Jumat, 24 November 2017

Pesisir Selatan Explore II

Bicara Pesisir Selatan maka tak akan lepas dari pantai. Yup, Pesisir Selatan adalah salah satu kabupaten yang berada di wilayah tepian pantai Pulau Sumatera. Pesisir Selatan kaya akan pantai pasir putih yang akan memanjakan mata dan laut biru yang menenangkan. Tak perlu berpanjang lebar, langsung saja cek TKP ...


Pantai Batu Kalang

Batu Kalang merupakan pantai pasir putih dengan bebatuan yang menghiasi tepiannya. Pantai ini berada di Kecamatan Tarusan, tak jauh dari kawasan puncak Mandeh. Kalau dari Kota Padang, diperlukan waktu sekitar satu jam untuk ke tempat ini. Berikut penampakannya





Batu Kalang menyajikan keindahan biru laut dan pasir putih yang memanjakan mata. Disekitar pantai juga terdapat banyak pedagang makanan yang menyediakan beraneka makanan. Kamu bisa mandi juga disini dan menjelajah karena pantai ini cukup panjang wilayahnya. Pantai ini juga dapat dinikmati dari ketinggian karena terdapat jalan yang sedikit mendaki jika kamu mencoba menelusuri pantai ini. Dan pemandangan dari atas akan menyajikan penampakan yang berbeda, namun tetap indah.

Kawasan Mandeh

Kawasan Mandeh merupakan pesona wisata yang lengkap karena terdiri dari pulau pulai kecil yang indah. Namun saya tidak akan membahas tentang pulau-pulau di kawasan Mandeh, saya hanya akan sedikit berbagi tentang Puncak Mandeh. Puncak Mandeh merupakan sebuah puncak yang darinya kamu bisa menyaksikan pemandangan laut dan pulau pulau kecil yang berada di kawasan Mandeh. Puncak Mandeh menampilkan view laut dan pulau-pulau yang amat menawan, terutama saat sore dan ketika matahari mulai tenggelam.






Puncak Mandeh merupakan spot yang bagus untuk menyaksikan sunset. Karena suasana alamnya saat matahari terbenam sangat mempesona.

Oke, sekian dulu untuk momen ini. Well, menikmati langsung selalu jauh lebih nyata ketimbang hanya mendengar, so, come in.









Sabtu, 21 Oktober 2017

Aia Mato Mande


Jikok malam tibo
Sadiah tadanga
Isak jo tangih
Ratok tangih hati nan tingga
Badan baduo tingga surang
Sadiah ...
Tinggalah mande baurai aia mato
Oi kanduang ...
Tinggalah made baurai aia mato

Sampai hati ayah bajalan
Larek di ladang urang
Parak kito lah rimbo

Sakik sanang kami jo mande
Manyambuang hiduik hanyo mande
Sunyi ...
Ganti ayah hanyo aia mato mande
Oi kanduang ...
Tinggalah mande baurai aia mato

Mande
Usahlah mande manangih juo

Hapuihlah sudah aia mato mande

Sabtu, 30 September 2017

Do’a yang Takut


Aku bukanlah hamba yang taat
Ketika hati memilih mu
Diam-diam ia sering mendo’a atas nama mu

Aku takut,
Terlalu sering do’a ku
Dia akan marah
Bukan apa-apa
Dia itu pencemburu

Aku semakin takut saja
Do’a ku akan mu terlalu meminta
Sedang Dia juga mesti di cinta
Tak boleh sekedar saja, harus di atas segalanya


Aku takut, Dia marah karena do’a-do’a ku terlalu menginginkan mahluk-Nya.


Minggu, 24 September 2017

4.12.

 Introduce of Me

Pada sebuah tempat yang penuh dengan intrik. Redstars sedang berkumpul bersama Arainan. “Aku tak bisa memaksanya, dan bukan prinsipku untuk menyerang dari belakang” ucap Arainan. “Si mesum ini juga punya harga diri rupanya” balas Anwar. Arainan nampak kesal mendengarnya.
“Begini saja, kau ikuti strategi ku, strategi ini cocok dengan jiwa mesummu itu”.
“Sial, tapi kalau cocok boleh deh, apa ide mu?
Dan tak lama setelah itu, dua pertarungan besar akan meramaikan SMA 4 yang damai ini.
***

Malam itu Adi sangat sibuk dengan game Playstation 1 nya. “Di, makan dulu nak, kamu belum makan sejak sore tadi” seru ibu yang sampai mendatangi kamar Adi. Adi masih asyik saja dengan permainannya, suara alunan radio menjadi hiburannya malam itu. alunan lagu sendu membuat suasana bermain Adi jadi kusyuk. Tiba-tiba suasana jadi hening, alunan lagu dari radio hilang. “Di, makan dulu, kamu masih belum makan sejak tadi sore!” kali ini Ibu masuk kamar Adi dan langsung mematikan radio. “Eh Ibu, iya bu, nanggung dikit lagi” seru Adi sambil tetap melanjutkan pekerjaan. “Sekarang, Adi!!!” bentak Ibu. Kali ini tanpa ba bi bu Adi langsung meloncat dari arena bermainnya. “Iya bu”. Adi tak berani melawan kalau Ibu sudah membentak seperti itu. “Dasar anak jaman sekarang harus di bentak dulu baru jalan” keluh ibu.
Ibu menghampiri Adi di meja makan.
“Di, kapan rapor semester satu ini dibagikan?.
“Sabtu depan bu, sekarang sekolah lagi classmeeeting, ibu bisa datang kan?”
“Hmmm, tentu, ibu akan datang tapi mungkin ibu mesti ke toko sebelum itu, tidak apa-apa kan?”
“Iya bu, lagipula bagi rapornya paling cepat jam 09.00”
“Iya Di” jawab ibu sambil tersenyum. Sebagai orang tua tunggal, ibu hanya malam hari saja bertemu dengan Adi di rumah, karena sejak pagi hingga sore ibu harus ke toko di pasar. Pagi-pagi sekali ibu sudah mesti bangun untuk memasak. Untungnya Adi sudah terbiasa mandiri sejak ayah dan ibunya bercerai sejak ia di Sekolah Dasar. Bagi ibu, menyediakan sedikit waktu untuk putranya adalah sebuah kebahagiaan.
“Libur nanti, Aji ingin kesini katanya Di” ucap ibu lagi. Adi tertahan sejenak. Kebahagiaan terpancar dari wajahnya.
“Ayah juga bu?” tanya Adi. Ibu menggeleng, raut wajahnya menampakkan kesedihan. Adi yang menyadari itu menyesali pertanyaannya. Tanpa sengaja ia telah melukai perasaan ibunya.
“Maaf bu, Adi tidak bermasud menyakiti hati Ibu”. Ibu menggeleng, ibu mencoba tersenyum.
“Tak apa nak, ibu senang karena Aji akan kesini, mungkin ibu akan mengajak kalian bertamasya saat Aji kesini”.
“Iya bu?”
“Iya nak”
“Yess! Makasih bu”
“Iya, habiskan makananmu dulu”

