Sabtu, 16 September 2017

Tentang Perpisahan, tentang Kepergian dan yang Ditinggalkan


Aku pernah terhenti pada satu titik terlalu lama
Kemudian Dia datang dan membuat garis waktu ku kembali berjalan meski pelan
Lalu Kau hadir dan membuat duniaku menjadi lebih dinamis
Dan tak lama lagi mungkin Kau juga akan pergi
Sama seperti Dia ...

Aku pernah benar-benar terhenti amat lama pada sebuah titik, dimana waktu didalam hatiku berhenti dan tak berjalan kemanapun. Waktu itu, aku terbiasa dengan kesendirian dan menghabiskan waktu bersama hobi dan teman-teman. Dunia yang jauh dari hiruk-pikuk konflik perasaan.

            Namun, setenang apapun kehidupan, rasanya akan membosankan jika dilalui dengan melakukan hal-hal yang itu-itu saja. Akan sangat membosankan jika yang kamu lakukan setiap harinya hal yang itu-itu saja, bangun pagi, sekolah, pulang, makan, main, pulang, tidur dan selalu begitu. Jadi, aku mulai mencari-cari hal baru dan ...

Yah, anggap saja aku menemukanmu, entah menemukan, dipertemukan, atau saling menemukan, yang pasti aku mengenalmu, meski aku telah mengenal Dia.
Saat bertemu denganmu, waktu ku sebenarnya sudah berjalan meski pelan, Dia menggerakkannya perlahan. Setidaknya saat itu aku sedikit punya arah.

Ada banyak hal setelah pertemuan itu, aku perlahan mulai sedikit menemukan alur waktu ku. Hal-hal yang dulu berjalan dengan amat tenang, mulai bergerak tak beraturan, kadang waktu itu bisa berjalan amat kencang, terkadang pula ia bisa amat pelan dan kadang bisa amat diam. Maksudku, aku tak lagi menjalani hari yang seperti itu-seperti itu saja. Hanya satu pertemuan mampu menghadirkan banyak hal, kadang memang begitu kan? Banyak hal-hal besar dimulai dari hal-hal sederhana? Jika tidak bagimu, mungkin kamu kurang memaknai dan mensyukuri hal-hal kecil yang kamu terima. Bukan berarti aku ini orang yang selalu bersyukur kok, hanya aku selalu berusaha untuk melakukannya.

Aku tak akan ceritakan apa saja yang sudah aku lalui bersamamu. Itu cukup jadi milik ku, namun jika kau juga menganggap itu penting untukmu, kau juga boleh menyimpannya. Jujur saja, setelah banyak hal yang aku lalui bersamamu, aku masih tak berani untuk menganggapmu milikku, itu berlebihan, atau bisa saja sikap dan perasaan yang terlalu memiliki akan melukaimu, toh sampai hari ini aku tak pernah tahu apa yang ada dalam hati mu? Meski aku sangat ingin tahu, biarlah, aku tak ingin terlalu memikirkannya, aku takut jika nanti isi hatimu tak sesuai dengan yang aku inginkan. Aku masih belum siap terluka lagi, meski telah bertahun terakhir kali aku kehilangan, rasanya masih akan sama saja kan? Sebenarnya bukan hanya soal rasa sakit, tapi soal kehilangan orang yang penting bagimu, itu jauh lebih menyakitkan.

Dan setelah banyak waktu-waktu yang menyenangkan bersamamu. Waktu-waktu yang terlalu menyenangkan sampai aku lupa, selalu ada akhir dari sebuah awal, selalu ada perpisahan setelah pertemuan entah cepat entah lambat. Waktu dalam kepalaku sempat terhenti saat kau menyampaikan kata pergi, percayalah, aku selalu takut dengan kata-kata itu, setidaknya akhir-akhir ini. Pergi, hal yang sering aku lakukan dulunya karena aku memang sering berpindah-pindah tempat dari dulunya. Ternyata kata itu kini menjadi momok untuk ku, yang saat ini terlalu lama menetap di satu titik. Aku jadi mulai berpikir, mungkin aku perlu mempersiapkan diri untuk mendengar kata-kata “Pergi”.

Saat kata “pergi” itu terdengar, otakku sesaat berhenti bekerja, dan semesta disekelilingku diam, hening. Hanya helaan nafas panjang yang membuat waktu ku kembali berjalan, semesta disekelilingku kembali berotasi. Ternyata mengalami tak pernah mudah meski kau sudah mempersiapkan diri. Yah, merasakan selalu lebih dari sekedar memahami.

Sambil aku masih memikirkan kepergianmu, aku mulai merasa waktu ku mulai mengalami penurunan percepatan, meski belum terlalu signifikan. Aku dan kau itu cuma bersama, menghabiskan waktu bersama namun tak sesering itu, temu itu jarang. Namun tak sesedarhana itu kan? Biarlah aku dan kau saja yang tahu.

Aku berterima kasih untuk hari-hari yang menyenangkan itu. Aku menulis kata-kata ini dengan sambil tersenyum, aku bersyukur diberi kesempatan untuk mengenalmu.

Jadi, ketika kau pergi, aku tak punya kuasa untuk menahannya. Juga tak punya hak untuk melarang, sama sekali tak punya. Yang aku bisa cuma berharap, lain dari itu mendoakan. Sisanya menjalani hidupku yang masih punya banyak hutang kepada orang tua.

Aku berharap waktu ku tak kembali terhenti seperti dulu, semoga. Dan kau, semoga baik-baik saja dimanapun berada. Jangan terlalu memikirkan perasaanku, kau lebih perlu memikirkan masa depanmu. Aku akan baik-baik saja, sendiri itu temanku, meski ditinggalkan itu sulit, aku pasti bangkit.

Maaf untuk waktu-waktu yang sempat melukaimu tanpa sengaja, semoga kau bahagia. Jika tempat baru mu terlalu kejam, kau selalu punya rumah untuk kembali, tanpa peduli seberapa lama kau meninggalkannya, tanpa peduli sejauh apa dunia yang telah kau jelang. Jika orang-orang disana terlalu melukai, kau selalu punya keluarga untuk berbagi dan menguatkan meski kau jarang menemui, atau sulit untuk sekedar berkabar.

Dan aku, jangan sungkan jika kau rindu...




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Negeri di Awan

Di bayang wajah mu Ku temukan kasih dan hidup Yang lama lelah aku cari Dimasa lalu Kau datang padaku Kau tawarkan Kasih hati yang tul...