan dulu Mas, nanti saja ceritanya. Mbok buatin jus dulu ya”. Sambil Bu Darmi beranjak menuju dapur. Bu Darmi lah orang yang menjaga rumah besar ini, rumah besar yang terlalu besar untuk keluarga kecil ini. Kedua orang tua Adri selalu sibuk dan pulang ke rumah adalah hal yang jarang. Kalaupun pulang, paling malam dan pagi harus berangkat lagi. Hal demikian akhirnya membuat Adri enggan di rumah. Rumah tak senyaman itu untuk Adri.
“Mbok, aku udah nih, udah habis semua”
“Iya Mas, ini minumnya”
“Makasih Mbok”
“Mas, kenapa tanya Bapak sama Ibu? Bapak sama Ibu tadi siang menelpon kalau mereka akan ke Itali untuk seminggu ke depan”.
Adri menghembuskan nafas panjang, ia maklum, ia menghabiskan minumnya. “Nggak apa-apa Buk, nanya aja kok, hehehe”. Bu Darmi memperhatikan Adri. Ia tahu ada yang disembunyikan Adri, Bu Darmi sangat tahu akan Adri karena baginya Adri sudah seperti anaknya sendiri. “Mas, kalau ada apa-apa, bilang sama Mbok, mungkin Mbok bisa bantu”. Adri terdiam, senyumnya masam. “Nggak apa-apa mbok, aku Cuma rindu mereka” Ucap Adri sambil berdiri. “Mbok, aku ke kamar dulu ya”. Kemudian Adri berlalu menuju kamarnya. “Iya Mas”. Bu Darmi selalu merasa kasihan akan tuan mudanya itu, tapi setidaknya Adri tak keluar malam ini, karena biasanya jika permasalahan orang tuanya, Adri akan keluar malam dan pulang entah jam berapa. Bu Darmi-lah yang setia menanti kepulangan tuan mudanya meski kadang tak pulang sama sekali. Dalam kamar Adri hanya menatap keluar, ke jalanan dari jendela kamarnya di lantai dua. Jalanan amat ramai saat itu, dan Adri hanya menatap dalam kediaman. Maaf Mbok, kebutuhan anak akan orang tua adalah hal yang tak tergantiakan, suara Adri lirih.
***

Rumah Andra, malam. Suasana hangat terpancar dari rumah sederhana ditepi gang kecil itu. Andra beserta ayah dan ibunya tengah menikmati makan malam keluarga. Sudah jadi kebiasaan di rumah Andra untuk makan malam bersama ketika semua orang telah berkumpul, suasana yang tidak setiap hari bisa mereka rasakan terutama jika Andra harus kerja malam hari menjaga mini market tempatnya bekerja. Pembahasan malam itu adalah tentang liburan dan rencana-rencana ke-depannya. “Bu, nanti yang pergi ambil rapor Andra siapa?”. Ibu Andra membuka suara. “Biar Ibu yang menjemputnya Ndra, kalau bapakmu dia kan kerja dari pagi”. “Sekalian ibu juga ingin bertemu dengan teman-teman yang sering kau ceritakan pada Ibu itu, siapa namanya? Adi dan Heri, bukan?”. Andra menahan tawa mendengar ucapan Ibunya. “Hahaha, bukan Heri bu, tapi Eri, Erika, dia cewek bu, anaknya cantik dan baik”. Ujar Andra sambil tersenyum. “Oh iya itu, jadi nggak sabar ketemu teman-temanmu Ndra”. Andra tersenyum-senyum saja mendengarnya. “Oh ya, libur nanti kamu jadi kerja dari siang sampai malam?” tanya Bapak sambil mengambil nasi tambah. Ibu refleks menahan Bapak yang mau mengambil nasi tambah. “Jangan makan banyak Pak, ingat gula darahnya”. “Dikit aja bu, Bapak masih lapar”. Bapak masih berusaha mengambil nasinya.
“Jadi Pak, dan kalau tidak ada halangan, mulai sekolah nanti tabungan Andra akan cukup untuk membeli sebuah sepeda motor baru” ucap Andra sambil tersenyum.
“Bagus itu Ndra, Bapak bangga sama kamu”. Balas Bapak sambil masih mengunyah makanannya.
“Makannya di rem dong Pak”. Ibu kembali mengingatkan
“Hehe, santai Bu, Bapak lagi senang nih”
Dan keributan-keributan kecil yang menghangatkan selalu mewarnai meja makan keluarga ini hingga malam menjelang dan lelap menina-bobo-kan.
***