Ibu tersenyum melihat kebahagiaan putranya itu, meski terselip duka dari mata ibu. Ibu masih harus menahan hati, ia sadar, Adi tentu rindu ayahnya. Namun ibu masih belum bisa memaafkan kesalahan mantan suaminya. Sakit masih menaungi hati Ibu. Perselingkuhan ayah dengan sekretarisnya waktu itu benar-benar membuat ibu terpukul. Ibu tak punya pilihan selain jalan berpisah, perpisahan yang juga memisahkannya dengan satu putranya lagi yang ikut dengan ayahnya. Ayah menikah dengan sekretarisnya meski tak lama ayah bercerai lagi dengan sekretaris tersebut. saat ini ayah pun sama seperti ibu, hanya berdua dengan Aji, adik Adi.
***

Adri menikmati makan malam bersama dengan Bu Darmi, pembantu sekaligus orang yang telah menjaga Adri sedari kecil. Bu Darmi selalu menemani makan malam Adri jika Adri sedang makan malam di rumah, karena biasanya Adri selalu makan malam di luar. Meski begitu, Adri selalu membawakan Bu Darmi makanan. Tapi kali ini Adri telah meminta Bu Darmi untuk memasak makanan kesukaannya. Adri melahap makanan yang ada semuanya. Ia sengaja tak jajan hari ini.
“Ayah dan Ibu, kapan katanya akan pulang Mbok?”
Bu Darmi terdiam, ia tak ingin merusak suasana makan Adri dengan jawabannya.
“Makan dulu Mas, nanti saja ceritanya. Mbok buatin jus dulu ya”. Sambil Bu Darmi beranjak menuju dapur. Bu Darmi lah orang yang menjaga rumah besar ini, rumah besar yang terlalu besar untuk keluarga kecil ini. Kedua orang tua Adri selalu sibuk dan pulang ke rumah adalah hal yang jarang. Kalaupun pulang, paling malam dan pagi harus berangkat lagi. Hal demikian akhirnya membuat Adri enggan di rumah. Rumah tak senyaman itu untuk Adri.
“Mbok, aku udah nih, udah habis semua”
“Iya Mas, ini minumnya”
“Makasih Mbok”
“Mas, kenapa tanya Bapak sama Ibu? Bapak sama Ibu tadi siang menelpon kalau mereka akan ke Itali untuk seminggu ke depan”.
Adri menghembuskan nafas panjang, ia maklum, ia menghabiskan minumnya. “Nggak apa-apa Buk, nanya aja kok, hehehe”. Bu Darmi memperhatikan Adri. Ia tahu ada yang disembunyikan Adri, Bu Darmi sangat tahu akan Adri karena baginya Adri sudah seperti anaknya sendiri. “Mas, kalau ada apa-apa, bilang sama Mbok, mungkin Mbok bisa bantu”. Adri terdiam, senyumnya masam. “Nggak apa-apa mbok, aku Cuma rindu mereka” Ucap Adri sambil berdiri. “Mbok, aku ke kamar dulu ya”. Kemudian Adri berlalu menuju kamarnya. “Iya Mas”. Bu Darmi selalu merasa kasihan akan tuan mudanya itu, tapi setidaknya Adri tak keluar malam ini, karena biasanya jika permasalahan orang tuanya, Adri akan keluar malam dan pulang entah jam berapa. Bu Darmi-lah yang setia menanti kepulangan tuan mudanya meski kadang tak pulang sama sekali. Dalam kamar Adri hanya menatap keluar, ke jalanan dari jendela kamarnya di lantai dua. Jalanan amat ramai saat itu, dan Adri hanya menatap dalam kediaman. Maaf Mbok, kebutuhan anak akan orang tua adalah hal yang tak tergantiakan, suara Adri lirih.
***