Hari ke-3 Class Meeting, suasana yang menyenangkan karena beberapa perlombaan sudah mulai memasuki babak terakhir. Suasana yang akan amat dinanti-nanti bagi yang suka olahraga dan seni dalam menampilkan keahliannya. Bagi yang tidak berminat terhadap Class Meeting, bisa dipastikan berada di kantin, di dalam kelas berkumpul dan bercerita, atau tempat-tempat lainnya yang bisa saja melakukan hal-hal yang melanggar, toh saat-saat seperti ini keaman dan pengawasan dari pihak sekolah sudah berkurang. Kebebasan Class Meeting juga dimanfaatkan oleh Red Stars dan Arainan dalam mencapai tujuan. Arainan mendatangi gerombolan siswi kelas satu tempat dimana Lara, teman dekat Randi sedang berkumpul bersama teman-temannya. Dengan senyum penuh percaya diri Arainan mendatangi Lara, ia berdiri tepat dihadapan gadis itu. khalayak waktu itu terhening sesaat, waktu ter-jeda karenanya, tak terkecuali Lara. Ia terkejut akan kedatangan Arainan yang mengabaikan siapapun selain dia. Arainan menghadapkan wajahnya ke wajah Lara, batas wajah antara keduanya hanya sepersekian senti saja. Lara menahan napas sesaat ketika ia menghirup aroma rokok dari hembusan napas Arainan. Lara panik, ia pucat, keringatnya membasahi wajah ayu-nya. Arainan tersenyum dan tanpa sepatah kata hanya menatap tajam ke arah Lara. Saat-saat yang mendebarkan bagi Lara sebelum akhirnya ia menghentakkan tubuhnya berdiri, dan berlari meninggalkan Arainan. Semuanya terjadi begitu cepat dan semesta sekitar mereka tetap membisu, Arainan menatap kepergian gadis itu, yang ia sendiri tak tahu namanya. Senyum kemenangan tampil di wajah Arainan ketika arah lari yang di tuju oleh Lara justru memunculkan sosok yang amat ia cari, Randi.

Randi yang saat itu tengah berjalan menuju kelas tersenyum melihat Lara berlari kearahnya. Senyum Randi perlahan berubah ketika ia jelas melihat air mata mengaliri wajah gadis itu. “Lara” panggil Randi, meski saat itu Lara tak menghiraukan panggilan Randi, ia terus berlari sambil menutupi mulutnya, menahan isak menuju kamar mandi. Randi tersengat, emosinya naik, ia cari arah datangnya Lara tadi. Di antara gerombolan siswi teman sekelasnya, Randi menemukan sosok Arainan, yang tersenyum puas. Kini Randi dan Arainan telah bertemu muka, saling bertatapan, raut kebencian tampak jelas dari wajah Randi ketika senyum licik Arainan menghiasi wajahnya. “Jangan salah paham ya, aku hanya menyukai senyuman gadis tadi dan ingin menikmatinya sejenak, hehehe” ucap Arainan penuh kemenangan. Randi masih diam, tatapan matanya tajam menatap Randi. “Ayolah bung, dia hanya teman mu kan? Tak perlu marah begitu, lagipula ...” belum sempat Arainan menyelesaikan kata-katanya, sebuah tinju mengarah kewajahnya, refleks yang bagus, Arainan menghindarinya. Arainan mundur selangkah, dan siswi-siswi yang tadi hanya melihat mulai berteriak tak tentu melihat perkelahian itu. “Kau, aku akan membuatmu menyesal kribo sialan” tatap Randi sambil menunjuk Arainan. “Hehe, bagus kalau begitu, aku tunggu kau di Hutan Kota sore ini” Kemudia Arainan berlalu pergi. Randi menatap kepergian Arainan. Bagi orang-orang yang terbiasa berkelahi seperti mereka, sekolah memang bukan tempat yang nyaman untuk melakukannya.
“Hei Ran, itu Lara sudah kembali” tunjuk salah satu siswi tadi. Randi menoleh kebelakang, ia berlari ke arah Lara. Ia hampiri gadis itu, ia pegang dua tangannya, ia tatap wajahnya, wajah yang telah basah oleh air, tapi ketakutan masih tampak dari mata itu. Randi menggandeng tangan Lara, mengajaknya pergi. “Kita pergi Lara”. Lara hanya menurut, bagi Lara, Randi adalah teman yang bisa ia percaya lebih dari apapun, pun bagi Randi, Lara adalah segalanya untuk hatinya.
***