Rumah Andra, malam. Suasana hangat terpancar dari rumah sederhana ditepi gang kecil itu. Andra beserta ayah dan ibunya tengah menikmati makan malam keluarga. Sudah jadi kebiasaan di rumah Andra untuk makan malam bersama ketika semua orang telah berkumpul, suasana yang tidak setiap hari bisa mereka rasakan terutama jika Andra harus kerja malam hari menjaga mini market tempatnya bekerja. Pembahasan malam itu adalah tentang liburan dan rencana-rencana ke-depannya. “Bu, nanti yang pergi ambil rapor Andra siapa?”. Ibu Andra membuka suara. “Biar Ibu yang menjemputnya Ndra, kalau bapakmu dia kan kerja dari pagi”. “Sekalian ibu juga ingin bertemu dengan teman-teman yang sering kau ceritakan pada Ibu itu, siapa namanya? Adi dan Heri, bukan?”. Andra menahan tawa mendengar ucapan Ibunya. “Hahaha, bukan Heri bu, tapi Eri, Erika, dia cewek bu, anaknya cantik dan baik”. Ujar Andra sambil tersenyum. “Oh iya itu, jadi nggak sabar ketemu teman-temanmu Ndra”. Andra tersenyum-senyum saja mendengarnya. “Oh ya, libur nanti kamu jadi kerja dari siang sampai malam?” tanya Bapak sambil mengambil nasi tambah. Ibu refleks menahan Bapak yang mau mengambil nasi tambah. “Jangan makan banyak Pak, ingat gula darahnya”. “Dikit aja bu, Bapak masih lapar”. Bapak masih berusaha mengambil nasinya.
“Jadi Pak, dan kalau tidak ada halangan, mulai sekolah nanti tabungan Andra akan cukup untuk membeli sebuah sepeda motor baru” ucap Andra sambil tersenyum.
“Bagus itu Ndra, Bapak bangga sama kamu”. Balas Bapak sambil masih mengunyah makanannya.
“Makannya di rem dong Pak”. Ibu kembali mengingatkan
“Hehe, santai Bu, Bapak lagi senang nih”
Dan keributan-keributan kecil yang menghangatkan selalu mewarnai meja makan keluarga ini hingga malam menjelang dan lelap menina-bobo-kan.
***

Hari ke-3 Class Meeting, suasana yang menyenangkan karena beberapa perlombaan sudah mulai memasuki babak terakhir. Suasana yang akan amat dinanti-nanti bagi yang suka olahraga dan seni dalam menampilkan keahliannya. Bagi yang tidak berminat terhadap Class Meeting, bisa dipastikan berada di kantin, di dalam kelas berkumpul dan bercerita, atau tempat-tempat lainnya yang bisa saja melakukan hal-hal yang melanggar, toh saat-saat seperti ini keaman dan pengawasan dari pihak sekolah sudah berkurang. Kebebasan Class Meeting juga dimanfaatkan oleh Red Stars dan Arainan dalam mencapai tujuan. Arainan mendatangi gerombolan siswi kelas satu tempat dimana Lara, teman dekat Randi sedang berkumpul bersama teman-temannya. Dengan senyum penuh percaya diri Arainan mendatangi Lara, ia berdiri tepat dihadapan gadis itu. khalayak waktu itu terhening sesaat, waktu ter-jeda karenanya, tak terkecuali Lara. Ia terkejut akan kedatangan Arainan yang mengabaikan siapapun selain dia. Arainan menghadapkan wajahnya ke wajah Lara, batas wajah antara keduanya hanya sepersekian senti saja. Lara menahan napas sesaat ketika ia menghirup aroma rokok dari hembusan napas Arainan. Lara panik, ia pucat, keringatnya membasahi wajah ayu-nya. Arainan tersenyum dan tanpa sepatah kata hanya menatap tajam ke arah Lara. Saat-saat yang mendebarkan bagi Lara sebelum akhirnya ia menghentakkan tubuhnya berdiri, dan berlari meninggalkan Arainan. Semuanya terjadi begitu cepat dan semesta sekitar mereka tetap membisu, Arainan menatap kepergian gadis itu, yang ia sendiri tak tahu namanya. Senyum kemenangan tampil di wajah Arainan ketika arah lari yang di tuju oleh Lara justru memunculkan sosok yang amat ia cari, Randi.

Randi yang saat itu tengah berjalan menuju kelas tersenyum melihat Lara berlari kearahnya. Senyum Randi perlahan berubah ketika ia jelas melihat air mata mengaliri wajah gadis itu. “Lara” panggil Randi, meski saat itu Lara tak menghiraukan panggilan Randi, ia terus berlari sambil menutupi mulutnya, menahan isak menuju kamar mandi. Randi tersengat, emosinya naik, ia cari arah datangnya Lara tadi. Di antara gerombolan siswi teman sekelasnya, Randi menemukan sosok Arainan, yang tersenyum puas. Kini Randi dan Arainan telah bertemu muka, saling bertatapan, raut kebencian tampak jelas dari wajah Randi ketika senyum licik Arainan menghiasi wajahnya. “Jangan salah paham ya, aku hanya menyukai senyuman gadis tadi dan ingin menikmatinya sejenak, hehehe” ucap Arainan penuh kemenangan. Randi masih diam, tatapan matanya tajam menatap Randi. “Ayolah bung, dia hanya teman mu kan? Tak perlu marah begitu, lagipula ...” belum sempat Arainan menyelesaikan kata-katanya, sebuah tinju mengarah kewajahnya, refleks yang bagus, Arainan menghindarinya. Arainan mundur selangkah, dan siswi-siswi yang tadi hanya melihat mulai berteriak tak tentu melihat perkelahian itu. “Kau, aku akan membuatmu menyesal kribo sialan” tatap Randi sambil menunjuk Arainan. “Hehe, bagus kalau begitu, aku tunggu kau di Hutan Kota sore ini” Kemudia Arainan berlalu pergi. Randi menatap kepergian Arainan. Bagi orang-orang yang terbiasa berkelahi seperti mereka, sekolah memang bukan tempat yang nyaman untuk melakukannya.
“Hei Ran, itu Lara sudah kembali” tunjuk salah satu siswi tadi. Randi menoleh kebelakang, ia berlari ke arah Lara. Ia hampiri gadis itu, ia pegang dua tangannya, ia tatap wajahnya, wajah yang telah basah oleh air, tapi ketakutan masih tampak dari mata itu. Randi menggandeng tangan Lara, mengajaknya pergi. “Kita pergi Lara”. Lara hanya menurut, bagi Lara, Randi adalah teman yang bisa ia percaya lebih dari apapun, pun bagi Randi, Lara adalah segalanya untuk hatinya.
***