Lapangan sepak bola. Sedang ada pertandingan antara kelas X.1 dan XII IPA 2. Siswi-siswi kelas X.1 oleh siswa-siswa yang bertanding diminta untuk memberi dukungan, memberikan semangat. Tidak hanya itu, siswa kelas X.1 yang tidak ikut main pun disuruh memberi dukungan. Jadilah suasana pertandingan itu ramai akan suporter dari siswa kelas X.1, berbanding terbalik dengan kelas XII IPA 2 yang minim pendukung. Bahkan Adi pun ada disana, sebagai suporter bersama Andra yang memaksa Adi untuk menonton pertandingan. Suasana amat riuh pada pertandingan itu. Serangan dari kedua tim silih berganti mengancam masing-masing lawan, sebuah pertandingan yang penuh semangat dan sangat menghibur. Ini pertandingan semifinal di cabang sepak bola dalam kegiatan Class Meeting ini. Empat tim yang lolos ke semifinal ini terdiri dari kelas X.1, XII IPA 2, XII IPS 3, dan XI IPS 2. Kelas X 1 adalah satu-satunya kelas X yang lolos ke semifinal karena ternyata banyak pemain-pemain yang bagus saat masih di SMP, calon-calon penerus tim sepakbola sekolah, begitulah kata khalayak si SMA N 4 ini.

“Liat tu Di, si Joko Udin, dia memang hebat sekali mainnya”. “Tim sepak bola SMP ku saja dikalahkan oleh dia dulunya”. Ucap Andra sambil menunjuk-nunjuk Joko Udin yang dengan lincahnya melewati lawan-lawannya. Adi hanya menyaksikannya. Meski kurang suka olahraga dan tak paham sepakbola, namun ia paham bahwa permainan teman-teman sekelasnya sungguh bagus untuk dilihat. Hanya saja, lawan juga merupakan tim yang bagus. “Iya iya, dia memang hebat, Sutrisna juga bagus mainnya, tapi lawan juga kuat, susah nih buat menang”. Sahut Adi. Andra reflek menoleh ke Adi, tatapan tajam. “Itulah gunanya kau ada disini, keluarkan suaramu! Dukung mereka biar lebih bersemangat! Ucap Andra penuh semangat sambil menarik-narik tangan Adi keatas untuk membentuk yel-yel. “Ngajak berantem ya?” seru Adi ketus menarik paksa tangannya sambil berjalan pergi. “Yah dia kabur, ngambekan nih” sambil Andra menyusul dari belakang.
***

Disebuah sudut sekolah, Redstars dan Arainan masih merencanakan hal-hal buruk untuk keberhasilan tujuan mereka.
“Gimana tadi? Sudah lumayan bagus kan buat mancing si Randi biar dia keluar dari kandang dan melawan ku?”
“Itu lebih dari cukup Nan, gimana menurutmu Ron?”
Baron yang ditanya masih diam. Baron masih tidak percaya dengan apa yang dilakukan Arainan tadi. Ia merasa bersalah pada Lara karena ialah yang memberi informasi pada Anwar Faisal soal Lara dan Randi. Ia masih tertegun hingga Choki menepuk pundaknya. Baron gelagapan saat itu. Semua orang saat itu disana memperhatikan sikap Baron. Mereka sama-sama paham bahwa Baron adalah laki-laki yang amat menghormati perempuan. Dan apa yang terjadi tadi, adalah pukulan buatnya. Arainan berjalan menghampiri Baron.