Lapangan sepak bola. Sedang ada pertandingan antara kelas X.1 dan XII IPA 2. Siswi-siswi kelas X.1 oleh siswa-siswa yang bertanding diminta untuk memberi dukungan, memberikan semangat. Tidak hanya itu, siswa kelas X.1 yang tidak ikut main pun disuruh memberi dukungan. Jadilah suasana pertandingan itu ramai akan suporter dari siswa kelas X.1, berbanding terbalik dengan kelas XII IPA 2 yang minim pendukung. Bahkan Adi pun ada disana, sebagai suporter bersama Andra yang memaksa Adi untuk menonton pertandingan. Suasana amat riuh pada pertandingan itu. Serangan dari kedua tim silih berganti mengancam masing-masing lawan, sebuah pertandingan yang penuh semangat dan sangat menghibur. Ini pertandingan semifinal di cabang sepak bola dalam kegiatan Class Meeting ini. Empat tim yang lolos ke semifinal ini terdiri dari kelas X.1, XII IPA 2, XII IPS 3, dan XI IPS 2. Kelas X 1 adalah satu-satunya kelas X yang lolos ke semifinal karena ternyata banyak pemain-pemain yang bagus saat masih di SMP, calon-calon penerus tim sepakbola sekolah, begitulah kata khalayak si SMA N 4 ini.

“Liat tu Di, si Joko Udin, dia memang hebat sekali mainnya”. “Tim sepak bola SMP ku saja dikalahkan oleh dia dulunya”. Ucap Andra sambil menunjuk-nunjuk Joko Udin yang dengan lincahnya melewati lawan-lawannya. Adi hanya menyaksikannya. Meski kurang suka olahraga dan tak paham sepakbola, namun ia paham bahwa permainan teman-teman sekelasnya sungguh bagus untuk dilihat. Hanya saja, lawan juga merupakan tim yang bagus. “Iya iya, dia memang hebat, Sutrisna juga bagus mainnya, tapi lawan juga kuat, susah nih buat menang”. Sahut Adi. Andra reflek menoleh ke Adi, tatapan tajam. “Itulah gunanya kau ada disini, keluarkan suaramu! Dukung mereka biar lebih bersemangat! Ucap Andra penuh semangat sambil menarik-narik tangan Adi keatas untuk membentuk yel-yel. “Ngajak berantem ya?” seru Adi ketus menarik paksa tangannya sambil berjalan pergi. “Yah dia kabur, ngambekan nih” sambil Andra menyusul dari belakang.
***

Disebuah sudut sekolah, Redstars dan Arainan masih merencanakan hal-hal buruk untuk keberhasilan tujuan mereka.
“Gimana tadi? Sudah lumayan bagus kan buat mancing si Randi biar dia keluar dari kandang dan melawan ku?”
“Itu lebih dari cukup Nan, gimana menurutmu Ron?”
Baron yang ditanya masih diam. Baron masih tidak percaya dengan apa yang dilakukan Arainan tadi. Ia merasa bersalah pada Lara karena ialah yang memberi informasi pada Anwar Faisal soal Lara dan Randi. Ia masih tertegun hingga Choki menepuk pundaknya. Baron gelagapan saat itu. Semua orang saat itu disana memperhatikan sikap Baron. Mereka sama-sama paham bahwa Baron adalah laki-laki yang amat menghormati perempuan. Dan apa yang terjadi tadi, adalah pukulan buatnya. Arainan berjalan menghampiri Baron.

                “Nak, aku berterima kasih atas info darimu, aku tadi itu tidak serius, jika bisa aku tidak ingin melakukan cara itu”. Baron masih terdiam. Dia menatap Arainan. Tatapan Arainan jelas dan tajam, tak ada kebohongan dalam tatapannya. Baron menarik nafasnya dalam-dalam. “Maaf, aku terlalu terbawa perasaan” seru Baron lagi. “Aku keluar dulu” Dan Baron pun melangkah keluar dari tempat itu, gudang kosong dibelakang sekolah. Anwar Faisal dan yang lain membiarkan saja, mereka fokus pada rencana selanjutnya, target selanjutnya Anwar Faisal, Adri Ramdhan.
***
4

Sabtu, 16 September 2017

Tentang Perpisahan, tentang Kepergian dan yang Ditinggalkan


Aku pernah terhenti pada satu titik terlalu lama
Kemudian Dia datang dan membuat garis waktu ku kembali berjalan meski pelan
Lalu Kau hadir dan membuat duniaku menjadi lebih dinamis
Dan tak lama lagi mungkin Kau juga akan pergi
Sama seperti Dia ...

Aku pernah benar-benar terhenti amat lama pada sebuah titik, dimana waktu didalam hatiku berhenti dan tak berjalan kemanapun. Waktu itu, aku terbiasa dengan kesendirian dan menghabiskan waktu bersama hobi dan teman-teman. Dunia yang jauh dari hiruk-pikuk konflik perasaan.

            Namun, setenang apapun kehidupan, rasanya akan membosankan jika dilalui dengan melakukan hal-hal yang itu-itu saja. Akan sangat membosankan jika yang kamu lakukan setiap harinya hal yang itu-itu saja, bangun pagi, sekolah, pulang, makan, main, pulang, tidur dan selalu begitu. Jadi, aku mulai mencari-cari hal baru dan ...