                “Nak, aku berterima kasih atas info darimu, aku tadi itu tidak serius, jika bisa aku tidak ingin melakukan cara itu”. Baron masih terdiam. Dia menatap Arainan. Tatapan Arainan jelas dan tajam, tak ada kebohongan dalam tatapannya. Baron menarik nafasnya dalam-dalam. “Maaf, aku terlalu terbawa perasaan” seru Baron lagi. “Aku keluar dulu” Dan Baron pun melangkah keluar dari tempat itu, gudang kosong dibelakang sekolah. Anwar Faisal dan yang lain membiarkan saja, mereka fokus pada rencana selanjutnya, target selanjutnya Anwar Faisal, Adri Ramdhan.
***
4



                “Jadi, kau akhirnya akan melawan Arainan?” saat itu Randy dan Adri tengah bertemu. Randy tak menjawab. “Kau sudah dengar belum, Kusuma Teza dan Ezra Andrey dari SMA 5 juga akan bertarung dua hari lagi” lanjut Adri meneruskan kata-katanya. Randy tetap diam saja. “Sepertinya suasana senggang Class Meeting dan efek duel ARG dan Ryo Anggara mulai terasa pada orang-orang kuat lainnya. Para junior mulai menantang seniornya, pergantian generasi, dan kau sampai kapan terus diam? Orang-orang seperti kita tidak akan bisa hidup damai, bukan gaya kita!” adri berucap tegas. Randy menatap Adri, dia tersenyum, sinis. “Kau yang terus menghindar dari Anwar Faisal, rasanya tak pantas memberiku nasehat semacam itu”. Suasana hening, tegang. Kata-kata Randy tepat menyindir Adri. “Kau benar” balas Adri sambil mengangguk. “Bagaimana kalau kita mulai generasi kita dengan bertarung dengan kedua orang itu?” tanya Adri dengan wajah serius. Randy tersenyum, wajahnya jelas mengiyakan. “Sial!”. Ini akan jadi sore yang menegangkan.
***

 “Goooooooooaaaaalll!!!” Andra berteriak kencang ketika Joko Udin berhasil mencetak goal ke gawang lawan. Semua pemain kelas X.I bersorak dan merayakan gol tersebut. gol yang sangat berkelas dari Joko Udin yang berhasil memasukkan bola dengan tendangan keras setelah melewati penjagaan beberapa pemain belakang lawan. Gol yang terjadi ketika waktu hampir habis ini benar-benar membuat seisi lapangan bahkan seluruh penonton bergemuruh, tak terkecuali Andra. Ya, Adi dan Andra kembali menonton pertandingan setelah sebelumnya Adi pergi untuk makan. Dan tak lama berselang, waktu pun habis, pertandingan usai. Joko Udin menjadi pahlawan pada pertandingan itu. sedangkan para senior yang kalah harus berlapang dada meski harus kalah oleh junior sendiri.

Pertandingan final cabang sepak bola akan diadakan besok sesuai jadwal antara kelas X.1 yang baru saja memastikan diri dan lawannya antara kelas XII IPS 3 atau XI IPS 2 yang akan bertanding setelah ini. Sepakbola masih menjadi olah raga yang disorot dalam Class Meeting kali ini. Adi dan Andra masih akan menonton pertandingan setelah ini. Hari-hari yang damai buat mereka. Sedangkan Ery sedang asik-asiknya mengikuti berbagai pertemuan awal untuk kegiatan ekskul tari, untuk menyambut lomba olah raga dan seni tingkat kota yang selalu diadakan tiap tahun oleh SMA N 4, sebuah agenda rutin tahunan sekolah ini yang dikomandoi oleh pengurus OSIS.
***