Yah, anggap saja aku menemukanmu, entah menemukan, dipertemukan, atau saling menemukan, yang pasti aku mengenalmu, meski aku telah mengenal Dia.
Saat bertemu denganmu, waktu ku sebenarnya sudah berjalan meski pelan, Dia menggerakkannya perlahan. Setidaknya saat itu aku sedikit punya arah.

Ada banyak hal setelah pertemuan itu, aku perlahan mulai sedikit menemukan alur waktu ku. Hal-hal yang dulu berjalan dengan amat tenang, mulai bergerak tak beraturan, kadang waktu itu bisa berjalan amat kencang, terkadang pula ia bisa amat pelan dan kadang bisa amat diam. Maksudku, aku tak lagi menjalani hari yang seperti itu-seperti itu saja. Hanya satu pertemuan mampu menghadirkan banyak hal, kadang memang begitu kan? Banyak hal-hal besar dimulai dari hal-hal sederhana? Jika tidak bagimu, mungkin kamu kurang memaknai dan mensyukuri hal-hal kecil yang kamu terima. Bukan berarti aku ini orang yang selalu bersyukur kok, hanya aku selalu berusaha untuk melakukannya.

Aku tak akan ceritakan apa saja yang sudah aku lalui bersamamu. Itu cukup jadi milik ku, namun jika kau juga menganggap itu penting untukmu, kau juga boleh menyimpannya. Jujur saja, setelah banyak hal yang aku lalui bersamamu, aku masih tak berani untuk menganggapmu milikku, itu berlebihan, atau bisa saja sikap dan perasaan yang terlalu memiliki akan melukaimu, toh sampai hari ini aku tak pernah tahu apa yang ada dalam hati mu? Meski aku sangat ingin tahu, biarlah, aku tak ingin terlalu memikirkannya, aku takut jika nanti isi hatimu tak sesuai dengan yang aku inginkan. Aku masih belum siap terluka lagi, meski telah bertahun terakhir kali aku kehilangan, rasanya masih akan sama saja kan? Sebenarnya bukan hanya soal rasa sakit, tapi soal kehilangan orang yang penting bagimu, itu jauh lebih menyakitkan.

Dan setelah banyak waktu-waktu yang menyenangkan bersamamu. Waktu-waktu yang terlalu menyenangkan sampai aku lupa, selalu ada akhir dari sebuah awal, selalu ada perpisahan setelah pertemuan entah cepat entah lambat. Waktu dalam kepalaku sempat terhenti saat kau menyampaikan kata pergi, percayalah, aku selalu takut dengan kata-kata itu, setidaknya akhir-akhir ini. Pergi, hal yang sering aku lakukan dulunya karena aku memang sering berpindah-pindah tempat dari dulunya. Ternyata kata itu kini menjadi momok untuk ku, yang saat ini terlalu lama menetap di satu titik. Aku jadi mulai berpikir, mungkin aku perlu mempersiapkan diri untuk mendengar kata-kata “Pergi”.

Saat kata “pergi” itu terdengar, otakku sesaat berhenti bekerja, dan semesta disekelilingku diam, hening. Hanya helaan nafas panjang yang membuat waktu ku kembali berjalan, semesta disekelilingku kembali berotasi. Ternyata mengalami tak pernah mudah meski kau sudah mempersiapkan diri. Yah, merasakan selalu lebih dari sekedar memahami.

Sambil aku masih memikirkan kepergianmu, aku mulai merasa waktu ku mulai mengalami penurunan percepatan, meski belum terlalu signifikan. Aku dan kau itu cuma bersama, menghabiskan waktu bersama namun tak sesering itu, temu itu jarang. Namun tak sesedarhana itu kan? Biarlah aku dan kau saja yang tahu.

Aku berterima kasih untuk hari-hari yang menyenangkan itu. Aku menulis kata-kata ini dengan sambil tersenyum, aku bersyukur diberi kesempatan untuk mengenalmu.

Jadi, ketika kau pergi, aku tak punya kuasa untuk menahannya. Juga tak punya hak untuk melarang, sama sekali tak punya. Yang aku bisa cuma berharap, lain dari itu mendoakan. Sisanya menjalani hidupku yang masih punya banyak hutang kepada orang tua.

Aku berharap waktu ku tak kembali terhenti seperti dulu, semoga. Dan kau, semoga baik-baik saja dimanapun berada. Jangan terlalu memikirkan perasaanku, kau lebih perlu memikirkan masa depanmu. Aku akan baik-baik saja, sendiri itu temanku, meski ditinggalkan itu sulit, aku pasti bangkit.

Maaf untuk waktu-waktu yang sempat melukaimu tanpa sengaja, semoga kau bahagia. Jika tempat baru mu terlalu kejam, kau selalu punya rumah untuk kembali, tanpa peduli seberapa lama kau meninggalkannya, tanpa peduli sejauh apa dunia yang telah kau jelang. Jika orang-orang disana terlalu melukai, kau selalu punya keluarga untuk berbagi dan menguatkan meski kau jarang menemui, atau sulit untuk sekedar berkabar.

Dan aku, jangan sungkan jika kau rindu...




Minggu, 10 September 2017

Pesisir Selatan Explore

Tugu Perbatasan dan Sarasah Ambun


Masih Sumatera Barat, provinsi dengan jutaan pesona alam yang akan menggugah jiwa akan keindahannya. Kali ini fokus akan beralih ke Kabupaten Pesisir Selatan, daerah yang memiliki cukup lengkap destinasi wisata mulai dari pantai, pulau, air terjun dan puncak-puncak indah maupun budaya. Kabupaten Pesisir Selatan sendiri berbatasan langsung dengan Kota Padang, sehingga tak terlalu susah mencari arah jika berangkat dari Kota Padang. Baiklah, lokasi awal yang akan dituju adalah:



Tugu Perbatasan


Tempat ini merupakan perbatasan antara Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan, jika telah sampai disini berarti anda telah memasuki Kabupaten Pesisir Selatan. Tempat ini semacam rest area yang dapat dijadikan sebagai tempat beristirahat, makan serta minum karena memang ada banyak pedagang dilokasi ini.



perbatasan padang-pesisir selatan



Selain tempat istirahat sebelum melanjutkan perjalanan, tempat ini juga pas untuk diabadikan dalam lensa kamera sebagai bagian dokumentasi perjalanan mu ke Pesisir Selatan. Yah, selamat datang di Pesisir Selatan! Jarak tempuh dari Padang ke sini sekitar 30 menit dengan kendaraan roda dua maupun roda empat, tapi sepanjang perjalanan kita akan dapat menikmati pemandangan pantai dan laut yang indah.

Pemandangan malam juga indah disini. Cahaya lampu dan gelap malam adalah perpaduan yang romantis, jadi moment menarik sekali di tempat ini.


perbatasan padang pesisir selatan


Untuk tempat singgah, tugu perbatasan Padang-Pesisir Selatan cukup elegan, dan romantis di malam hari. Selamat datang di Kabupaten Pesisir Selatan.




Sarasah Ambun

Tak jauh dari keramaian dan padat lalu lintas Sumatera Barat-Bengkulu. Tak jauh dari hiruk-pikuk kehidupan masyarakat Siguntur. Tak jauh dari canda tawa manusia di Tugu Perbatasan Padang-Pesisir Selatan, bersemedi sebuah air terjun yang indah, yang suaranya magis namun menenangkan. Yap, itulah air terjun Sarasah Ambun, begitulah masyarakat sekitar menyebutnya. Ia adalah air terjun yang indah untuk sekedar diabadikan dalam lensa. Dan jernih airnya menyejukkan.

Sarasah Ambun terletak di Kenagarian Siguntur, kurang dari 15 menit perjalanan dari Tugu Perbatasan Padang-Pesisir Selatan. Sekitar satu jam dari Kota Padang. Bagaimana cara menemukannya? Saat penulis pertama kali menyusuri tempat ini, penulis diajak oleh seorang kenalan yang memang penduduk daerah tersebut. Saat itu memang tak ada plang nama, sekarang pun masih begitu. Setidaknya setelah melewati Tugu Perbatasan dan melewati sebuah masjid besar, tanyakan pada penduduk soal air terjun ini, karena lokasinya tak terlalu jauh dari mesjid besar ini. Air terjun ini sendiri memang masih jarang dikunjungi karena memang tak terlalu di publis.

Bercerita sedikit tentang kondisi masyarakat sekitar, masyarakat disini bertani gambir, jadi jika sepanjang perjalanan melihat orang-orang membawa karung, itu mereka sedang membawa gambir.

Perjalanan menuju air terjun sekitar 10-15 menit jalan kaki setelah anda memarkirkan kendaraan anda disekitar rumah penduduk, untuk biaya parkir sewaktu itu masih Rp. 2000 dan bebas uang masuk. Dan berikut gambaran perjalanannya.



Menyeberangi sungai kecil dan sawah sawah, pemandangan yang asri


kenagarian siguntur

sarasah ambun
Dari kejauhan, suara air sudah terdengar. Dingin memeluk dari kejauhan. Magis.

Nikmatilah setiap keindahan, berlakulah sopan dan tidak sembarangan, hidup itu saling menjaga antara manusia dan alam. Jaga alam, maka kita tak akan rugi.


Syukuri setiap keindahan, tak semua punya kesempatan untuk menikmati


Ini sarapan pagi, sarapan paginya jauh dari rumah. Tapi tak rugi. Sampah dibersihkan kembali atau bawa pulang lagi, begitu baiknya agar yang indah tak rusak.


Rasa syukur adalah cara yang tepat untuk mengungkapkan setiap kebahagiaan, dan aku bersyukur mengenal kalian, teman-teman seperjalanan.

Oh ya, sulit mencari transpotasi umum jika menuju lokasi wisata yang bukan ternama di Sumatera Barat, padahal mereka juga indah-indah. Tapi begitulah kekurangannya.
Sekian kali ini, jumpa lagi di tempat yang lain.

Minggu, 03 September 2017

Aku Jatuh Cinta


Roulette Aku Jatuh Cinta
 

Awalnya ku tak mengerti apa yang sedang kurasakan
Segalanya berubah
Dan rasa rindu itu pun ada
Sejak kau hadir disetiap malam ditidurku
Aku tahu sesuatu sedang terjadi padaku

Sudah sekian lama ku alami pedih putus cinta
Dan mulai terbiasa hidup sendiri tanpa asmara
Dan hadirmu membawa cinta sembuhkan lukaku
Kau berbeda dari yang ku kira

Aku jatuh cinta
Kepada dirinya
Sungguh-sungguh cinta
O ... apa adanya
Tak pernah ku ragu
Namun tetap selalu menunggu
Sungguh aku jatuh cinta kepadanya

Coba-coba dengarkan apa yang ingin aku katakan
Yang selama ini sungguh telah lama terpendam
Aku tak percaya membuatku tak berdaya
Untuk ungkapkan apa yang ku rasa

Aku jatuh cinta
Kepada dirinya
Sungguh-sungguh cinta
O ... apa adanya
Tak pernah ku ragu
Namun tetap selalu menunggu
Sungguh aku jatuh cinta kepadanya