Area bekas pabrik tahu, jam 16.30 WIB.
“Aku heran kenapa kau memilih tempat ini Arainan?”.
“Ini permintaan dari teman, karena dia juga akan bertarung disini”. Balas Arainan. Randy dan Arainan telah berada ditempat yang mereka janjikan sewaktu disekolah.
“Tak perlu banyak bicara Arainan, kita selesaikan ini secepatnya!”.
Arainan menatap Randy, ia tersenyum puas dan menyalakan sebatang rokok.
“Tenanglah, santai saja, pertama, aku ini seniormu, setidaknya hormati orang yang lebih tua darimu jika kau tak suka dengan senioritas”.
“Kedua, ini akan jadi pertarungan dua lawan dua, jadi tunggu sampai temanmu datang”.
Randy mengerinyitkan dahi dan tak mengerti maksud Arainan. Namun sebelum sempat ia bertanya, Anwar Faisal muncul dari dalam gedung, kini ia mengerti.
“Haha, ini menarik, adik-adik kita yang manis ini akan belajar soal cara hidup SMA 4 sekarang” seru Anwar.
“Sebaiknya kau jangan kalah War!” seru Arainan.
“Jangan sembarangan bicara, kau pikir aku siapa?”.
Dan tak lama, sebuah sepeda motor datang ke arah mereka. Adri telah datang. Ia memarkirkan motornya dan berjalan santai menuju ketempat tiga orang tersebut berdiri. “Maaf membuat kalian menunggu”. Adri telah siap, dan senyum sumringah menjadi ciri khasnya. “Tempat yang bagus untuk bernostalgia, senior” seru Adri. Anwar memanas, emosinya terpancing, tempat ini adalah tempat dimana Redstars dikalahkan oleh anak-anak SMA 7. Dan Arainan, dia tertawa mendengar itu. “Haha, kau menarik Adik kecil, haha”.

Adri melihat ke sekeliling, ia mencari sesuatu. “Dimana Redstars yang lain?” tanya Adri. “Ini urusan pribadi bocah!” seru Anwar. “Aku tidak akan melibatkan mereka, hanya kau dan aku!”. Adri tersenyum, “Baiklah senior, kini aku mengerti, aku akan melawanmu dengan serius karena kau pantas untuk dihargai”. Hembusan angin senja menyisir lembut kulit-kulit ke-empat anak tersebut. Suasana hening sejenak melingkupi mereka. Masing-masing telah siap dengan tinju yang mengepal. “Kau siap Ran? Tanya Adri sambil menoleh pada Randy. Randy tersenyum, senyum seorang kawan. “Tentu saja” jawabnya. “Baguslah”. Gumam Adri.
                “Aku sudah tidak sabar, jangan basa basi lagi, Randy, kau milikku!” ujar Arainan maju kearah Randy. Ia membuang sisa rokoknya keudara sebagai pertanda dimulainya duel ini. Adri dan Randy tanpa banya bicara maju, sambil maju Adri memukulkan lengan kirinya ke arah Randy, Randy membalas dengan pukulan lengan, sebuah tos yang elegan. “Saat ini kita adalah partner, semoga berhasil!” ucap Adri. “Kau juga” Balas Randy. Dan langit senja yang indah menjadi saksi dari jiwa-jiwa muda yang penuh semangat itu.
***

Hutan Kota, pada senja yang sama.

Terlihat Joko Kamal, Choki, Rudy, Riko Udin Jati dan Baron telah berkumpul sejak tadi. Anggota Redstars tersebut telah mulai kehabisan kesabarannya. “Sial! Kita ditipu si Anwar sama Arainan” seru Rudi. “Anwar sialan!”. “Awas kau War!” seruan-seruan kasar lainnya terlontar dari mereka yang ada disana. Hanya Baron yang tersenyum, dia telah tahu tentang hal ini, namun dia memenuhi permintaan ketuanya untuk bisa bertarung sendiri tanpa teman-teman yang lain. Tapi hasrat Baron untuk menyaksikan pertarungan besar itu amat kuat, karenanya ia mencari cara untuk bisa melihatnya. “Kak Rudi, aku pulang saja ya, aku masih ada urusan lain di rumah”. Rudi yang masih kesal tanpa banyak pikir langsung mengiyakan permintaan Baron. Dan jadilah Baron pergi meninggalkan tempat itu dengan sepeda motor Legenda milik ayah-nya.

Sedangkan empat orang Redstars yang tersisa masih sibuk mengumpat. “Sial sekali, kita dikerjai oleh mereka” seru Riko. “Ya sudahlah, aku mau duduk-duduk dulu disini, langitnya cukup bagus” balas Choki sambil ia menyalakan rokok. Dan akhirnya keempat anak SMA tersebut menikmati langit senja hari itu, yang memang menawan.


Bersambung ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Negeri di Awan

Di bayang wajah mu Ku temukan kasih dan hidup Yang lama lelah aku cari Dimasa lalu Kau datang padaku Kau tawarkan Kasih hati yang tul...