Kadang aku cemburu
Kadang aku gelisah
Seringnya ku tak mampu lalui hari

Tak dapat ku pungkiri
Hatiku yang terdalam

Betapa aku jatuh cinta kepadanya

by: Roulette

Sabtu, 26 Agustus 2017

Tanda

Benar, aku sedang mempersulit diri sendiri
Aku memperhatikanmu,
meski tiada sepatah kata
ataupun tanpa sebuah sapaan

Maaf,
Aku rindu, dan itu tak akan aku sembunyikan.
Aku akan merindu.
Itu adalah sebuah kepastian
Dan kau akan tahu

Aku akan rindu,
Lewat tanda terpasang
Kau akan mengenali
Karena ia, juga tentangmu
Nona



simbol

Minggu, 20 Agustus 2017

4.11

Counting Stars

Adri berlarian menuju bangku tempat ia duduk, menunduk dan bersembunyi. Ia tampak menghindari sesuatu. “Kalau ada yang nyari aku, bilang aku gak ada” pinta Adri. Adi yang heran cuek saja. Adi malah melangkahkan kakinya ke luar kelas, perutnya lapar dan harus segera di isi. “Bilang saja pada yang lain, aku mau keluar”. “Kau mau kemana? Mau ke tempat itu?” tanya Adri. “Nggak, mau ke warung, nggak ada janji ke sana hari ini”. “Yaaaah”. Adri ber”yah” panjang. Ia tetap menunduk dan bersembunyi entah dari apa dan siapa. “Hei Ketua Kelas, nanti kalau ada yang mencariku, bilang aku tak ada”. Adri masih melanjutkan permintaannya. Ketua Kelas X.I, Amran melirik Adri, sesaat kemudian ia melenguh panjang, “Iyaaaaa” jawabnya malas.

Dalam perjalanan menuju warung makan, Adi melewati kelas X.5. Saat tengah mengencangkan kecepatannya, terdengar suara perempuan memanggil, suara yang tak asing. “Hai Adi” suara lembut dari gadis manis berkacamata yang menyapanya tempo hari. Gadis itu berdiri tepat didepan pintu kelas X.5, ia tersenyum manis dan penuh kehangatan kepada Adi. Dan Adi, saat itu hampir mati berdiri jika saja gadis itu tak memalingkan wajahnya saat itu. Perasaan aneh dan debar-debar itu terasa lagi pada Adi. “Aya, kita ke perpus yuk” sahut suara perempuan yang muncul dari dalam kelas. Perempuan itu cukup manis, meski tak semanis gadis berkacamata yang menyapa Adi. “Ah iya, ayo Nina”. Balas gadis berkacamata itu. “Adi, aku duluan ya” ucap gadis berkacamata itu sambil berlalu dan meninggalkan senyumnya yang amat manis. Adi hanya membalas dengan senyuman, senyum yang kacau balau dan debar-debar yang tak beraturan. Senyum gadis itu masih tertinggal dipikiran Adi meski gadis itu telah tak lagi terlihat. “Manis sekali gadis itu kan?” tiba-tiba suara Andra muncul begitu saja, entah darimana?

Adi yang salah tingkah jadi kehilangan senyum indah itu oleh kehadiran Andra. “Hahaha, ketahuan kau Di, kau telah memulai sebuah perjalanan cinta yang panjang dengan gadis itu”. Tatap Andra tajam. “Sok tahu kau Ndra, tadi itu tak sengaja ketemu, lagipula aku masih tak tahu apa-apa tentangnya”. Mendengar itu Andra jadi ingat akan sesuatu yang hampir ia lupakan dalam beberapa minggu ini. “Oh iya Di, aku baru ingat, aku akan ceritakan padamu semua tentang gadis manis tadi”. “Oh”. Jawab Adi singkat dan penuh ketidaktertarikan, meski sebenarnya tidak begitu. “Aku serius lo, tapi traktir aku makan ya, hehhe” dan mereka terus berjalan menuju warung.

***

Di sebuah kedai yang cukup jauh dari sekolah, tampak dua orang siswa lawas bertemu, bertemu tanpa sengaja tepatnya. “Jauh juga tempat makanmu sekarang War” ucap suara itu yang melihat Anwar Faisal tengah melahap makanannya. “Ngapain orang yang sudah tidak bisa apa-apa lagi di sekolah kemari, sudah bosan sekolah?” sahut Anwar kesal. “Hahaha, selera humormu tetap saja buruk War”. “Aku dengar lo kabar soal kau dan Redstar kena hajar ulah anak kelas satu, hahhaha” balas Arainan. “Jangan rusak nafsu makanku deh, jangan habiskan jatah peringatanku hanya karena menghajarmu Nan”. “Hahaha, kau masih tetap emosional saja, aku hanya ingin duduk-duduk dan bercerita saja denganmu”. “Kalau tentang pacar-pacarmu, sebaiknya enyah saja kau Nan”. “Bukan, ini soal anak-anak baru yang menyebalkan”. “Hmmm??? Kau juga kena ya Nan? Ahaha, si kribo ini kena juga” dan pecahlah tawa Anwar dan Arainan waktu itu.

***

“Jadi namanya Cahya Rona dan ia siswa pindahan dari kota lain sewaktu kelas tiga SMP?”. Ucap Adi. “Iya Di, dia primadona SMP 3 sejak saat itu, tapi sampai saat ini ia masih tetap sendiri tanpa pasangan” jawab Andra. “Pasti info-mu Ndra?”. “Pastilah Di”. Adi mengangguk-angguk saja, yang menjadi pertanyaannya kenapa gadis itu kenal dengannya masih belum juga terjawab, bahkan oleh Andra. “Aku masih belum tahu Di kenapa dia bisa kenal denganmu, awalnya aku pikir kau se SMP dengannya, ternyata tidak”. Adi memang tak banyak bergaul saat SMP selain karena selama SMP sering pindah-pindah sekolah karena berbagai alasan, ia tak pernah sekolah di SMP 3. SMP terakhir tempatnya lulus adalah SMP 13 yang terletak di perbatasan kota serta batas provinsi dengan provinsi sebelah. SMA 4 sendiri terletak jauh dari perbatasan dengan jarak tempuh satu setengah jam perjalanan dengan mobil. Setidaknya saat ini Adi belum ada tanda akan pindah lagi setelah terakhir pindah ke daerah pertengahan ini setelah tamat SMP lalu. “Ini misteri yang harus aku pecahkan!” sahut Andra penuh percaya diri. “Udah ah, balik ke kelas yuk, nggak penting” ujar Adi sambil bergegas ke kelas setelah membayar makanannya. “Tunggu oi”. Andra bergegas menyusul. “Ngomong aja nggak penting, dalam hati senang tuh karena udah tahu siapa namanya” gerutu Andra sambil berlari menyusul Adi.

***

“Bagaimana Ran? Kau mau kan duel dengan ku sore ini?” Tantangan Baron waktu itu masih mengganggu pikiran Randi. Ia sudah lama tidak berkelahi, kelas dua SMP adalah terakhir kali Randi berkelahi, saat ia dan geng-nya dikalahkan. Randi masih mencari-cari cara untuk menghindari perkelahian itu. Waktu itu jam pulang sekolah tinggal setengah jam lagi, Baron menanti dengan was-was. Tantangan yang ia layangkan pada Randi masih belum beroleh kata pasti. “Aku tidak tertarik, lagi pula seharusnya Adri yang mestinya kau lawan, bukan aku”. Demikian jawaban Randi waktu ia menolak. Tapi Baron tetap ingin menantang Randi, soal Adri, ia tak ingin melangkahi Anwar yang sudah lebih dahulu ingin membalas dendam dengan Adri.  Tiga puluh menit yang terasa amat panjang untuk Baron dan terasa singkat bagi Randi.

Lain tempat. Arainan dan Anwar justru sedang memikirkan strategi untuk melampiaskan kekesalannya terhadap anak-anak kelas satu yang bandel. “Jadi War, target kau anak kelas satu yang bernama Adri itu? Kalau aku, bocah yang rambutnya runcing-runcing itu, dia sudah tidak sopan dengan seniornya, dia harus diajari sopan santun!” Arainan amat gemas saat itu, ia benar-benar tak lagi sanggup menahan diri. “Kau ini, kalau sekali lagi bikin masalah di sekolah, kau bisa dikeluarkan, sudah bosan sekolah?” balas Anwar. “Aku akan melakukannya di luar sekolah, cepat atau lambat!”. Anwar sepakat dengan Arainan saat itu. Tekad dalam hatinya untuk balas dendam telah memuncak, lagipula kondisinya kini telah benar-benar fit karena lebih satu bulan ia kesulitan mencari Adri yang seakan hilang. “Nan, kau bantu aku mencari bocah itu, dia selalu lolos dari mata ku!”. “Pasti!”. Dan kedua senior SMA 4 memulai pergerakannya.

***

Suasana pulang amat riuh, seperti pasar. Adi masih menanti angkutan umum. Ia ingin ke pasar, ke toko ibunya. Karena malas untuk pulang ke rumah, sepulang sekolah Adi memutuskan untuk langsung ke pasar. “Adi, kebetulan banget” Eri sangat senang saat itu, matanya berbinar-binar, senyumnya memancar. “Kenapa Ri?”. Dengan senyum penuh kejahilan, Eri mulai merayu-rayu Adi “Aku mau ke toko buku Di, tapi nggak ada yang nemenin, si Andra udah kabur, si Adri gak keliatan dari tadi, temenin ke toko buku yaaa” sambil dengan gaya memohon manja Eri memaksa Adi. Adi yang salah tingkah dan serba salah tak tahu bagaimana hendak menolak. Dan tak lama Adi telah naik angkutan umum bersama Eri menuju toko buku, dengan penuh keterpaksaan.

***

Baron dengan setia menanti Randi di gerbang sekolah. Setelah amat lama menanti, Randi berjalan keluar melewati gerbang, tidak sendirian, ia berjalan bersama dengan seorang gadis. Mereka terus saja berjalan tanpa peduli dengan sekelilingnya, termasuk Baron. Baron yang merasa diabaikan mengikuti dari belakang, sesekali ia berdehem, “Ehem ehem”, tapi Randi cuek saja. Cukup ampuh memang, Baron tak bisa berbuat banyak. Randi tahu jika Baron adalah seorang lelaki yang tidak suka mengganggu perempuan. Meski begitu, karena kesal, Baron yang sedari tadi mengikuti Randi menendang pantat Randi hingga Randi tersungkur. Bisa kau bayangkan bukan bagaimana rasanya tersungkur saat kau sedang berjalan berdua dengan wanita? Dan saat itu cukup ramai. Ini bukan soal rasa sakit, tapi lebih ke malu. Emosi Randi naik, ia menoleh ke belakang, dan Baron telah jauh berlari, sambil mengejek-ngejek Randi dari jauh. Ingin Randi mengejar Baron, tapi ia telah lebih dahulu di tahan oleh Lara, gadis yang bersamanya. Wajah Randi saat itu memerah, iya memerah karena masih terbayang olehnya saat jatuh tersungkur tadi, saat ia asyik bercerita dengan Lara, tiba-tiba ia tersungkur, di tengah keramaian. Randi jadi salah tingkah, tapi hatinya penuh amarah : ku hajar kau Baron!

***
4

Negeri di Awan

Di bayang wajah mu Ku temukan kasih dan hidup Yang lama lelah aku cari Dimasa lalu Kau datang padaku Kau tawarkan Kasih hati yang tul...